Zaid dengan rusuh mengeluarkan seluruh isi lokernya, hingga isi lokernya memenuhi meja. Isi loker yang sebagian besar adalah kertas bertumpuk tidak rapih.
Zaid terdiam, mengacak rambut coklatnya. "Duh, aku simpan dimana ya. Di tas juga tidak ada deh."
"Zaid cari sesuatu?" Hunain tiba-tiba datang menghampiri, masih dengan rambut basah. Sepertinya baru selesai mandi.
"Ah, iya. Aku cari naskah pidatoku, kliping tiga lembar. Kamu lihat tidak?" Tanya Zaid, berharap Hunain tahu.
"Ahh! Ya, aku tahu! Tunggu sebentar ya." Hunain tersenyum, membuka loker miliknya.
"Ah terima kasih, Hun!" Zaid benar-benar merasa terselamatkan.
Sore ini ada pertemuan ekskul public speaking untuk membahas naskah milik masing-masing. Zaid memang sudah mempersiapkan naskah itu jauh-jauh hari justru lupa dimana menyimpannya. Untunglah ada Hunain yang menjadi penyelamat di saat-saat terakhir.
"Yap, ini naskah yang kamu cari." Hunain menyerahkan naskah itu, mendarat di tangan Zaid dengan selamat.
"Wah, naskahku! Kukira dia jatuh di jalan. Kamu menemukan naskahnya dimana, Hun?" Zaid memeluk naskahnya perlahan, agar tidak terlipat dan tetap rapih.
"Oh, aku melihatnya ada di bawah kasurmu. Jadi kuselamatkan, untuknya masih bersih. Aku ingin letakkan di lokermu, tapi kulihat lokermu sudah penuh. Jadi aku simpan di lokerku, kebetulan lokerku masih muat." Jelas Hunain, memperlihatkan isi lokernya yang sedikit dan tersusun rapih.
"Ahaha.. begitu ya." Zaid tertawa hambar, dia merasa tertampar mengingat lokernya yang penuh dan jauh dari kata rapih.
Habisnya mau bagaimana lagi, lokerku di madrasah juga hampir penuh. Hmm, orang lain itu menyimpan barangnya dimana sih? Kenapa loker mereka tidak sepenuh lokerku. Pikir Zaid.
"Eh, aku hampir terlambat. Sudah dulu ya, Hun. Aku mau ekskul dulu. Assalamu'alaikum!" Zaid membawa naskahnya berlari keluar kamar.
Hunain mengangguk. "Okay. Wa'alaikumussalam!"
Zaid berlari dengan tergesa-gesa, membuat beberapa orang yang dilewatinya memperhatikannya. Saat melewati kantin, Zaid menabrak seseorang sampai orang itu terjatuh. Zaid pun berbalik untuk menghampiri orang itu.
"Maaf! Sungguh tadi aku tidak sengaja, aku sedang terburu-buru. Ah, ya ampun!" Zaid menutup mulutnya, terkejut. Pasalnya, kakinya sampai copot. Terlepas dari tubuhnya, seperti di film-film.
"Ah, tidak apa-apa kok. Pfft!" sekarang orang itu malah terlihat menahan tawanya.
"Ma-maaf.. pasti sakit sekali ya? Ta-tapi bagaimana bisa kakimu terlepas begitu?" Zaid dengan ekspresi takutnya masih terus memandangi kaki yang copot itu.
"Aduh, aku ingin tertawa. Aku sungguh tidak apa-apa kok." Orang itu terlihat susah payah menahan tawanya.
"Bay! Kau dimana? Ini telur puyuh tusuk pesananmu." Eyad berteriak mencari Bay.
"Eyad! Aku disini!" Orang itu yang ternyata Bay melambaikan tangan pada Eyad.
"Bay? Zaid?" Eyad ikut berjongkok, merasa ada sesuatu diantara mereka.
"I-i-itu.." Saking paniknya, Zaid sampai kesulitan memilih kata-kata. Dia baru saja berteman dengan Bay dan sudah membuat masalah membuat Zaid tidak enak hati.
"Zaid tidak sengaja menabrakku dan terjatuh." Bay menjelaskannya sambil tersenyum, tidak ada kekesalan padanya.
Eyad hanya mengangguk sambil ber-oh pendek, tidak mempermasalahkannya lebih lanjut. Lalu Eyad membantu Bay memasangkan kaki itu kembali seperti semula. Membuat Zaid semakin bingung dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Şaghirul Mujahidun
RandomKata orang, pondok pesantren adalah tempat yang membosankan lagi menyeramkan. Tapi hal itu tidak berlaku di Pondok Pesantren Al Hijr, terlebih lagi di kamar Salahudin Al Ayyubi. Kamar unik yang dihuni 8 lelaki dengan berbagai sifat. Ragam sifat yang...