26 Februari 2002 05:40 AM
Aku terbangun dari tidurku, padahal aku berencana untuk bangun siang hari ini. Tiba-tiba jantungku terasa sedikit berdebar dengan tidak karuan. Aku seperti merasa akan ada hal buruk yang terjadi. Tapi aku membuang jauh-jauh pikiran itu. Mungkin aku kecapekan.
Aku meraih handphone di meja samping ranjangku. Aku melihat ada satu sms di layar handphoneku, dari nomor yang tidak kukenal...
Aku segera membuka sms tersebut karena aku penasaran siapa pengirimnya.
"Tio, ini nomorku. Rara."
Rara? Aku seperti tersambar petir melihat namanya di handphoneku. Aku mengusap-usap mataku karena aku takut salah membacanya. Aku meyakinkan diriku bahwa aku tidak salah.
"Iya Rara, makasih."
Hanya itu yang dapat kubalas. Aku hanya mengucapkan terima kasih hanya untuk sekedar basa basi.
26 Februari 2002 08:10 AM
Hari ini aku berniat untuk mengunjungi Sinta tanpa sepengetahuannya. Aku tidak memberitahunya kalau aku akan datang. Aku ingin membuat kejutan untuknya. Aku sudah bilang pada Ibuku kalau aku akan pergi ke tempat Sinta. Aku berencana untuk mengajaknya makan malam setelah jam kerjanya. Aku juga sudah menyiapkan seikat bunga mawar merah kesukaannya. Aku harap dia akan menyukai kejutan yang telah kurencanakan dengan matang.
Dengan segera, aku pergi menuju stasiun dan membeli tiket menuju kota tempat Sinta berada. Setelah jarum jam di jam tanganku menunjukkan angka 11, akhirnya keretaku pun tiba. Aku bergegas masuk ke dalamnya dan mencari tempat dudukku. Tak berselang lama, keretapun mulai berjalan. Membutuhkan waktu sekitar 4 jam untuk sampai ke kota di mana Sinta berada.
"Menempuh jarak yang tak dekat,
Melintasi pepohonan di atas sawah hijau,
Melihat awan bergerak lambat,
Di bawah langit yang jauh tuk dijangkau.
Kini sang surya di atas kepala,
Panas terik menembus jendela,
Seketika awan bersalut mendung,
Mencari rindu tiada terbendung."
26 Februari 2002 03:05 PM
Aku sudah tiba di kota tujuan. Awalnya aku berencana untuk mengunjungi Sinta di kantornya, namun aku mengurungkan niatku karena aku pikir aku hanya akan mengganggu pekerjaannya saja. Aku pun memutuskan untuk pergi ke rumah Sinta. Di sini Sinta hanya tinggal dengan kakak perempuannya. Ayah dan ibunya memutuskan untuk menetap di kampung halaman mereka, yang ada di luar pulau.
Aku menggunakan ojek untuk sampai ke tempat kediaman Sinta. Setelah 30 menit, aku sampai di depan pagar rumah Sinta. Rumah yang tidak terlalu besar namun rapi dan bersih. Aku membunyikan lonceng kecil yang ada di pagarnya berharap siapapun yang ada di dalam rumah dapat mendengarnya dan segera keluar.
Namun setelah kira-kira 15 menit, tidak ada seorangpun yang keluar. Mungkin kakaknya sedang pergi entah ke mana, karena setahuku kakaknya menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah mengerjakan pesanan bunga rangkai.
Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki ke warung kopi yang tak begitu jauh dari rumahnya. Aku memesan segelas kopi hitam yang manis dan pekat karena aku merasa sedikit mengantuk. Aku berharap kandungan kafein dalam kopi tersebut mampu membuat mataku terjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Merah
RomanceSebuah payung berwarna merah yang menjadi awal sebuah kisah percintaan cukup rumit yang dialami oleh seorang pemuda bernama Tio. Kehidupan percintaan Tio perlahan berubah semenjak kejadian di sebuah pagi yang diiringi oleh rintik hujan, bahkan ke d...