Dad

1.3K 154 16
                                    

Happy Reading.

*

Perjalan ke Daegu membutuhkan waktu yang lumayan, apalagi Jimin menggunakan mobil pribadi. Jelas lelah karena tidak membawa supir hanya saja ini memang yang harus dirinya lakukan. Ingatannya terpacu pada kata-kata Jeong Sang. Selalu dan itu menjadi kaset yang dirinya dengar terus.

Jimin berfikir apa Keluarga Aliya tau dan bagaimana bisa orang tua Aliya jadi korban. Segila apa laki-laki keparat itu? Kenapa Jimin jadi gatal untuk melihatnya langsung.

"Semoga kau tidak membuat kekacauan dan biarkan aku membunuhmu" ada dendam di hati Jimin, jelas karena laki-laki itu Aliya jadi menutup diri. Ketakutan tidak berdasar dan membebani masa depannya.

Jimin tidak pernah tau beban yang Aliya pikul, sosok ceria dan penuh omelan itu menyimpan lukanya sendiri. Seharusnya Jimin lebih mengerti Aliya.

Lebih dari 30 menit Jimin menyusuri jalanan Daegu, akhirnya Jimin sampai pada jalan yang tidak bisa dilewati mobil. "mari berjalan"

Jimin keluar dengan barangnya. Tidak jauh dari sini, sekitar 15 menit lagi dirinya akan sampai dirumah Bibi Aliya. Hari sudah masuk ke pukul 11 siang dan Jimin tidak melihat orang-orang, hanya anak-anak yang bermain dan berlalu lalang. Sepi.

Senyum Jimin terbit saat melihat rumah Bibi Aliya yang tidak jauh. "Akhirnya..." baru saja Jimin akan berjalan satu sosok laki-laki menghentikan dirinya. Jimin melihat dengan seksama. Laki-laki itu berada tidak jauh darinya, hanya saja terlihat mencurigakan. Mengawasi Rumah Bibi Aliya dan bersembunyi.

Mata Jimin menajam saat laki-laki itu memotret Rumah Bibi Aliya. "Dia berkeliaran di sekitar Rumah Aliya dj Daegu"

Kata-kata Jeong Sang terdengar lagi, dan tidak butuh waktu lama bagi Jimin untuk menendang laki-laki itu dari belakang hingga terjatuh. "Brengsek apa yang kau lakukan" Jimin tersenyum mendengar suara makian laki-laki itu.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau memotret Rumah orang diam-diam? Apa ada niat terselubung.."

Buhg! Jimin kembali menendang laki-laki itu saat akan pergi. Mencurigakan bukan, tangan Jimin meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh darinya. Laki-laki itu masih mencoba berdiri dari jatuhnya. Jimin menyimpan ponsel itu dikantongnya. " akan aku ajarkan sopan santun padamu"

Perkelahian itu tidak terelakkan. Jimin memukul laki-laki itu membabi buta hingga jatuh dan tidak berdaya. Penuh luka. " Aku memang belum tau kau siapa, tapi aku yakin kau bagian dari keparat itu"

Jimin merogoh ponselnya yang ada disaku mencoba menghubungi seseorang. "Hyung bisakah aku minta tolong. Aku menemukan penguntit, bisa kau akan dia?"

"Ah terima kasih Hyung" Jimin menantap sinis laki-laki itu dan melangkahinya begitu saja. Apa gunanya koneksi disini.

*

Aliya diam didalam kamar Jimin, kata-kata itu terus dirinya dengar. Kata-kata Jimin yang tau tentang masa lalu yang dirinya simpan rapat-rapat. Aliya benci mengakui ini, kebencian akan masa lalu dan apa yang dirinya alami. Kebencian pada dirinya sendiri dan semakin menjadi-jadi.

Ini yang Aliya takutkan, suatu hal yang dirinya coba sembunyikan terbongkar. Bukan masalah Image atau pandangan orang. Aliya hanya tidak mau luka yang dirinya coba tutup kembali terbuka, hanya itu.

Dering ponsel mengalihkan perhatian Aliya. Ada nama Jimin disana, tanpa menunggu lagi Aliya segera mengangkat nya.

"Jim?"

"Ya sayang. Aku sudah sampai dan aku sudah berbicara dengan Bibi. Dia akan ikut aku kembali ke Busan nanti sore"

You Should Know, I'l Loving U ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang