🔴⚪ Pertanyaan Maut

599 80 7
                                    

Setelah acara nge-print tadi, akhirnya aku pisah jalan dengan Otsuka, pulang ke habitat masing-masing. Tadi pas kita keluar perpus dia bilang gini, "Duluan!", terus belok entah ke mana. Ya aku kan jalan lurus, terpaksa senyum aja. Padahal masih pengin ngobrol lebih lama...

TETTEREETT TOTETOTETOT TETETT TETTEREEETT-

Dering ponselku.

"Ck! Siapa, sih? Gak tau apa orang lagi badmood?" Ngedumel. Aku segera mengangkat tanpa melihat ID Caller-nya.

"NGAPAIN SI-"

"SAMA MAMA KAMU NGOMONG NGAPAIN SI NGAPAIN SI? IYA? HM?"

"EH!" Aku segera melihat nama penelepon, kemudian menepuk jidatku kencang. Ya ampun, bisa-bisa uang jajan dikurangi ini mah.

Aku cengengesan di telepon untuk mencairkan suasana. "Hehehe.. Mama, apa kabar bos-"

"Gak usah sok lembut lagi!"

"Ishhh, galak salah. Lembut salah. Kenapa sih aku serba salah?" Tiba-tiba musik azab terputar di telingaku. "Mama-- Mama jahat! Mama tega perlakukan aku kayak gini! Pokoknya, mulai sekarang--!"

Seketika musik itu terdengar seperti kaset rusak saat Mama kembali memotong. "Udah-udah, gak usah banyak drama. Kamu pikir Mama ini ibu tirimu apa. Kamu di mana?"

"Aku lagi jalan ke halte, Ma. Baru kelar nugas di perpus."

"NAH! GITU DONG!"

Kaget gak sih kalian?

"Mah! Kenapa, sih?"

"Ya, Mama senang aja kalau dengar kamu masih rajin. Jangan sampai turun ya, Nak. Kalau turun, Mama sita otak kamu. Oke?"

Aku tertawa ngakak, Mama juga sama. Emang candaan dia itu selalu dark.

"Oke, Ma! Kalau gitu udah dulu, ya? Aku mau jalan dulu, nanti aku pulang langsung call lagi deh."

"Oke. Hati-hati sayang. Bye!"

"Bye." Telepon dimatikan.

Aku berjalan dengan santai menuju halte. Sebenarnya pengin nebeng temen sih, tapi sayangnya aku gak punya temen- selain tiga orgil tadi. Mereka mah jangan ditanya ke mana, pasti udah pada balik. Percayalah kalau diantara kami berempat, cuma aku yang niat nugasnya kenceng. Asli.

Earphone di telinga masih menemaniku di halte dengan memutar lagu-lagu di playlist. Beberapa kali aku mengangguk dan menggeleng mengikuti melodinya. Kedua kakiku pun ikut mengetuk-ngetuk permukaan di bawahnya.

Genre musik kesukaanku adalah
K-Pop atau instrumen musik yang vibe-nya Christmas, kalau kalian?

Bus tiba. Beberapa orang di halte- termasuk aku- menunggu semua penumpang dari dalam keluar dulu, baru kami masuk. Aku dengan tenang mengambil dudukan tengah, nggak suka terlalu belakang, nggak suka terlalu depan.

Biasanya orang yang kayak gini itu emang orang yang kepribadiannya 'setengah-setengah'. Bad at making a right away decision. Pasti selalu butuh waktu buat kebanyakan mikir dan minta saran orang lain dulu.

Adalah saya.

Saat bus mulai berjalan pelan, kenek bus tiba-tiba berteriak dan mengagetkan sekitar 13 orang di dalamnya. Wajar dikit, orang masih jam kerja.

"STOP-STOP!"

"ADA APA?" Sahut supir dari depan.

"Ada yang ketinggalan, itu dia lari-lari. Berhenti sebentar, Pak. Satu orang doang."

Bus berhenti bergerak, supir berkata, "Pintu sudah saya buka kunci, ya."

"Ayo, masuk."

Aku menoleh ke belakang, kepo siapa yang hampir ketinggalan itu.

"OTSUKA?!" Aku tanpa sadar berseru hingga beberapa orang melihatku dengan bingung. Aku mengusap pelipis dengan kikuk. "Ah, maaf semuanya. Tidak sengaja hehe..." Mereka langsung sibuk masing-masing lagi.

"Susanti."

Dalam sekejap Otsuka sudah sampai di barisanku duduk. Alisku mengerut sekilas, berusaha tidak salah tingkah.

"I-Iya. Mau duduk di sini?" Kata-kata itu keluar sendiri dari mulutku. Soalnya di sebelahku masih ada satu tempat kosong lagi.

Ia mengangguk cepat. "Mau-mau."

Otsuka kenapa?

Aku memilih untuk tidak menanyakan apapun lagi saat Otsuka sudah duduk tenang di sebelahku. Dia tidak berbicara sama sekali saat bus mulai berjalan. Seperti memang dia nyaman aja seperti itu. Nggak bising, tenang, damai. Beda banget sama personality aku woyy! 😭

"Kamu turun di mana?"

Otsuka kelihatan kaget saat aku mengajaknya ngomong. Tapi, ia berusaha menutupinya dengan senyum. Yah, senyum lagi.

"Emm- halte B-H5."

"BH 5?!"

"Kenapa? Kam-u di sana chuga?"

Bukan, bukan itu. Pikiranku cuma travelling aja.

"Enggak. Aku B-J5."

Otsuka mengangguk paham. Kemudian ia kembali lagi memeriksa ponselnya, entah ada apa di sana.

"Halte BH5!" Kenek bus berbicara lantang.

Aku menoleh pada Otsuka yang masih fokus pada ponselnya, dia tidak dengar kayaknya.

Karena serasa tidak ada yang menyahut, Kenek itu pun melanjutkan, "Lan-"

"Ada, Pak!"

"Oke, Neng. Halte BH5 ada, Pak!"

"Siap!"

Bus menyingkir ke sebelah kiri untuk berhenti.

Aku menoel lengan Otsuka. "Otsuka, sudah sampai."

"Oh! Ya ampun, terima kasih Susanti."

"Sama-sama," Balasku.

Aku pikir dia bakal langsung jalan, ternyata nggak. Dia masih berada di depanku, kayak mau ngomong tapi ragu gitu.

"Ada apa?" Tanya duluan aja, deh.

"Ma-u main ke rlumah saya?"

Biarin aku mati bentar. Ntar tolong bangunin lagi.

Tbc

Otsuka || Indonesia {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang