Bab 2

186 12 1
                                    

16 Februari 2002 08:04 AM

"Hai! Terima kasih ya payungnya, ini saya kembalikan.", ucapku sambil tersenyum.

"Hmmmm.. Situ siapa?", tanyanya dengan raut wajah kebingungan dan tidak bersahabat.

"Hah? Masa lupa? Kan situ sendiri yang pinjamin saya payung ini kemarin?"

"Eh mas, kita belum pernah ketemu! Situ siapa? Tiba-tiba dateng, terus sok akrab pula!," ucapnya ketus lalu memalingkan muka.

"Heii! Mbak ini amnesia atau apa ya? Ini payung mbak kan?", ujarku dengan nada yang meninggi.

Emosiku terpancing karena dia dengan begitu mudahnya lupa dengan hal yang kemarin. Asal tahu saja, aku memang cukup temperamen. Apalagi dia juga menunjukkan sikap yang tidak bersahabat, beda sekali dengan kemarin.

"Mas, ini masih pagi ya! Jangan bikin saya marah-marah deh!," ucapnya sambil memelototkan matanya.

"Eh mbak, saya ke sini cuma mau kembalikan payung, kok malah marah-marah sih?"

Tiba-tiba..

"Hai mas.. Kok bisa tahu rumah saya?"

Dia keluar dari dalam rumah sambil bergegas menuju ke arahku. Di hadapanku kini ada dua gadis yang berwajah sama. Hanya gaya rambutnya yang sedikit berbeda. Jadi..

"Ini ada apa sih ya, pagi-pagi kok rame banget. Kamu dari mana, Ra?", tanya gadis yang baru keluar dari rumah kepada gadis di sebelahku.

"Dari... Dari rumah temen. Hmm udahlah, aku mau masuk dulu.", ucap gadis di sebelahku sambil berjalan masuk kedalam rumahnya.

"Huh.. Anak aneh.. Maaf ya mas, saudara kembar saya memang agak kasar.", ujar gadis yang baru keluar rumah ini sambil menundukkan kepalanya.

"Oh iya, saya belum kasih tahu nama saya. Saya Dara dan tadi saudara kembar saya namanya Rara.", lanjutnya.

"Iya gak apa-apa kok. Nama saya Tio. Saya baru tahu kalau kalian kembar. Makanya saya tadi sempat bingung kenapa mbak gak ngenalin saya padahal baru aja ketemu kemarin."

"Yahh walaupun kembar, namun sifat kami beda. Rara dari dulu wataknya keras dan kasar. Temennya cuma sedikit." jelas Dara.

"Padahal wajah kalian persis sama ya, tapi sangat disayangkan sifat Rara gak sebaik sifat mbak." ucapku.

"Hahaha, mungkin saya gak sebaik yang mas kira. Ehm, senang berkenalan, mas Tio."

"Panggil aja Tio, gak usah pakai mas hehehe. Ini saya kembalikan payungnya, makasih banyak ya."

"Iya Tio, sama-sama. Kalo gitu, panggil Dara juga aja ya, gak usah pakai mbak. Oh iya, mau minum dulu gak? Kebetulan saya lagi bikin teh."

"Boleh.", ucapku singkat.

Aku mengiyakan jawabannya karena aku sedang tidak terburu-buru dan tidak ada janji dengan siapapun. Dan aku rasa tidak ada salahnya berbincang-bincang sebentar dengan kawan baru.

Dara mengajakku masuk dan mempersilakan aku duduk di kursi di teras rumahnya. Dia pun segera masuk kedalam untuk mengambil teh yang akan disuguhkan padaku.

"Hmm.. Rumahnya bersih dan rapi juga, pekarangannya juga bagus walaupun gak besar.", gumamku.

Di pekarangannya terdapat bunga- bunga mawar yang cantik sekali. Ada yang merah, putih dan kuning. Mereka tampak terawat sekali, pasti pemilik rumah ini rajin menyirami dan merawat mawar-mawar cantik ini. Rumah ini terasa hangat sekali, membuatku teringat akan rumah nenekku di desa. Sewaktu kecil aku sering bermain-main di rumah nenek, bermain di bawah pohon belimbing dan petak umpet bersama sepupuku, Adit. Bunga-bunga juga tumbuh dengan cantik di pekarangan nenekku karena setiap pagi selalu disirami tanpa terlewat satu pun.

Payung MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang