10: Heavy Heart With Dry Phone

170 42 7
                                    

Pemuda itu dengan santainya nyelonong masuk ke kamar mewah berukuran jumbo yang dihuni Gibran, melangkah lemas dengan wajah datar seolah tak ada apa-apa.

Makanya sekarang, yang punya kamar jadi menatapnya penuh tanda tanya.

"Lah? Gak jadi jemput cewek gua?"

Gibran tau betul kalau temannya itu mendengar pertanyaannya, tapi nyatanya, Raka lebih memilih untuk diam. Sengaja.

"Heh, budeg!" Gibran menimpuk kepala Raka dengan bungkus bekas ciki di sampingnya.

"Apa, bangsat?!" Raka menoleh garang, tidak jadi mendaratkan bokong karena dapat serangan dadakan.

"Mana Aca?!" tanya Gibran tak sabaran.

"Apaan? Aca aca nehi nehi?" beonya pura-pura bego.

Gibran melayangkan tatapan sinis. "Gua gedik?"

"Au. Sibuk kali doi." Raka mengedikkan bahu, bersikap tak peduli. "Buru, login."

"Dih?" Gibran mengabaikan titah Raka. "Gua call anaknya, nih."

"Call aja, sih."

Gibran cengo sendiri, tiba-tiba sekali Raka begini. "Lo kenapa, anjir?"

"Apaan?"

"Elo tuh apaan."

"Elo yang apaan!"

Gibran menatap nanar HP-nya yang tidak lagi menampilkan panggilan untuk Hasya. "Yailah, ditolak."

"Udah dibilangin juga, lu. Lagi sibuk dia. Biarin, sih. Bentar lagi ujian, kan."

"Curiga gue." Gibran memicingkan matanya, menangkap aura tak sedap di wajah Raka yang malah tak peduli dan lanjut bermain game.

***

Kesempatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesempatan. Tidak semua orang berhak mendapat kesempatan atas tindakannya yang sudah membekaskan luka bagi orang lain.

Termasuk kesalahan fatal yang dilakukan Dalfin untuk Alessia. Ironisnya, Ale masih ingin menggenggam erat cinta itu, meski kemarin sempat mengendur. Tidak sedetik pun ia lewatkan hari tanpa memikirkan Dalfin.

Ale:
send a location
ketemu di sini
aku tunggu
read

Dalfin tiba di menit kelima belas semenjak Alessia memberikan lokasi terkini di mana ia berada, yang mana mengharuskan Dalfin untuk mendatanginya di saat itu juga.

Bola mata pemuda itu bergerilya ke sana-kemari, leher jenjangnya seolah menjangkau tiap sudut kafe ini, memburu sebuah figur yang selama ini berstatus sebagai kekasihnya walau hubungan sudah berada di ujung tanduk, sebab kata 'putus' sudah dicetuskan oleh sang gadis.

Alessia.

Perempuan itu tengah menduduki bangku yang tersedia di bagian outdoor—satu-satunya spot yang mampu menghadapkan langsung para pengunjung dengan pemandangan kota Venesia yang khas.

SOULWAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang