Protagonis atau Antagonis?

5.7K 1.5K 91
                                    

Yuhuuu!

Eike lagi rajin jadi hari gini udah apdet Ouia, dong.

Buat kalian yang lagi nyiapin buat sahur besok, nih, ditemenin sama ibu dan anak yang keren ini yak.

Cekidot.

******

Ouia menghela napas melihat Aurel yang cengar-cengir sendiri sambil memeriksa rekeningnya di ponsel. "Mami betulan minta duit sama Babeh?" tanyanya dengan nada menegur.

Aurel mengangguk."He'eh. Sama Om Nakula juga," sahutnya.

"Mi ... aku udah bilang sama Babeh kalo Mami itu punya harga diri tinggi dan enggak akan sembarangan nerima uang dari Babeh, loh. Kalo sekarang Mami minta uang sama Babeh bahkan dari Om Nakula juga, sama aja Mami mentahin omongan aku dong. Malu, Mi."

"Cuma mentahin omongan doang, Ou. Yang penting kan motor Mami cepet selesai dan Mami enggak harus keluar uang kebanyakan. Kalo mereka nolak juga Mami enggak pa-pa. kelewatan aja sih, temen baik kok nolak ngasih duit, padahal mereka mampu."

"Tapi minta uang dari orang-orang yang kata Mami punya kehidupan sendiri itu kan enggak etis, Mi. kalo mereka punya kebutuhan dan sebetulnya uang itu buat kebutuhan mereka, gimana? Mami selama ini selalu ngajarin aku untuk enggak pernah nyusahin orang, sekarang Mami malah nyusahin Babeh dan Om Nakula."

Aurel cengengesan. "Mami kan cuma minta sedikit, Ou, kepepet. Kalo udah kepepet, minta sama sahabat sendiri itu enggak salah. Lagian, dua-duanya kan lagi jomlo, enggak ada tanggungan juga."

"Mami ini ... orangtua mereka, bagaimana? Nenek dan kakek aku itu kan tanggungan mereka? Mungkin anggota keluarga mereka yang lain?"

Kali ini Aurel tersenyum manis. "Kamu kan juga anggota keluarga mereka, Ou. Kamu enggak ngerti, sih, buat mereka bisa ngasih Mami dan kamu itu pasti bikin mereka senang. Bukan beban."

"Ah ... itu pasti dalih Mami. Nanti aku aduin ke Oma dan Opa, lho."

Aurel mengusap kepala putrinya. "Iya, Mami enggak akan minta lagi, tapi enggak akan nolak juga kalau mereka kasih dengan ikhlas. Lagian, kalo kamu tanya ke Oma dan Opa dengan rinci, pasti mereka akan membenarkan Mami. Babeh kamu dan juga Om Nakula pasti enggak keberatan bisa bantu kita, sekalipun mungkin mereka bukan orang kaya. Karena, itu berarti kesempatan buat mereka untuk ikut ambil bagian dalam hidup kita, Ou."

Ouia terdiam. Mungkin Aurel benar, kedua pria itu sebetulnya pasti mencari cara untuk bisa terlibat dalam kehidupan mereka. Hanya saja, Ouia tidak ingin Aurel memberikan harapan palsu dan membuat salah satu atau bahkan keduanya patah hati.

****

Sadewa menatap wanita renta yang kini terlihat begitu rapuh itu dengan penyesalan menggunung. Ibunya terlihat begitu tua, lemah, dan berbeban berat. Begitu banyak masalah yang harus ditanggungnya, dan itu semua karena anak-anaknya. Kalau dulu Sadewa sempat merasa marah dan kecewa kepadanya, saat mengetahui semua kebenaran dan apa yang coba dilakukan sang ibu juga almarhum ayahnya demi dirinya, dia merasa sangat menyesal. Betapa dia telah menjadi anak durhaka yang tidak tahu diri.

Dengan dada sesak dan air mata yang tidak mampu ditahannya, dia pun jatuh berlutut di depan sang ibu, dan meraih tangannya untuk dicium. Seluruh kemarahan yang dipendamnya bertahun-tahun musnah sudah, ibunya terlalu lama menderita dan dia tidak ingin lagi menambah penderitaan itu.

"Dewa apa kabar, Nak?'

"Dewa baik, Ma. Maaf karena terlalu lama pergi."

"Mama yang minta maaf. Kalau bukan karena keegoisan Mama...."

"Ma, sudah. Kita semua salah, Dewa yang paling salah, dan Dewa bersyukur karena diberi kesempatan untuk menebus kesalahan itu, jadi tolong, jangan diungkit lagi, ya?"

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang