🔴⚪ Bingung

353 56 4
                                    

Duh, kayaknya salah milih film deh. Atau lebih tepatnya mungkin salah milih kegiatan. Mending gak usah nonton film aja sekalian kalau jadi gini akhirnya :)

Aku dan Otsuka milih judul film secara acak, di mana kita sama sekali gak baca sinopsis atau blurbnya dulu. Asal pencet aja gitu. Eh, jalan ceritanya malah kayak lagi nyindir kisah kami berdua.

Judul filmnya THE DISTANCE atau dalam bahasa Indonesia berarti jarak, kejauhan. Bergenre love and drama. Durasi film sekitar satu jam dan sukses bikin kami berdua bungkam sepanjang pertengahan film sampai akhir.

Film tersebut memiliki tokoh utama bernama Gala dan Gadis. Takdir mempertemukan keduanya di kedai es krim di salah satu sisi negara Belgia dan dari situlah semuanya dimulai. Sekitar tiga bulan menjalin hubungan asmara, pada satu hari Gala mendapat panggilan untuk penerbangan pertamanya setelah masa hiatus. Yang mana baru diketahui bahwa keberadaannya di Belgia bukan karena dia tinggal di sana, tetapi sedang menjalani liburan selama enam bulan sebelum kembali bekerja sebagai pilot di maskapai penerbangan Indonesia.

Gadis tentu saja merasa kaget dengan apa yang baru dia dengar dari penjelasan Gala karena itu artinya akan ada jarak yang sangat jauh yang membentang di antara jalinan kasih mereka berdua. Dan dari situlah perjuangan cinta mereka dimulai, banyak cobaan dan godaan yang mencoba untuk menghancurkan hubungan keduanya. Namun, kepercayaan merupakan kunci utamanya.

Sayangnya, film tersebut.. sad ending. Karena kesibukan dan ketidakpastian Gala, Gadis akhirnya memilih untuk mengakhiri hubungan mereka lalu mengikuti perkataan orang tuanya untuk dijodohkan dengan laki-laki pilihan mereka. Gala menerimanya, akan tetapi sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu.

Aku berkaca kepada hubunganku dan Otsuka. Keadaan kami hampir sama dengan yang ada di film tadi. Otsuka ke sini hanya karena mengikuti program pertukaran pelajar dari universitasnya di Jepang. Jika diingat-ingat, nggak lama lagi juga dia bakal pulang. Tepatnya dua minggu lagi, setelah kami selesai UTS di sini.

Aku.. Jujur aku gak tau harus gimana. Nonton film ini benar-benar menyadarkan aku untuk bangun dari ekspetasi yang ketinggian. Berharap kita berdua bisa selamanya, padahal waktu juga cuman seadanya.

Aku menatapnya dari samping. "Ots-"

"Ak-u tau apa yang kamu pikirkan."

Loh, tumben ngomongnya lancar bener?

"Mau dibawa ke mana hubungan kita?" Tanyaku dengan senyum getir.

"Aku... Juga bingung," Jawabnya.

Bingung? Nggak bisa kah dia bilang kalau semua akan baik-baik aja, kita bakal perjuangin sama-sama hubungan kita, atau apa gitu yang lebih menenangkan selain kata 'bingung'?

Kalau gini aku juga jadi gak percaya diri tentang hubungan kami yang entah bakal langgeng atau enggak.

Aku menghela napas dalam-dalam, berusaha mengenyahkan emosi yang tiba-tiba menyeruak di dalam dada. Mungkin ini termasuk faktor PMS juga, jadinya baperan.

Aku mengelus pundaknya sebelum berkata, "Aku rasa mending kamu pulang dulu. Aku tau kita sedang berpikir hal yang sama sekarang, tapi lebih baik diomongin nanti aja ya? Aku juga mau menjernihkan otak dulu. Mikirin UTS, terus hubungan kita, hidup aku. Pokoknya aku mending sendirian dulu deh. Oke?"

Predikat pacar yang penurut langsung memburam saat Otsuka justru menolak tegas permintaanku.

"Enggak, ak-ku gakh mau. Berpikir sendiri tida akan menyelessaikan masalah, Susanti," Katanya.

Dan benar. Aku juga tau itu. Tapi sekarang kondisinya pikiran aku udah mumet, daripada malah jadi emosi mending nanti aja.

"Otsuka, aku gak ada niat apapun dengan bilang kayak gitu. Kita pasti bakal ngomongin soal itu, tapi nggak bisa sekarang. Kondisinya emosiku lagi labil banget. Nanti malam kita lewat video call aja. Aku gak bisa bohong kalau saat ini perasaan aku lagi nggak baik-baik aja sejak nonton film tadi. Kamu paham, kan?"

Semoga Otsuka mengerti.

Akhirnya ia menyetujui, kemudian segera bangkit dan mengambil tas yang selalu dibawanya saat bepergian. Fyi, itu dibeliin Jerome. Aku masih ingat video Youtube mereka saat itu.

Sebelum benar-benar pergi, Otsuka menyempatkan diri untuk mencium kening dan memeluk bahuku, tetap seperti biasanya.

"Aku pulang. Kamu tau kan aku sayang kamu?" Tangan Otsuka masih bertengger di atas bahuku.

Aku mengangguk pelan sambil menunduk. Aku juga sayang dia. Banget.

Dia kembali bicara, "Hubungi aku kapanpun..."

karena dengan begitu aku tau kalau kamu masih butuh aku. Lanjutku dalam hati.

Akhir-akhir ini Otsuka emang suka ngomong kayak gitu. Entah maksudnya apa.

"Iya, kamu jangan khawatir. Hati-hati, Sa- Otsuka," Balasku.

"I love you."

Otsuka.. Gimana caranya aku relain kamu, kalau kamunya selalu kayak gini, mengungkapkan rasa sayang kamu ke aku tanpa ragu?

* * *

"Tenang Susanti... Jangan pikirin sesuatu yang lo belum tau pasti akhirnya bakal gimana," Ucap Dinda sambil mengusap-usap punggungku.

Ya, satu jam setelah Otsuka pulang aku langsung tidak tahan untuk menumpahkan keresahanku. Sambil menangis kecil, aku menelepon tiga orang paling gesrek yang pernah kutemui di bumi untuk datang. Dan di sinilah mereka sekarang, menemaniku yang menangis kebingungan.

Kali ini Aisyah yang memberiku saran. "Kata gue mending nanti malem lo jadiin aja VC-nya. Mau gimanapun kondisinya, komunikasi itu paling penting dalam suatu hubungan, San."

"Dih, tau dari mana lo begituan? Pacaran aja gak pernah," Celetuk Sarah kepada Aisyah.

Perempuan berhijab floral itu menampilkan senyum pepsodent miliknya kemudian berkata, "Hehehe, gak sengaja baca di IG."

"YEEE!"

Sarah menatapku yang sedang menghapus air mata lalu mengelus puncak kepalaku dengan lembut.

"Wahai kepalanya Susanti, udah dong mikirnya. Jangan mikirin semua hal yang gak bisa Susanti selesaikan sendiri. Kasian ini temen gue nanti sakit. Oke? Diem dulu ya...."

Aku tertawa pelan gara-gara perkataannya. Emang, kehadiran mereka membantu banget. Naikin mood, tempat curhat ter-oke, pemberi nasihat paling lembut, semua deh mereka bisa. Aku jadi beruntung punya sahabat seperti mereka bertiga.

Dan untuk saran dari Aisyah, aku terima dengan baik. Aku memang perlu komunikasiin langsung bareng Otsuka. Aku juga gak mau dia berasumsi dan kepikiran sendirian kayak aku barusan.

"Selalu ada buat gue, ya, kalian?"

"Pasti!" Mereka menjawab kompak.

Terima kasih sahabat.

Tbc

Otsuka || Indonesia {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang