since we were 7,
10 years ago,
circa 2014.🍿
🍿
🍿teruntuk penjelajah kisah—yang biasa kutuliskan bersama air mata bertumpah ruah yang tercurah—ya, ini untuk kalian (orang-orang yang sudah kupercayai untuk bersaksi pada setiap langkah yang mereka pijak)
benar bahwa cerita ini sebagian kecil diambil dari pengalamanku di dunia nyata.
sebetulnya, paragraf-paragraf dan informasi ini tidak begitu penting. tidak membawa fungsi yang berarti pula bagi cerita ini. tapi, rasa-rasanya cukup mengganjal kalau tak diutarakan, sebab niat awalnya pun, aku ingin sekali buat menjabarkan kisah pribadiku bersama 'dia' di masa lalu, aku ingin mengabadikan momen-momen terberharga—bagiku—kami ke dalam sebuah cerita atas hasil jerih payahku sendiri. persetan dengan dia yang akan peduli atau bahkan sudah tak lagi menganggapku ada.
dimulai dari awal kumengenalnya. masih sangat belia.
kesan pertamaku padanya: dia itu cengeng. aku masih ingat betul. aku mengingatnya dengan baik kalau dulu, ia enggan ditinggal bunda. dia selalu stay di jendela dan memantau beliau dari sana. memastikannya masih di sini. dan kalau dia tidak menemukannya, pasti tangisan kejar yang kudengar itu berasal darinya.
ketika itu, kita masih duduk di bangku sekolah dasar tingkat pertama.
aku yang diperankan oleh Ale memang cenderung pendiam—lebih tepatnya sangat mematuhi perintah guru yang saat itu sedang pamit keluar untuk sementara dan menyisakan kericuhan oleh anak muridnya yang padahal sudah dititahkan untuk jangan berisik. jadi, aku hanya duduk manis dan meletakkan dagu di atas meja bertumpu dua punggung tangan, tanpa melakukan apa pun, hanya memperhatikan keasyikan kawan-kawan sekelasku yang tampak bersenang-senang, namun tak sedikit pun aku berniat nimbrung. aku takut bila nantinya akan kena hukum karena sudah melanggar perintah bu guru.
sebagian besar dari anak lelaki, tak terkecuali dengan bocah cilik itu yang memang sedang sibuk-sibuknya berkutat dengan dunia sendiri: berlari-larian ke sana-kemari sembari menyembur tawa seolah dunia terasa nihil beban tatkala objek pengejarannya sudah tertangkap. namun, di tengah kesibukannya itu, si bocah bernama Raka tadi rupanya berbeda dengan murid cowok yang lain, sebab tau-tau dia memberanikan diri untuk melenceng dari jalur penguberannya tanpa izin terlebih dulu, tatkala kakinya dibawa ke arah di mana seorang gadis cilik sepertiku yang sedang berada dalam lamunannya sendiri, dia menyisip di balik bangku di depanku agar dia mesejajarkan wajahnya pada wajahku, mungkin maksudnya supaya aku mampu melihatnya, atau sebaliknya.
dalam detik itu, aku dibuat terkejut atas kemunculannya. karena sebelumnya, mataku masih merekam pergerakannya yang sedang melewati deretan meja-kursi di sekelilingku tanpa sekalipun kumenyadari bahwa ia akan menghampiriku.
dan ia pun bertanya,
dengan penuh kelembutan,
"kenapa..?"
mau aku tidak yakin kalau pertanyaan itu diserahkan padaku pun, wajahnya benar-benar sudah berada tepat di depan mata. sehingga hanya aku yang bisa melihat seluruh struktur wajah mungilnya. aku tidak memiliki pencerahan kalau akan ada orang yang memedulikanku di sini.
kenapa?
kenapa?
yah. ternyata satu kata itulah yang bisa membuatku mengingat dirinya kembali, walaupun dalam kurun waktu belasan tahun ke depan dari saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULWAVE
Ficção AdolescenteHow does it feel when the someone who gave you the best memories, becomes a memory? Cover made by @simplifikasi on insta © 139zahraas, 2022. Written in Indonesian.