Kami baik-baik saja

9.5K 2.2K 146
                                    

Yuhuuu... Met Senin sore!

Maap buat yang nungguin Lea-Alex, asli eike lagi gak ada hati buat nulis tentang mereka, makanya eike tampilin emak dan anak yang tangguh ini dulu ye. Maap juga eike gak bisa selalu jawab komen, karena alasan macem2 tapi terutama karena puyeng mikirin jawab apa, hehehe. Dah baca dulu deh.

Cekidot.

*******

Januari 2005

Elise memandang ke arah mana pun asalkan tidak pada wanita yang sedang terisak-isak di depannya. Rahangnya rapat, jemarinya terkepal, dan matanya mengerjap cepat menahan aliran yang hampir keluar.

"Mbak, tidak perlu sampai mengiba begini," katanya dengan suara bergetar. "Saya dan suami saya juga sadar, Sadewa masih sangat muda, bodoh kalau kami minta dia bertanggungjawab untuk sesuatu yang dia tak mengerti, jadi sebetulnya kalian tidak perlu mengungsikan dia jauh-jauh."

"Maaf, Elise," isak ibunda Sadewa. "Maafkan kami yang membuat kalian sekeluarga susah."

"Sudahlah, Mbak. Semua sudah telanjur, mau bagaimana lagi?"

Ibunda Sadewa menyeka air matanya. "Kami mengerti, kalian pasti kecewa dan marah, apalagi ... kami tidak segera menemui kalian dan meminta maaf, tapi malah mengungsikan Sadewa. Waktu itu kami ... kami terlalu takut dengan apa yang akan kami hadapi seandainya kami datang," akunya jujur.

Elise tersenyum pahit. "Memangnya kalian pikir, apa yang akan kalian hadapi kalau datang? Kami minta Sadewa menikahi Aurel untuk tanggung jawab, begitu?"

Ibunda Sadewa termangu sejenak, sebelum mengangguk ragu. "Iya. Sadewa baru empat belas tahun ... lima belas tahun beberapa bulan lagi, masa depannya akan hancur kalau dia menikah dengan Aurel. Makanya saya mengambil keputusan panik itu dan mengirimnya jauh. Tapi ... setelah beberapa waktu, saat hati saya mulai tenang, saya sadar kalau itu tidak bertanggung jawab. Makanya saya mencari kalian. Meski terlambat, saya ingin menebus kesalahan saya dan keluarga."

Elise mengangguk. "Baiklah. Saya dan keluarga menerima niat baik Mbak. Sekarang, bagaimana kalian akan menebus kesalahan kalian?" tanyanya. Ada nada tak percaya dalam kalimat yang diucapkan.

Ibunda Sadewa termangu. Dia sadar kalau Elise meragukan niat baiknya, dan dia mengerti kalau itu adalah konsekuensi tindakan impulsif melarikan putranya dari tanggung jawab. Namun, kedatangannya adalah atas dasar itikad baik, dan dia tidak ingin terus menerus dikejar rasa bersalah.

"Sebetulnya, saya ingin menawarkan pernikahan untuk Aurel. Tapi ... karena Sadewa masih kecil dan belum bisa menjadi kepala keluarga, makanya saya dan suami sepakat menggantikan peran Sadewa bagi Aurel. Kami akan bertanggung jawab sepenuhnya jika terjadi sesuatu pada Aurel, kalau dia ... kalau dia ... hamil misalnya. Kami akan merawat anak mereka dengan baik dan menggantikan posisi anak-anak itu menjadi orangtua bagi si bayi. Kalau saat mereka dewasa nanti memutuskan untuk bersama, maka kami akan serahkan keputusan pada keduanya."

Elise termangu. Dia mengalihkan pandangan pada suaminya yang terlihat pasrah. Berat, Elise menghela napas sebelum bicara.

"Terima kasih untuk solusinya, Mbak. Baiklah, kita akan bertanggung jawab bersama kalau terjadi sesuatu pada Aurel. Bayinya akan kita rawat sama-sama. Untuk pernikahan ... saya dan suami sependapat dengan Mbak. Aurel dan Sadewa masih kecil, masih belum mengerti tanggung jawab yang harus dipikul. Kita tidak boleh memaksa mereka masuk dalam sebuah pernikahan dan membuat mereka tertekan seumur hidup karena sebuah kewajiban. Biar mereka memutuskan saat dewasa nanti."

Ibunda Sadewa tersenyum berterima kasih karena Elise dan suaminya bersedia memberikan maaf mereka. Namun, saat dia pulang bersama suaminya, ternyata keadaan sama sekali tidak mendukung niatnya untuk ikut bertanggung jawab atas keadaan gadis kecil yang hidupnya berubah sebentar lagi.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang