08: Remind Me of You

199 49 11
                                    

Sukar rasanya berada dalam hubungan yang tengah melalui tahap di mana kedua belah pihak sama-sama tidak berkompromi untuk menyelesaikan masalah yang menerjang. Posisinya serba salah, gerak dikit bisa berakibat fatal.

Ale juga bisa jenuh dengan sikap Dalfin yang mudah terpancing amarah, seperti enggan membicarakan hal—yang ia permasalahkan sendiri—dengan baik. Tidak bisakah kekasihnya itu sedikit menggunakan otaknya untuk berpikir kalau tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan emosi?

Bagi Ale, semua yang dijadikan perkara oleh Dalfin hanyalah persoalan sepele yang dibesar-besarkan. Namun menurut Dalfin, tidak sama sekali. Selagi masih sepele, jangan sampai dibiarkan makin menjadi.

"Kita break aja, Fin," putus Ale yang tentu saja mengundang sentakan tak terima dari Dalfin.

"Loh, loh? Gak bisa gitu, dong? Apaan, coba kayak gitu? Le? Jangan gila, ya?!" gertaknya membabi buta.

"Iya aku gila! Gara-gara kamu! Kenapa???" Ale menunjuk Dalfin, nada bicaranya meninggi. "Harusnya kamu mikir, kenapa aku bisa kayak gini! Ngadepin marahnya kamu emang gak ada abisnya. Mending kamu kasih waktu buat aku sendiri dulu daripada aku stres sama kamu."

"Le, sejak kapan kamu jadi keras kepala gini?"

"Apanya yang gini, sih? Semua udah aku lakuin, maunya kamu udah aku turutin. Tapi masih belom cukup, ya? Ngatur doang bisanya kamu, tuh. Dikira aku kacungnya, kali." Ale melengos panjang.

Dalfin memijit batang hidungnya, pening sekaligus heran kenapa perempuannya sudah bisa melawan. "Berubah kamu. Dulu gak gini, gak pernah macem-macem."

"Kamu yang kebanyakan ngekang. Gak nyadar??? Iya??? Gak ada yang bisa ditakutin dari profesi aku, Fin. Kamu yang selalu anggep semuanya berlebihan," tukas Ale mulai jengah.

"Aku gak pernah setuju kamu ada scene seintim itu sama mereka." Dalfin memicingkan mata.

Ale menguarkan tawa sinis. Lagi pula siapa yang bisa bertahan dengan sikap diktator yang dimiliki orang seperti Dalfin? "Masih aja masalahin itu. Ini, kan, cuma kerjaan. Aku bisa profesional." Kemudian Ale tersenyum miring, "oh... apa kamu yang gak bisa profesional, ya, sama partner kerja kamu di backstage?"

"Le???" Dalfin tampak terhenyak, diam seribu bahasa.

"Kamu nyalahin semua yang aku lakuin cuma buat nutupin kesalahan kamu aja, kan? Ngebikin seolah-olah di sini aku yang paling salah, paling jahat demi gerakan bawah tanah kamu yang dipikir bakal berhasil tanpa ada yang tau itu," Ale membombardir.

Pria itu menggeleng dengan wajah tak bersahabat. "Ngaco kamu."

"Gak terima, kan?" Ale bersedekap dada, masih santai berkata, "Aku punya buktinya, kok."

"Sayang... apa sihhhh?" Dalfin mengusap wajahnya, frustrasi. "Aku gak tau maksud kamu ngomong kayak gitu apa. Kamu lagi emosi aja, kan, makanya ngelantur?"

"Bodo." Ale meraih segala barangnya di meja, hendak beranjak. "Yang penting, aku mau udahan."

"Le?? Sayang... astaga. ALE!" Dalfin memberontak, tapi tidak bisa berbuat apa-apa sebab Ale telanjur pergi. "Shit," umpatnya tertahan. Berusaha keras untuk tidak mengacak-acak tempat umum ini.

***

Raka:
ca liat

Raka:ca liat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SOULWAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang