Rencana Berikut

4.5K 737 57
                                    

Met Rabu Pagi!

Setelah susah payah bongkar pasang bab2 terakhir buat Neng Ouia, eike putusin apdet ini aje deh. So, enjoy yah.

Enjoy.

*****

Aurel menyesap teh hangatnya sambil memutar otak. Ada yang mencurigakan, tapi ... dia bingung. Bisa disebut mencurigakan, enggak, sih? Pertama, Sadewa jadi makin kelihatan beda, bukan cuma tambah ganteng dengan kacamatanya, ayah Ouia itu jadi makin terlihat dewasa dan memenuhi kriteria pria idaman. Setiap melihatnya sekarang, Aurel sulit membayangkan bocah culun cengeng yang plinplan seperti dulu.

Kedua, dan yang paling membuatnya jengkel. Kenapa sekarang dia jadi sering bertemu Sadewa? Ada saja kejadian yang sepertinya kebetulan, tapi entah mengapa, terkesan keseringan. Seperti ada yang mengatur agar dia dan Sadewa ada di tempat dan waktu yang sama terus menerus..

Itu membuatnya makin curiga. Mungkinkah Ouia ada di belakang semua itu? Apa Sadewa mengajarkan sesuatu kepada Ouia? Apa dia minta tolong untuk menjodohkan Aurel dengan Sadewa?

Kalau memang itu yang terjadi, berarti Ouia curang. Dia kan sudah janji untuk tidak memaksa Aurel menerima salah satu dari para pria itu? Meski ... Ouia juga enggak janji apa-apa soal bantu membantu salah satu dari mereka, sih. Kalau ujungnya Ouia membantu Sadewa yang nota bene adalah ayahnya, itu termasuk curang, enggak, sih?

"Mami udah mau jalan?" Ouia bertanya sambil membawa sebaskom kangkung yang baru dicucinya dan meletakkannya di meja.

Aurel tergagap. "Eh, iya Neng," jawabnya cepat. Buru-buru dia menghabiskan teh hangatnya, takut ketahuan kalau barusan dia sedang berpikir tentang sesuatu yang tidak boleh. Uhm ... boleh enggak sih mikir kayak tadi?

Aurel menggeleng-geleng, mengusir apa pun yang ada di kepalanya. Dia bangkit dan membawa gelas kosong ke wastafel dan mencucinya. Saat dia berbalik usai mengerjakan itu, tatapannya langsung beradu dengan Ouia yang sudah setinggi dia. Hampir saja Aurel menabrak putrinya.

"Elah, Ou. Bikin Mami kaget aja!" serunya.

Ouia tidak mengubah ekspresinya. "Mami lagi sering mikir, ya?" tanyanya dengan nada menyelidik.

Aurel langsung salah tingkah. "Eh ... uhm...."

"Enggak usah kebanyakan mikir, Mi. Kan Mami pernah bilang, mikir bikin Mami pusing? Mami itu tipe action, bukan thinking?"

Aurel berjengit. "Idih, Neng Ouia ngeremehin Mami, ya? Maksud Neng Ouia, Mami itu enggak bisa mikir?" tanyanya tak terima.

Ouia menatapnya datar. "Itu bukan opiniku, Mi. Kan Mami sendiri yang dulu pernah ngaku?" jawabnya kalem.

Aurel termangu. "Eh ... iya, ya?"

Ouia hanya mengangkat bahu. Dia kembali ke baskom kangkungnya, dan sekarang mulai mengiris bawang dan bahan lain untuk bumbu. "Jangan lupa, Mi, nanti mampir ke tempat Babeh, ambil masker sama sanitizer yang katanya udah disisihin buat kita."

Aurel menegak waspada. "Harus banget nih, Mami ke situ, Ou?" tanyanya menguji.

Ouia bergeming. "Sekalian lewat, Mi. Kalo Mami enggak bisa, ya, enggak pa-pa, nanti aku yang pergi. Cuma ... aslinya sih aku ada jadwal belajar bareng Said dan Boni, tapi ... in case Mami capek, ya udah."

Aurel mengerjap cepat. Ouia enggak ngotot atau maksa ... berarti ....

"Jangan lupa chat kalo Mami enggak bisa, ya? Biar aku ke sananya enggak kesorean."

Aurel mengangguk ragu. "Mami jalan ya, Ou," pamitnya.

"Pelukan dulu atuh, Mi. Mami lupa mulu, nih." Ouia merengut.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang