"Hei, itu... cowok yang pakai kaos yang ada muka akunya sambil ngangkat spanduk warna-warni kayak lagi demo itu, boleh tolong ke sini dulu, nggak..? Iya, ke atas panggung! Sini, di samping aku!"
Seketika, suasana dibuat riuh di detik itu juga. Sebagian orang menyisir kehadiran penonton: sibuk celingak-celinguk, tak sedikit pula yang berjinjit demi menemukan siapakah sosok yang dimaksud Alessia barusan tadi. Akan tetapi, percuma saja, di antara banyaknya penonton yang ada, sulit sekali menemukan ciri-ciri yang demikian.
Raka, sih, cuma bisa tertegun sekaligus nge-freeze, bersamaan dengan ambruknya spanduk yang dia pegang gara-gara tangannya melemas seketika, tungkainya terasa lunglai dan mau tak mau, siapa lagi kalau bukan Hasya yang sampai kelimpungan menopangnya.
Kalo menurut sepengetahuan Raka, sih... dia belum pernah ngeliat ada yang pake baju bergambar wajah Alessia yang terpampang di sana selain dirinya di sini. Kalau soal spanduk...
Masa iya..?
MASA IYA, SIH?!
Terus, Raka yang masih mematung itu tiba-tiba ngerasain senggolan kuat di bagian sikunya, pas dia noleh, ternyata oknumnya si Hasya—yang masih setia berdiri di sampingnya.
"Itu lu dipanggil, bego! Ih, sono maju!" Hasya—yang masih menahan beban spanduk—gereget sendiri, menyadarkan lamunan Raka tentang segala hal nyata dialaminya, yang masih dirasa mimpi baginya.
Sebagai bentuk pembuktian, tau-tau Hasya merasakan kesilauan di sekitarnya. Ternyata, lampu sorot sedang tertuju kepada seseorang di sampingnya, yaitu Raka. Gimana gak malu sekaligus bangga coba....
Hei, itu... cowok yang pakai kaos yang ada muka akunya sambil ngangkat spanduk warna-warni kayak lagi demo itu, boleh tolong ke sini dulu, nggak? Iya, ke atas panggung! Sini, di samping aku.
Hei, itu... cowok yang pakai kaos yang ada muka akunya sambil ngangkat spanduk warna-warni kayak lagi demo itu, boleh tolong ke sini dulu, nggak? Iya, ke atas panggung! Sini, di samping aku.
Serentetan kalimat itu terasa terngiang-ngiang dan bergema dalam benaknya.
Raka geleng-geleng, membuyarkan pikirannya sampai baru sadar kalau pandangannya silau karena keberadaannya tersorot oleh sinar lampu panggung.
Dia mulai noleh ke depan, pas ngeliat ke arah Alessia, Raka berasa lagi eye contact. Padahal emang beneran, Alessia BENERAN lagi ngeliat dia. Namun, dengan lugunya Raka mengangkat telunjuk yang digunakan untuk menunjuk dirinya sendiri sebagai isyarat untuk memastikan: apakah benar yang dipanggil Alessia adalah dirinya?
Alessia mengerti maksud dari gestur Raka, lalu dengan tawa anggunnya ia menjawab, "Iyaa... kamu! Emangnya siapa lagi yang pake baju yang ada muka akunya? Oh, coba dong kalo ada, boleh diajak maju semuanya yang pake baju muka aku."
Hening. Kondisi ricuh itu tiba-tiba lengang. Semua sibuk memeriksa pakaian sendiri dan berdumal, "Kenapa gue gak pake kaos yang disablonin mukanya Alessia, sih? Bodo amat mau dikata alay juga, yang penting bisa berdiri di samping dia."
Tapi tidak dengan Raka, dirinya sudah cengar-cengir sampe mampus. Apalagi, waktu layar LCD segede alaium gambreng, yang terpampang jelas di belakang Alessia itu menampilkan wajah dirinya.
BUNDAAAAA ....
AKA MUNCUL DI LAYAR... MUKA AKA MASUK LAYAR ....
BUKAN LAYAR TIPI LAGI ....
TAPI LAYAR YANG NUNJUKIN KE SELURUH PENONTON DI SINI KALO ALESSIA TAU AKA IDUP ....
Hasya melongo sejenak, betul-betul semua mata tertuju pada layar di atas panggung yang menjadikan figur Raka sebagai spotlight.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULWAVE
Ficțiune adolescențiHow does it feel when the someone who gave you the best memories, becomes a memory? Cover made by @simplifikasi on insta © 139zahraas, 2022. Written in Indonesian.