Syarat dari Ouia

6.4K 1.4K 106
                                    

Met sore epribadeh!

Siapa yang udah nungguin Ouia, Aurel, dan kembar yang sama-sama suka sama maminya Ouia? So, silakan dibaca yah. Jangan lupa, vote dan komen kalian itu penyemangat eike loh.

Enjoy.

**********

Ouia duduk di depan televisi yang menayangkan sebuah sinetron yang sepertinya diikuti sang nenek dengan teratur. Ouia sendiri menonton sinetron terakhir kali adalah saat dia tinggal dengan Oma Elise dan Opa Robert, jadi sudah cukup lama. Makanya, sekarang ini tidak satu pun artis yang berakting di situ dikenalnya.

"Ou ... apa kamu dan mama kamu hidup dengan baik? Apa kalian bisa makan teratur?" tanya neneknya sambil menatap televisi. Meski kelihatannya menonton, Ouia tahu kalau sang nenek sebetulnya sedang menahan perasaan. Mata tuanya terlihat basah.

"Cukup baik, Eyang," jawabnya, bijak untuk tidak terlalu mengungkap apa yang dialaminya selama ini, ketika banyak orang menyebutnya anak haram dari perempuan nakal.

"Apa kalian ... pernah mengalami ... perundungan? Apa pernah ada yang melecehkan mama kamu karena punya anak di usia muda? Apa kamu pernah mengalaminya? Dihina orang?" Neneknya kembali bertanya dengan suara gemetar.

Ouia termangu. Dia melihat bahu yang nenek yang bergetar dan merasa tak tega. Pasti sang nenek sedang merasa bersalah, dan untuk usianya, mengalami kondisi emosional seperti itu jelas tidak baik. Ouia pun mengulurkan tangan dan meraih jemari neneknya.

"Ou dan Mami sudah baik-baik saja sekarang, Eyang. Jangan khawatir," katanya.

Neneknya menoleh dan menatapnya. "Ah ... cucu Eyang," katanya penuh haru. "Kenapa justru kamu yang menghibur Eyang? Padahal ...."

"Eyang enggak usah memikirkan terlalu dalam, nanti sakit. Lebih baik Eyang selalu jaga kesehatan dan berpikir hal-hal yang menyenangkan saja. Pikirkan saja, kapan Eyang mau main ke rumah, atau ... kapan Ou dan Mami bisa main lagi ke sini. Oh ... kabar baik buat Eyang, Ou kemungkinan akan ikut kelas akselerasi di SMA nanti, jadi enggak akan merepotkan Mami lama-lama."

Neneknya mengusap kepalanya, sayang. "Kamu dewasa sekali. Cara kamu bicara, kenapa mirip dengan Ses Elise?"

Ouia mengerutkan kening. "Kalau kata Mami, Ou malah mirip dengan Babeh?"

Neneknya ikut mengerutkan kening. "Babeh?"

Ouia mengangguk. "Kata Mami, dari kecil Babeh kalau bicara itu seperti orang dewasa, sayang, dia cengeng. Begitu."

Neneknya mengangguk-angguk. "Oh, maksud kamu papa kamu, Sadewa?"

"Iya."

Neneknya tercenung sejenak. "Kenapa kamu memanggil papa kamu babeh?"

"Karena menurut Ouia, aku belum layak dipanggil papi. Statusku belum jelas, Ma." Tiba-tiba saja Sadewa sudah ada di situ, menimbrung seraya duduk di sebelah Ouia.

Neneknya Ouia melongo. "Kenapa status papa kamu belum jelas, Ou? Maksudnya apa?"

Ekspresi Ouia terlihat serba salah, tetapi Sadewa malah mengusap kepalanya penuh sayang.

"Karena aku sudah hidup dalam kebencian yang enggak berguna, dan menutup mata pada hal yang seharusnya bisa kulihat sejak usiaku beranjak dewasa. Menurut Ouia, harusnya aku sudah mampu berpikir apa konsekuensi perbuatanku di masa lalu dan tidak boleh menyalahkan siapa pun untuk ketidaktahuanku."

Nenek Ouia terkejut lalu menatap cucunya yang makin gelisah. "Ou ... apa kamu tahu kalau papa kamu tidak tahu soal kehadiran kamu karena kesalahan Eyang?" tanyanya.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang