18 Februari 2002 01:03 PM
"Halo Sinta, kamu di mana? Udah makan belum?", kataku sesaat setelah teleponku tersambung.
"Halo.. Tio?", sahut suara dari dalam handphoneku. "Aku bukan Sinta."
Hah? Lalu?
Aku segera mengecek layar handphoneku. Tertulis nama Dara. Ya Tuhan, kenapa aku malah menelepon Dara? Ada yang salah dengan otakku hari ini.
"Halo.. Halo.. Tio?", terdengar suara dari dalam handphoneku.
"Eh iya Dara, maaf ya aku salah pencet. Tadi aku mau telpon Sinta, tapi kok malah nyambungnya ke nomer kamu. Maaf ya..", jawabku pelan.
"Iya Tio, gak apa-apa. Udah makan belum?", tanya Dara.
"Udah kok. Ehm Dara, aku matiin dulu ya teleponnya. Maaf ganggu hehehe.."
"Oke Tio..". Aku pun mematikan telepon.
Apa aku benar-benar menyukai Dara? Padahal tadi aku bermaksud untuk menelepon Sinta, tapi malah Dara yang aku telepon. Kali ini aku benar-benar mengecek layar handphoneku dengan teliti. Setelah nama Sinta terpampang di layar, aku segera memencetnya.
"Halo Sinta, lagi di mana?", tanyaku.
"Halo sayang, lagi di kantor nih. Tumben kamu telpon jam segini. Biasanya juga malam baru telpon. Kamu kenapa?"
"Ah aku gak apa-apa kok. Gak tau kenapa, aku cuma pengen nelpon aja.."
"Oh kirain kamu kenapa-napa. Nanti malam aja kamu telpon lagi ya yang, bentar lagi aku mau rapat sama perwakilan kantor cabang."
"Oh oke, nanti malem aku telpon lagi ya. Dah sayang!"
"Oke sayang." Sinta langsung menutup teleponku.
Pikiranku agak kacau siang ini. Aku meraih gelas di samping komputerku lalu meminumnya. Aku rasa aku butuh liburan sejenak untuk menenangkan pikiranku.
18 Februari 2002 06:22 PM
Aku baru tiba di rumah. Aku agak pulang terlambat karena harus menyelesaikan materi presentasi yang diminta Bu Rahma untuk besok pagi. Aku duduk di sofa sambil menyalakan televisi. Aku tidak melihat Intan dan Galih. Mungkin mereka sedang di kamar, pikirku. Tak lama ibuku memanggil.
"Tio, kamu udah pulang nak? Ayo makan dulu. Ibu abis masak ayam kecap."
"Iya bu.", sahutku lalu berdiri dan berjalan menuju ruang makan.
Sudah ada ayahku disitu menunggu kami semua berkumpul untuk makan malam bersama. Ibuku sedang memanggil adik-adikku untuk keluar dari kamar. Aku duduk di dekat ayahku. Kemudian tampak Galih, Intan dan ibuku masuk kedalam ruang makan. Aroma ayam kecap di hadapanku menggelitik hidungku. Tak ada masakan yang lebih enak dari masakan Ibu. Aku sudah tak sabar untuk menyantap makanan di depanku.
Ibuku mengambilkan nasi dan sepotong ayam untuk setiap kami. Aku pun lantas lahap menikmati masakan Ibu. Terasa nikmat sekali, apalagi aku sangat lapar setelah pulang dari kantor tadi.
"Besok ada ulangan apa?", tanyaku pada Intan dan Galih.
"Gak ada kak.", sahut Galih.
"Besok ada ulangan Sosiologi nih kak.", jawab Intan.
"Tio, Ibu mau nanya dong. Boleh gak?", tanya Ibu kepadaku.
"Iya bu, mau nanya apa?"
"Kapan kamu rencana nikahin Sinta? Kalian kan udah pacaran lama banget. Masa gak ada rencana buat nikah?", tanya Ibu sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Merah
RomanceSebuah payung berwarna merah yang menjadi awal sebuah kisah percintaan cukup rumit yang dialami oleh seorang pemuda bernama Tio. Kehidupan percintaan Tio perlahan berubah semenjak kejadian di sebuah pagi yang diiringi oleh rintik hujan, bahkan ke d...