Happy Reading.
*
Jimin mondar mandir didepan pintu kamar mandi. Terus saja menarik nafas dan menghembuskan secara kasar. Jemarinya saling meremas, keringat dingin terus mengalir dari dahinya. Sementara ketiga Park yang melihat Jimin hanya menggeleng pelan. Jimin terlihat takut, yakin seorang Park Jimin takut? Luar biasa.
"Kau ini aneh sekali. Berani meniduri tapi takut saat hamil" cetus Tuan Park datar. Anaknya bukan type penakut dan bagaimana bisa takut pada Aliya yang hamil. Mereka sudah tunangan dan menikahkan mereka perkara gampang.
Lain halnya dengan Nyonya Park yang hanya menggeleng melihat kelakuan dua laki-laki ini. Bejat. Jelas ini mengingatkan Nyonya Park pada kehamilan Jina dulu, Jina ada juga sebelum pernikahan mereka dan sekarang Jimin melakukan itu juga. Memang belum pasti jika Aliya hamil hanya saja kemungkinan besar ada. Kenapa anaknya jadi gila, sama dengan ayahnya. Membuat pusing saja, apa ini memang pekerjaan utama laki-laki, membuat semuanya pusing.
"Bukan masalah itu Appa. Aliya akan membunuh aku jika benar-benar hamil. Dia bilang jika tidak mau anak sebelum pernikahan kami" cetus Jimin yang semakin gemetar. Oke Jimin tidak akan lupa bagaimana ancaman Aliya yang selalu menyuruhnya mengeluarkan sperma diluar, hanya saja Jimin selalu menolak dengan keras. Sering kali Aliya menyuruh Jimin menggunakan kondom dan Jimin jelas selalu menolak juga. Rasanya berbeda jika melakukannya dengan kondom dan Jimin tidak suka.
Dan Jimin dalam masalah besar.
"Jika kau tidak mau anak kenapa kalian melakukan itu, dasar bodoh" umpat Jina yang kesal akan kelakuan sang adik. Menyebalkan sekali orang ini, tidak mau resiko tapi mencoba terus. Dasar gila.
"Adikmu saja yang terlalu liar" cetus Tuan Park datar. Kekanakan. Sudah terjadi kenapa bingung. Semua perbuatan akan ada resiko dan Jimin harus menanggung semuanya. Laki-laki sejati harus bertanggung jawab atas semuanya, harus.
"Hais kalian berisik sekali" geram sang Nyonya besar. Keluarganya memang banyak mulut, berisik dan suka ribut. Makan apa mereka ini?
Cklek! Pandangan mereka teralih pada Aliya yang keluar dari kamar mandi. Jelas Jimin langsung menghampiri Aliya, sementara Aliya hanya diam melihat Jimin mendekat, wajahnya datar. Sangat datar.
"Sayang?" Aliya hanya melirik Jimin sebentar dan fokus pada keluarga Jimin yang mendekat, menarik nafas dalam-dalam dan mengulurkan Testpack pada Jina. "Eonni saja yang lihat, aku malas" mereka melotot dan Jina sendiri gemetar. Jimin sendiri menantap ngeri pada Testpack yang akan diraih Jina, Jimin takut sungguh. Bagaimana jika Aliya hamil dan Aliya akan membunuhnya. Salah Jimin juga yang terlalu bar-bar.
"Aku yang lihat?" Aliya mengangguk pelan dan mendekatkan Testpack nya pada Jina. Mengulurkan dengan wajah manis.
Jina menarik nafas dalam-dalam dan menerima uluran tangan Aliya. Jelas ikut takut juga. "Nona cepat..akhh" Jimin meringis karena jari pendek Aliya menarik telinganya. Sakit, pandangan mata Aliya jelas tajam pada Jimin, laki-laki ini tidak boleh ikut campur. Harus diam dan menurut. Menunggu Jina melihat itu.
Lain halnya dengan Tuan Park yang sudah memperkirakan ini, sikap Aliya menjawab semuanya. Aliya yang diam dan sopan jadi pecicilan dan Tuan Park berani bertaruh jika ini karena gumpalan darah yang tumbuh dari sperma anaknya. Tuhan anaknya, memang mirip denganya. Kenapa juga menurun pada Jimin.
Jina fokus pada benda pipih itu, melihat dengan seksama dan membaliknya. Mata Jina menyimpit memperjelas penglihatannya. Matanya membulat sempurna, menantap Aliya dengan dungu dan mengangguk pelan.
"Siapkan saja pernikahan mereka" cetus Tuan Park santai dan berlalu, percuma juga menunggu.
"Yaa.." Aliya sontak saja memekik kaget, meraih Testpack yang dipegang Jina dan melihatnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Should Know, I'l Loving U ✔️
FanficYou Should Know! Me And You. + Keduanya berjalan dari jalan yang berbeda. Antara kelam dan kebahagiaan. Kenangan buruk menghantui dan membuat semua memudar. Antara hati yang terluka dan hati yang siap bahagia.