01: No One Can Separate Us

1.4K 391 132
                                    

Akhir pekan yang selalu ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Menghadirkan dua remaja tanggung yang berada di sebuah ruangan. Namun, yang dilakukan keduanya jauh berbeda, sangat bertolak belakang. Mereka berselancar pada dunia masing-masing.

Yang satu fokus bermain PS, satu yang lain malah sibuk sendiri: bercumbu dengan ponsel yang menampilkan roomchat-nya melalui direct message bersama sang pujaan hati.

Isi chat-nya... medioker. Tidak ada yang menarik. Hanya berbaris-baris bubble chat dari si pengirim—yang walau sudah diketahuinya lamat-lamat bahwa chat sepihaknya itu tidak akan terbalaskan sampai kapan pun, kecuali apabila datang suatu keajaiban.

Tak ubahnya perasaan yang bersifat resiprokal. Mengalir begitu saja tanpa paksaan. Tanpa mengharap dibalas, tanpa memaksa harus diberi feedback. Asal masih bisa mengaguminya dari jauh, sudah cukup mampu menghangatkan hati.

ganendraka to alessia.ivc:
ALESSIAA
aing kangen berat euy
kapan kapan cover lagu lg dong
atau bikin single baru gitu
kalo ada album lg, aing bakal beli dah
santai, aing setia nungguin pokoknya
semangat 45!!!
delivered

Namun, manakala hal itu dilakukan dalam jangka panjang, kata 'jenuh' tak menutup kemungkinan akan singgah.

Makanya, daripada dilanda jenuh usai mengais perhatian dari idolanya yang sukar diraih itu, si pengirim pesan memutuskan mengempaskan ponselnya dan berniat merecoki sang kawan yang tengah serius-seriusnya bermain seorang diri.

"Ah! Cupu juga, dah, lu kalo maen! Mending siniin PS-nya ke gue!" ketusnya tanpa dosa.

"Et et, ganggu aje lu!" Yang diganggu tentu tak tinggal diam.

Raka mencebik. "Makanya beli sendiri, dong. Minta noh sama bokap lu yang tajir."

Bibir Gibran mencuat. "Ngaco! Duit jajan gue lagi dipotong, Rak. Lu tega bikin gue menderita semisal gue ngemis-ngemis beli PS? Apalagi maennya sama elu. Ogah gue mah, ogaah!"

Raka tergelak puas, tanpa memperhatikan kontrol game-nya."Hahaha! Lagian cari masalah mulu, sih, lu ama babeh sendiri. Sukurin, tah!"

"WEH, ASAL MAEN BAE LU!!! NAH, KAN, KAN KALAH!"

"Woi! Udah dulu napa, sih, ributnya. Lu pada sengaja nganggurin makanan enak kali, ya?"

Dua bujang yang sedari tadi beradu mulut sambil berebut stik PS itu akhirnya berhasil terdistraksi oleh ocehan dari seorang perempuan yang memunculkan diri dari arah dapur dengan sepiring pisang goreng di tangannya.

Keduanya menoleh, tak kuasa menahan mupeng ingin merampas piring dan seisinya, yang baru saja diletakkan di atas meja di depan mereka.

"SIKAAAAAT!!!"

Raka—sosok yang paling mahir merendahkan sohibnya dalam bermain PS walau PS itu bukan miliknya—yang pertama kali mencomot pisang goreng ala chef Hasya.

Akhirnya, lagi-lagi Gibran yang mengalah.

"Buset buset, sisain dikit kek buat gue!" celetuk Gibran yang tidak terima kalau jatah pisang gorengnya diambil secara keseluruhan oleh Raka.

"Santai, Gib. Masih banyak di belakang." Hasya menetralkan, dengan backsound suara kunyahan Raka yang menggelora sepenjuru ruang tamu.

Sudah menjadi rutinitas mereka saban pekan: berkumpul di rumah Hasya. Simpel saja, tak jauh-jauh dari kegiatan jajah-menjajah PS milik Hasya atau tidak lebih dari melahap camilan apa pun asal itu buatan sang tuan rumah. Sesekali menonton film bersama, bermain kartu, dan masih banyak lainnya.

SOULWAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang