🔴⚪ Suka yang Gak Wajar

1K 103 3
                                    

Setelah perkenalannya yang terlampau singkat tadi, kelas pun dimulai. Nggak banyak yang tanya-tanya dia, soalnya kan sering dikenalin Jerome. Otsuka juga kelihatan gak banyak bicara, jadi banyak yang segan pas mau ajak dia ngomong.

Tau Otsuka duduk di mana? Di depanku. OMG!! Rasanya tuh mau meluk bahunya dari belakang gitu loh, terus aku nyandarin kepala di bahunya. Aaaa! Otsuka kok damage-nya gini banget ya ke aku. Perasaan liatnya cuma di internet selama ini.

Aku inget banget kalo tadi jantung ini gak berhenti berdetak cepat pas Otsuka jalan dengan kalem dan tersenyum ke aku sekilas sebelum dia duduk. Sialan!

"Alright. Otsuka, please have a seat in front of Susanti."

"Susanti?"

Entah kenapa pas dia nanya kayak gitu aku langsung ngerasa down. Namaku ini emang pasaran banget, mana suka diledekin lagi sama si ketua kelas, Ehsan.

Emang ada apa coba? Apa yang salah dengan nama Susanti?

Otsuka kelihatan bingung. Mr. Ardy pun menunjuk aku. Aku?!

Jadi duta shampo lain?!

G.

Aku tersenyum canggung. "A–Aku Susanti," kemudian menunjuk bangku kosong di depanku dengan malu-malu. "Mungkin maksudnya Mr. Ardy, kamu duduk di sini."

"Ya, betul," Sahut Mr. Ardy.

Dari samping kanan, kiri, dan belakangku mulai terdengar bisikan setan. Hh, siapa lagi kalo bukan ketiga sahabatku? Aku berusaha mengabaikan mereka saat Otsuka mulai berjalan ke arahku. Eh, maksudnya kursi di depan ini. Anjir, ngarep banget mba.

Dia tersenyum kecil, kemudian berucap dengan cara yang paling soft, "Terima kassih."

Pengucapannya masih terbata, tapi sukses bikin aku hampir kejang-kejang sendiri di tempat.

'CUTEEE BANGETT YA LORDDD!!'

Dan beginilah, sisa kelas aku habiskan dengan membayang-bayangi momen manis yang seandainya bisa aku lakukan bersama Otsuka, meskipun kenyataannya dia bakal balik nggak lama lagi.

Ya iyalah, sebulan sekampus bahkan sekelas sama Otsuka mana cukup! Setahun baru bisa ditolerir. Selamanya? Emm– tunggu dia bertemu orang tuaku dulu, deh. Hehehe.

"Baik, kelas selesai. Silahkan bubar. Selamat pagi," Mr. Ardy mengatakannya dalam satu hembusan nafas, lalu keluar dari kelas begitu saja.

Semua menjawab. "PAGI, PAKK!"

Begitu dosen keluar, banyak orang langsung mengerubungi Otsuka dan beberapa yang tidak tertarik langsung keluar kelas.

Aku juga begitu ingin mengajak Otsuka bicara, tapi apa daya. Ditatap matanya aja udah lengser duluan ini jiwa, gimana diajak ngomong?

Otsuka ganteng banget.

Berkali-kali aku mengucapkan itu dalam hati. Apalagi setelah dia potong rambut. Image cool boy dia tuh makin menguar ke permukaan.

"Woy! Bengong baè! Itu ajakin ngomong Otsukanya mumpung udah gak padet lagi." Padet di sini maksudnya adalah penuh. Emang gak pernah jelas bahasanya si Dindong.

Aku menggeleng pelan. Entahlah rasanya takut aja gitu. Aku memilih untuk bangun dari duduk dan hendak berjalan ke pintu kelas.

"Loh, loh. Mau ke mana?!" Aisyah memanggilku yang melengos begitu saja.

Aku membalik, "Pengin ke perpustakaan dulu. Mau langsung kerjain tugas aja."

"Ooh, ya udah. Nanti gue nyontek, ya.WA aja kalo udah." Kata Aisyah kelewat santai. Aku sendiri tidak ambil pusing dan hanya mengangguk.

Entah kenapa pergi ke perpus malah terasa seperti perjalanan panjang ke negeri orang. Aku hendak menatap Otsuka untuk yang terakhir kalinya. Karena setelah di dalam perpus, aku yakin nggak akan balik lagi ke sini. Tempatnya nyaman banget abisan.

Aku mengangkat kepala pelan dan tanpa kusangka Otsuka ternyata sedang melihat ke arahku. Cewek yang lagi ngajak ngobrol di depannya bahkan nggak terlalu dia perhatikan.

Merasa aku akan segera menjadi butiran debu, aku buru-buru menampilkan senyum terbaik sebelum berjalan cepat menuju perpus.

Aku bergumam. "Cakepnya edan banget, anjir."

Pada titik ini, perasaanku kayaknya bukan hanya sekedar mengagumi dia sebagai teman Jerome yang ganteng– seperti apa yang Aisyah, Dinda, dan Sarah lakukan. Mungkin ini lebih ke.. Suka?

Sukanya bukan suka biasa, tapi udah suka banget. Sampe-sampe aku pengin kenal dia lebih jauh, lebih dekat, bahkan lebih dari sekedar teman kalau bisa.

Kepalaku otomatis menggeleng untuk mengusir khayalan sialan itu.

"Bisa galau tiap hari gue kalau gini caranya."

Aku berjalan lebih cepat lagi menyusuri jalan ke perpustakaan. Aku gak bisa mikirin dia terus.

Fokus, woy! Fokus!

Tbc

Otsuka || Indonesia {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang