Persaingan Tahap Satu: 1 - 0

6.2K 1.5K 97
                                    

Yuhu!

Met hari Jumat! Gimana hati Jumat kalian? Ada rencana liburan? Nih, Cerita Ouia buat nemenin kalian ya.

Cekidot.

******

Ferdian duduk dengan canggung di sebelah Sadewa. Perasaannya tidak enak, apalagi setelah tahu siapa pria dengan wajah manis dan tenang itu. Di sisi lain, Sadewa susah payah menyembunyikan senyum gelinya melihat pria itu salah tingkah, dan tidak habis pikir melihat Aurel yang sudah menempatkan Ferdian di posisi sulit, malah sibuk berdiskusi dengan tiga bocah sahabat, Ouia, Boni, dan Said. Antusiasme membuatnya terlihat seperti bagian dari para remaja itu.

"Uhm ... jadi Anda dan karyawan di bawah Anda semua membantu melaporkan akun yang melakukan perundungan pada putri saya?" Sadewa mencoba membuka obrolan. "Itu sebabnya akun itu di-suspend?"

"Begitulah," sahut Ferdian canggung. Telinganya memerah mendengar Sadewa menyebut Ouia sebegai putrinya. Dalam hati dia menduga-duga, apakah pria itu ingin menegaskan posisinya sebagai ayah dari Ouia? Huh, ke mana saja dia kemarin?

"Terima kasih," ucap Sadewa tulus.

Ferdian tersenyum sinis. "Tidak perlu berterima kasih, saya memang berkewajiban untuk itu."

"Saya mengerti. Sebagai atasan Anda baik sekali."

Ferdian mendengkus. Dia semakin curiga, pasti Sadewa tengah menekankan posisi masing-masing. Dia adalah atasan Aurel, sedangkan pria itu adalah ayah dari anaknya. Menyebalkan.

Sadewa yang mengamati perubahan ekspresi Ferdian dan warna kulit wajahnya yang berganti-ganti seperti bunglon, menghela napas. Jangan-jangan pria ini berburuk sangka kepadanya. Kenapa kelihatannya dia memusuhi Sadewa? Bukankah mereka baru bertemu?

"Pak Manajer, enggak keberatan kalau kami minta tolong, kan?" Mendadak Aurel menoleh kepada Ferdian dan bertanya dengan antusias. Matanya yang indah membesar, membuatnya terlihat makin cantik dan berbinar.

Ferdian langsung tergagap, membuat Sadewa membuang muka sambil menahan senyum geli. Benar dugaannya, pria ini menyukai Aurel. Mungkin kadar sukanya sudah sampai tahap benar-benar suka. Apakah ... dia menganggap Sadewa sebagai saingan? Hm.

"Oh, boleh, Aurel. Saya bisa tolong apa?" tanya Ferdian sambil tersenyum lebar.

Ketiga bocah yang sedang berdiskusi pun saling berpandangan penuh pengertian. Jelas sang manajer tertarik pada ibunya Ouia, bahkan mereka yang masih bocah pun bisa melihatnya.

Aurel mengubah arah duduknya di lantai, dan menghadapi Ferdian. Ekspresinya sungguh-sungguh. "Bapak bersedia untuk menelepon si Siti ini, dan mengaku sebagai pengacara Sadewa? Jadi taktik anak-anak ini enggak ketahuan, gitu."

"Uhm ... apa yang harus saya katakan setelah mengaku sebagai pengacara Pak Sadewa?"

Aurel tersenyum lebar. "Sebentar, Pak," pintanya sambil menoleh pada Ouia. "Jelasin, Ou!"

Ouia menghela napas prihatin. Ibunya betul-betul tidak peka, kenapa justru Ouia yang harus menjelaskan padahal sang manajer terlihat jelas berharap Aurel yang bicara?

"Jadi begini, Pak. Bapak cukup mengatakan pada Mpok Siti, kalau dia tidak ingin kita mensomasi dia, maka harus dibuat sebuah surat permohonan maaf dengan meterai, dan dikirimkan langsung kepada Pak Sadewa."

"Apakah saya juga perlu mendampingi Pak Sadewa mendatangi dan menekan Bu Siti ini?" Ferdian bertanya antusias.

Said dan Boni berpandangan. Wah ... kenapa Pak Manajer malah kelihatan bersemangat?

Ouia menyadari hal yang sama dengan kedua sahabatnya, berdeham. "Hm, sebetulnya cukup lewat telepon saja, Pak. Berikan alamat siapa saja, boleh alamat Bapak atau Pak Sadewa sekarang, dan suruh Mpok Siti untuk mengirimkan via pos. Begitu," sahutnya.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang