Bab 19

34 6 2
                                    

19 Maret 2002 08:21 PM

PRAAANNGGGGG..!!!

Terdengar seperti gelas atau piring yang jatuh dari dalam rumah Dara. Tiba-tiba aku mendengar bunyi langkah kaki yang sangat cepat dari dalam rumah menuju teras.

"Tio!!! Tio!!! Tolong aku!!!"

"Ada apa? Kamu kenapa?"

"Rara jatuh dan gak sadar. Dari mulutnya Rara keluar darah."

Terlihat wajah Dara yang sangat panik dan pucat. Aku lantas bergegas masuk ke dalam rumah lalu melihat Rara tergolek lemah di lantai dan tidak sadarkan diri.

"Dara, cepat kamu bawa barang-barang yang diperluin. Kita segera ke rumah sakit."

Dara yang masih terlihat panik dengan segera masuk kedalam kamar lalu mengambil tas dan pakaian seperlunya. Aku membopong Rara dan membawanya ke depan. Setelah Dara mengunci pintu rumah dan pagar, kami pun langsung berjalan cepat ke depan gang untuk mencari taksi. Untunglah ada satu taksi yang sedang berada di depan gang rumah Dara.

"Pak, ayo kita ke rumah sakit.", ucapku pada supir taksi yang sedang duduk di bawah pohon.

"I..Iya mas..", kata supir taksi yang langsung tergopoh-gopoh membukakan pintu taksinya.

Taksi yang kami naiki pun langsung meluncur ke arah rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Aku duduk di kursi depan sedangkan Dara duduk di kursi belakang bersama Rara. Dara mengusap-usap kepala Rara yang masih belum sadarkan diri. Dara meletakkan kepala Rara di pangkuannya. 

Sesampainya di rumah sakit, aku dan Dara segera membawa Rara ke Unit Gawat Darurat. Rara langsung ditangani oleh tim dokter yang bertugas. Aku dan Dara menunggu di kursi depan UGD. Dara menangis tanpa henti.

"Dara, kamu yang tenang ya. Rara pasti baik-baik aja. Kamu jangan nangis lagi ya.."

Dara tidak menjawabku. Dia hanya mengangguk pelan sembari masih terisak dalam derai tangisannya.

"Kamu tunggu di sini ya. Aku beliin kamu minum dulu..", kataku.

Aku berjalan menuju kantin rumah sakit dan membeli dua botol air mineral berukuran besar. Setelah membeli minum, aku kembali ke tempat Dara duduk. Aku melihat Dara masih menangis sesenggukan. Aku tidak tahu kenapa Rara bisa seperti itu. Lantas aku memberanikan diri untuk menanyakannya ke Dara.

"Rara sakit apa sih?", tanyaku pelan ke Dara.

"Aku gak tahu Tio. Tiba-tiba aja tadi dia jadi kayak gitu."

"Sebelumnya gak ada sakit apapun?"

Dara hanya menggelengkan kepalanya pelan. Matanya terlihat merah dan sembab.

"Ini Dara. Kamu minum dulu. Kamu tenang aja. Rara pasti baik-baik aja. Percayalah.."

Aku menyodorkan sebotol air mineral kepadanya dan dia langsung membuka lalu meminumnya. Setelah itu tangis Dara perlahan berhenti.

"Tio.. Maafin aku, jadi ngerepotin kamu malem-malem gini.."

"Ah, gak ngerepotin sama sekali kok.."

"Sebenernya.."

Ucapan Dara terhenti saat salah satu dokter keluar dari ruangan dan langsung menjumpai kami.

"Apa kalian keluarganya?", tanya dokter tersebut.

"Saya saudaranya, dok.. Saudara saya kenapa?", tanya Dara cemas.

"Saudara anda terkena Anemia Aplastik."

"Penyakit apa itu, dok?"

"Anemia Aplastik, ada juga yang menyebutnya Anemia Hipoplastik, adalah kondisi di mana sumsum tulang belakang tidak dapat memproduksi sel-sel darah yang baru. Hal ini dapat membahayakan nyawa si pasien."

Payung MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang