Cry Boy
Tahun pelajaran baru telah dimulai.
Mantan pelajar TK B, kini sudah beralih ke SD kelas satu. Lingkungan baru, pelajaran baru, guru baru, dan teman baru tentunya.
Leen yang hadir di antara anak-anak itu. Di tengah-tengah hiruk pikuk akan suara-suara satu orangtua ke orangtua lain. Leen mengabaikan kecemasan teman-temannya apabila nanti akan ditinggal Mama.
Mama Leen hanya mengantarkan sampai depan kelas. Tidak ikut masuk seperti wali murid lain. Mama percaya kalau Leen bisa mandiri dan Leen bertekad untuk membuktikannya.
Walau planga-plongo sedikit, akhirnya Leen bisa menemukan salah satu bangku kosong yang terletak di tengah-tengah kelas. Leen juga melihat ada anak perempuan sepantarannya di sana.
"Hai! Aku duduk di sini, ya? Boleh, enggak?" Leen menyapa lebih dulu.
Teman baru Leen balik menyapa, "Hai... boleh, kok. Hm... Mami? Ada yang mau duduk."
Leen masih berusaha menutupi kegugupan dengan menarik-narik ujung tali tas ranselnya sebelum wali murid dari calon teman semejanya mengajak bicara, "Eh, gak pa-pa, dong! Sini, duduk sama Cia. Anak cantik ini, namanya siapa?"
Akhirnya Leen mendudukkan diri dan melepas gendongan tasnya sambil menjawab, "Aku... Carleensha. Tapi semua orang manggil aku Leen aja."
"Leen datang ke sini sama siapa?"
"Sama Mama. Tapi udah pulang."
"Oh, gitu...."
"Mi! Rambut Leen lucu... Cia juga mau digituin rambutnya. Boleh kan, Leen?"
Rupanya, karena itulah sedari tadi Cia memandangnya dengan mata berbinar-binar.
Leen mengangguk antusias. Mengizinkan Cia mengikuti gaya rambutnya.
"Itu namanya dikepang, Sayang. Ya udah, besok rambut Cia, Mami yang kepang, ya?"
"Horee! Kembaran sama Leen!"
Leen membentuk senyum hangat. Kadang, ia iri mengapa semua orangtua turut hadir dan menemani di sini, namun tidak dengan dirinya. Mungkin, ia masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa bagaimanapun keadaannya, Leen memang dididik untuk mandiri. Padahal, tak ada yang membuatnya lebih takut selain ditinggalkan.
Leen juga tahu kalau agenda Mama yang mengantarkannya ke sekolah merupakan momen eksklusif karena hari ini hari pertama Leen masuk SD. Sebab, besok-besok Leen hanya diantar oleh Mbak.
Setidaknya, Leen tidak perlu berlama-lama merasa kesepian tanpa Mama sampai guru mendatangi kelas yang menandakan pelajaran akan segera dimulai dan mau tak mau, seluruh wali murid harus meninggalkan anaknya masing-masing sesegera mungkin.
Pada saat itulah mata Leen menangkap satu-satunya objek mencolok. Ditambah mulut anak itu yang tidak mau diam dan tanpa malu meneriakkan, "Bunda! Bunda!" padahal semua orangtua sudah beranjak dari kelas. Sampai-sampai guru di depan harus menahan anak itu agar tidak kabur dan menyusuli ibunya.
Mengingatkannya pada seseorang yang memanggil Ibunya dengan sebutan Bunda.
"A... Aka?"
Bunyi kursi menderit membawa Leen bangkit dari sana. Tanpa basa-basi ia menuju si anak bunda dan menarik lengannya paksa. Bu guru sampai terkejut dibuatnya.
"Bundaku... huhuuu. Bunda! Bu guru... gak mau sekolah... maunya sama Bunda!"
"Kamu, kan, cowok. Masa manja, sih. Ayo, duduk yang bener!" cetus Leen begitu menohok.
Bu guru yang memandangi mereka berdua hanya bisa memantau bingung.
"Eh... kamu?" Leen berhasil meredakan tangisan histeris anak itu terhadap kepergian Ibunya. Aka menepis air mata di pipinya dengan kasar dan mengerling dibarengi tatapan tak percaya. "Kamu, di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULWAVE
Novela JuvenilHow does it feel when the someone who gave you the best memories, becomes a memory? Cover made by @simplifikasi on insta © 139zahraas, 2022. Written in Indonesian.