Kanvas besar itu bewarna-warni. Terlihat indah dengan huruf hijaiyah yanh melekuk indah. Tak lupa dengan beragam harakat, mulai dari fathah hingga dhomah. Kanvas dengan masing-masing sisi sepanjang lebih dari satu meter itu adalah projek besar tim kaligrafi.
Lafadz Allah terlihat agung disana, dengan sembilan puluh sembilan nama yang maha indah sempurna mengelilinginya. Hanya tinggal sentuhan terakhir, karya bersama awal tahun ini akan dinyatakan selesai.
"Sudah hampir selesai nih. Tapi sayang, jadwal eskul sudah hampir selesai. Ada yang berbaik hati mau menyelesaikannya?" Ujar Leader kaligrafi itu.
Semuanya tak terkecuali Hunain hanya diam. Saling melempar tatap. Bahkan untuk senior-senior aktif, mereka memilih bungkam lantaran padatnya jadwal awal tahun. Ini adalah proyek pertama Hunain di tim kaligrafi, dia belum yakin untuk mengemban amanat besar itu.
"Sepertinya aku mau memberikan tanggung jawab ini pada anak baru." Jelasnya, menoleh ke deretan anak baru. Para senior, mengangguk antusias. Sebagian besar mendukung.
Berbeda dengan anak kelas satu yang rasanya nyalinya semakin ciut. Tersenyum aneh, sambil menggeleng pelan. Menolak dengan halus.
"E-eh, kenapa? Kami sungguh mempercayai kalian kok. Kami yakin karena kalian memiliki skill yang bagus di bagian kalian tadi." Gelagapan, ketua itu berusaha menjelaskan alasannya. Takut disangka seenaknya melempar tugas pada junior.
Lagi-lagi para senior mengangguk dan membenarkan, meski maksud yang dimiliki mereka lain dengan maksud ketua. Dan reaksi anak kelas satu pun masih sama, menolak sehalus mungkin.
Sang ketua menyapu pandangnya. Melihat satu per satu anggota barunya. Kali ini, para junior yang baru menetas itu membuang pandang ke sembarang arah. Menunduk, menengok, adapun yang pura-pura sibuk membersihkan filbert brush-nya.
"Hunain."
Hunain yang tadi menunduk refleks terangkat bahunya. Perlahan menangkat wajahnya. Tersenyum kaku. "Y-yes?"
"Line art kamu bagus. Rapih dan jelas. Kamu yang finishing ya? Bisa 'kan?" Pinta ketua lembut.
Hunain tertawa pelan. Dia paling tidak bisa menolak jika sudah begini ceritanya. Apalagi kali ini ketua langsung yang menintanya.
Hunain tersenyum pasrah. "I'll do my best, guys."
🕌 🕌 🕌
Hari ini, hunain tidak memiliki jadwal untuk dilakukan di waktu sore. Dia membuka sepaket kuas miliknya, mengambil rigger brush-nya. Di tengah taman yang sepi, dia mulai menyelesaikan tahap akhir lukisan itu.
Dengan wajah seriusnya, kuas kecil itu seakan menari indah di atas kanvas. Memperjelas garis serta beberapa bagian, memperkuat karakter dari kaligrafi indah itu. Semilir angin bahkan seperti mendukungnya. Sesekali terhalangi pandangnya, karena rambut tipisnya itu dibuat berantakan oleh terpaan angin.
"Hunain!"
Hunain refleks istigfar, membuat kuasnya terjatuh. Salman, sang pelaku, terkekeh pelan. Menghaturkan kata maaf. Mengambil posisi duduk di samping Hunain.
"Wah, lukisannya bagus! Dan besar sekali. Kamu mengerjakan ini sendiri?" Ujar Salman dengan tatapan kagum. Dia adalah penikmat kaligrafi sejak lama.
Hunain menggeleng. "Semua anggota tim ambil bagian."
Salman masih sibuk mengaguminya. Mulai memperhatikan detail kaligrafi yang artistik namun tetap kalem. Pemilihan warnanya pun pas. Salman tak ragu menilai lukisan ini sempurna. "Berapa lama ini buatnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Şaghirul Mujahidun
De TodoKata orang, pondok pesantren adalah tempat yang membosankan lagi menyeramkan. Tapi hal itu tidak berlaku di Pondok Pesantren Al Hijr, terlebih lagi di kamar Salahudin Al Ayyubi. Kamar unik yang dihuni 8 lelaki dengan berbagai sifat. Ragam sifat yang...