Babeh

9.5K 2.3K 284
                                    

Met Selasa pagi!

Aurel dan Ouia hadir lebih cepet dari jadwal nih, buat menghibur kalian di Selasa yang mendung ini. Tetap semangat, ya, jangan mau kalah sama ibu tunggal yang perkasa dan anaknya yang bijak ini.

Selamat membaca (kayak di kotak berkat ... he-he-he)

*******

Desember 2004

Elise menutup koper besar terakhir berisi pakaian Aurel, lalu berbalik dan menatap putrinya yang masih cemberut di atas ranjang. Gadis manis yang tomboi dan keras kepala itu masih tidak terima saat ibunya bilang akan pindah. Dia sudah kerasan di sini dan tidak mau meninggalkan sekolah serta dua sahabatnya.

"Ayo, Rel. Keburu pikapnya datang," kata Elise. Wajahnya lelah dengan kantong mata yang kehitaman.

Aurel memeluk bantalnya. "Aku enggak mau pergi, Ma. Aku enggak mau pindah sekolah, enggak mau cari temen lagi, males!" katanya kesal. Mulutnya mengerucut, sementara pipinya menggembung.

Elise menghela napas. "Aurel, apa yang Mama dan Papa kerjakan itu untuk kebaikan kamu. Kita tidak bisa tinggal di sini lagi setelah ... setelah ... kamu dan Dewa berbuat begitu," jelasnya, entah untuk berapa kalinya.

Wajah Aurel memerah. Ingatannya kembali pada saat dia dan Sadewa dipergoki ibunda Sadewa sedang melakukan perbuatan yang salah itu. Sampai saat ini dia masih belum berani bertemu Sadewa karena malu, tapi ... bukan berarti dia ingin pergi jauh dari dua sahabatnya.

"Aku tahu, aku dan Sadewa salah, Ma. Tapi ... apa aku enggak bisa minta maaf dan janji enggak akan ngulang lagi aja? Suer! Aku enggak akan ngerjain hal itu lagi, deh. Lagian ... itu kan sakit juga, bikin malu ... aku enggak mau, aku nyesel, kok," katanya lirih.

Elise mengerjap, berusaha mengusir air matanya. "Enggak akan ngulang itu sudah pasti, Mama tidak akan melepaskan pengawasan mulai sekarang. Tapi itu enggak cukup. Cepat siap-siap, kita harus pergi sebelum ada orang lain tahu."

"Memangnya kenapa harus kabur, sih? Aku bingung, deh. Kesannya kayak aku sama Dewa sudah ngerampok aja. Kita kan cuma bikin malu aja."

Elise mengerjap, tak urung, butir bening air matanya bergulir cepat tak tertahan. Aurel langsung tertegun melihatnya.

"Yang kamu lakukan konsekuensinya lebih berat buat kamu daripada merampok, Aurel," kata Elise sambil bergegas menghapus air matanya. "Kamu bisa saja ... bisa saja ...."

"Bisa aja apa?"

Elise termangu sejenak. Menimbang sebelum kemudian memutuskan. "Aurel ... apa yang Mama jelaskan mungkin sedikit ... membuat enggak nyaman, tapi dengarkan baik-baik, karena Mama enggak akan sanggup mengulang. Ini tabu dan bikin malu sekali."

Aurel menegakkan duduknya. "Ya sudah, kasih tahu aku."

Kalimat demi kalimat pun bergulir, dan selang beberapa waktu, Aurel pun hanya bisa termangu sambil memikirkan betapa besar kesalahan yang diperbuatnya, serta betapa sulit jalan yang akan dijalaninya nanti.

*********
November 2020

"Bye, Ouia. Kami pulang dulu."

"Mpok Ouia jangan kangen, ye? Kite pan ketemu lagi besok. Aw!" Said membelalak pada Boni yang barusan memukul kepalanya. "Woi! Gini-gini masih kepale, nih, lo kate kelape?"

Boni menghela napas sebal. "Kamu itu kan tahu kalau Tante Aurel orangnya paranoid? Bercanda seperti itu bisa saja disalahartikan dan lagi-lagi kita akan dicurigai akan menghamili Ouia, Said."

Said membulatkan bibirnya. "Eh ... iye. Ngapa gue pilon ye?"

Ouia cengengesan. "Udah, ah. Gak usah debat. Pulang deh, kalian. Daripada dicariin sama nyokap kalian?"

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang