( ٣ ) Ujian Mental

38 11 16
                                    

Zaid menarik nafas panjang, sementara Hunain melihat pintu ke kantor sekretariat keamanan dengan tatapan takut seperti ada aura menyeramkan terpancar di sekitarnya. Baik Zaid maupun Hunain tidak menyangka bahwa harus memasuki pintu ini di hari pertama sekolah. Mereka seketika merasa menjadi anak paling nakal di sekolah.

"Assalamu'alaykum.."

"Wa'alaykummussalam warahmatullah. Udkhul!"

Zaid dan Hunain merasa tidak berdaya begitu mereka harus memulai langkah pertama mereka di kantor ini. Rasanya begitu tidak menyenangkan.

Ada empat anak lain yang sudah ada di dalam. Keduanya nampak masih kelas 1 sama seperti mereka dan hanya duduk menunduk lagi menunggu yang lain.

Zaid menghela nafas. Pasrah sudah mereka duduk di dalam kantor itu mengingat bahwa kasus mereka terjadi hanya karena sekedar tersasar tidak lebih dari itu.

"Uqta? Hairi?"

Zaid dan Hunain menengok mendengar suara khas itu. Hanya ada satu orang yang biasa memanggil mereka dengan nama belakang.

"Haidar!" Bisik Zaid, sementara mata Hunain membulat melihat sosok itu di sini. Antara terkejut dan malu berpapasan di sini.

"Kenapa Kalian bisa berada di sini?" Bisik Haidar.

"Mereka tidak mengikuti sholat tahajud tadi pagi." Seorang Mudabbir datang dari ruangan lain.

"Ah.. begitu.." Haidar tersenyum aneh, takut melontarkan komentar yang salah.

"Mulai hari ini sampai satu minggu kedepan kalian harus membersihkan area asrama dan sekitarnya, berikut kamar mandinya. Setiap sore, silahkan ambil peralatan bersih-bersih disini dan mengembalikannya jika sudah selesai. Dan ditambah lagi menghafalkan 30 hadits yang harus disetorkan kepadaku akhir minggu ini. Fahimtum?"

"Fahimnaa."

"Sekarang, kalian boleh keluar. Silahkan dimulai bersih-bersihnya." ucapnya masih dengan penekanan setiap penggalan katanya.

Satu persatu dari mereka mulai melangkah keluar, termasuk Zaid dan Hunain. Haidar terkekeh pelan melihat kawannya yang begitu khas dengan tatapan tajamnya.

"Kayfa haluka?" Tanya Haidar dengan nada candaan, bermaksud untuk meredakan emosinya.

"Mereka itu loh, masih juga hari pertama sudah berani melanggar peraturan. Bagaimana kalau seterusnya coba?" Ujarnya dengan nada geram.

"Hush, kamu jangan suudzhon dulu makanya. Mereka 'kan sama sekali tidak memberitahu alasan mereka sampai absen tahajud begitu. Siapa tahu mereka absen karena sarungnya hilang?"

"Kok.. kamu malah sindir aku sih?" Tanyanya, menyerang Haidar dengan tatapan tajam.

Haidar menahan tawa. "Memangnya kamu pernah seperti itu?"

"Ya.. pernah." Sedikit menyesal dia telah berkata seperti itu. Namun mau bagaimana lagi, berbohong juga bukan pilihan yang bagus.

Haidar melanjutkan tawanya sampai puas. "Maaf. Tapi sungguh aku gak bermaksud lho, Ghan."

Haidar menepuk pundak Ghani, ketua para mudabbir yang kini bermuka masam karena diledek oleh wakilnya. Masih terkekeh.

🕌 🕌 🕌

"Astagfirullahal 'adzhim.." gumam Hunain dan Zaid nyaris bersamaan.

Mereka hari ini mendapat tugas untuk membersihka area sekitar kantin. Banyak sekali daun kering yang berserakan di sana seakan mendukung Zaid dan Hunain untuk terus membersihkan area itu.

Şaghirul MujahidunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang