( ١٤ ) Bermalam Bersama Kuas

25 10 3
                                    

"Assalamu'alaikum"

Faris dan Mehmed menjawab salamnya pelan. Sosok bertubuh tinggi itu masuk. Menghiraukan desahan kecewa dari Mehmed dan Faris. Sepertinya dia benar-benar tidak mendengarkan mereka berdua, menganggap seluruh temannya sudah terlelap.

Haidar memasuki kamar mandi dengan alas kaki, mengambil wudhu sebelum tidur. Setelah itu dia menghempaskan tubuhnya ke kasur tipis itu, tidak sadar bahwa kasur di sebelahnya kosong.

"Dar. Hunain 'kan belum kembali." Ucap Mehmed hati-hati.

Tidak ada jawaban. Haidar sudah tidur. Tanpa sadar bahwa ada dua temannya yang masih terjaga. Tanpa sadar bahwa seorang kawannya belum juga kembali.

Faris dan Mehmed bertukar tatap, masih dengan rasa khawatir yang ditahan masing-masing.

"Biarlah. Yang ada nanti dia ikut terjaga kalau tahu."

"Hunain belum juga kembali.." keluh Faris. Semua perasaan campur aduk itu membuatnya tidak nyaman.

"Apa.. ini ada hubungannya dengan apa yang kita lakukan tadi?" Tanya Mehmed. Justru, membuat mereka semakin gusar.

🕌 🕌 🕌

Banyak gelas berserakan disana-sini. Kerak coklat ada di setiap gelasnya, entah itu bekas kopi atau coklat panas. Semuanya sudah tandas.

Para senior akhirnya izin tidak membantu dan kembali ke asrama, diakibatkan tugas menumpuk. Alhasil, Thariq dan anak kelas satu sampai tiga saja yang menetap. Kerja keras demi satu lukisan berukuran cukup besar.

Mana lagi inilah kaligrafi, dimana semua lekukan rumit digambarkan mendetail. Hunain masih bekerja keras menggambar line art, meski fokusnya sudah tidak sebaik biasanya akibat kelelahan.

"Ayo istirahat dulu sejenak." Ucap Thariq, duduk di samping Hunain.

"Sekarang sudah jam berapa, Kak?" Dengan matanya yang kelelahan, dia menengok sedikit. Bahkan suaranya terdengar semakin pelan dari biasanya.

"Sudah hampir tengah malam. Dan sejak tadi kamu belum istirahat, kamu bahkan tidak makan malam." Thariq sendiri, sebenarnya kelelahan. Mengatur hampir dua puluhan anak di malam selarut ini bukanlah hal mudah.

Sementara beberapa anak sudah izin untuk kembali duluan setelah menyelesaikan bagiannya. Walaupun sebagian lainnya bersikukuh menunggu sampai lukisan selesai. Meski akhirnya semuanya tertidur di lantai, menyisakan Hunain dan Thariq.

Hunain tersenyum tipis. Dia masih berusaha kuat meski rasanya pertahanan tubuhnya sudah hampir diambang batas. "Alhamdulillah. Ini sudah selesai, Kak."

Thariq memperhatikan lukisan itu secara seksama. Lukisan itu terlihat lebih indah dari yang sebelumnya. Ini berkat Hunain, yang mengerjakan setidaknya lebih dari dua puluh lima persen.

"Alhamdulillah. Kamu bantu saya isi surat untuk administrasi ya. Biar saya yang bereskan lukisannya." Thariq menyodorkan selembar kertas dengan sebuah pulpen.

Hunain mengangguk dengan bibirnya yang sedikit lebih pucat. Mengisi surat pernyataan itu, yang menyatakan partisipasi mereka dalam acara maulid nabi.

Mulai mengisi lembaran tersebut. Baru saja terisi sedikit, kepalanya berdenyut pelan. Sakit kepala yang tidak diinginkan datang menghampiri.

Sejenak dia mengistirahatkan diri, merebahkan diri sejanak. Menghela nafas. Sepertinya tak ada salahnya istirahat lima menit. Karena saat ini.. matanya sungguh berat sekali.

🕌 🕌 🕌

"Qumta, Hunain."

Hunain berusaha membuka matanya yang masih terasa begitu berat. Rasanya dia baru saja beristirahat sebentar. Dia bangun dengan sedikit terpaksa.

Şaghirul MujahidunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang