Siapa kau? - (Chapt 14)

30 6 0
                                    

Pertempuran tak terelakkan terjadi. Kau hanya bisa diam menonton sampai tak sengaja sebuah pedang seorang pasukan elite terlempar ke arahmu. Saking tajamnya pedang itu, dalam sekejap rantai di tangan kananmu putus.

Tak membuang waktu lagi, kau meraihnya, memotong rantai di tangan kirimu juga, dilanjut dengan rantai di kakimu.

Kau bebas, pasukan elite itu jadi ikut menyerangmu.

Orang yang tadi datang dengan masker, tampak 'tersenyum' lewat matanya.

Kau berteriak di antara pertempuran sengit itu, "Hei, siapa kau?"

Bagaimanapun orang itu membantumu. Well terlepas dari kalimat anehnya yang bilang dia milikmu.

Lengah, orang yang tadi datang dengam masker itu kini maskernya robek, menampakkan wajahnya.

Hidungnya yang mancung, matanya yang indah, dan senyum itu.

Senyum milik sobat-mu!

Kau terkejut bukan main. Air matamu menggenang di pelupuk mata, "K-kau.. kau menyusulku.."

"Ya, Kawan! Karena sesuai janjiku, aku akan mencarimu bahkan jika itu harus pergi ke ujung dunia! Aku akan berada di sana bersamamu, Kawan!"

Air matamu menitik, tapi tanganmu gesit memainkan pedang, menangkis, menebas, dan tubuhmu juga  meliuk indah menghindari serangan lawan.

"Ugh, sshhh.." kau meringis ketika kau tak sengaja lengah membuat salah seorang pasukan elite milik Filan berhasil mengayunkan pedangnya ke arah kakimu yang sudah terluka sebelumnya, membuat luka panjang di sana.

Kau mulai kewalahan, berusaha tetap berdiri dengan kaki satu walau darah tak kunjung berhenti mengalir dari kakimu.

Hingga kau dan teman-mu saling berhadapan. Mata kalian saling menatap. Tatapannya mengalihkan duniamu, membuatmu melupakan rasa sakit di kaki.

Dia seakan menenangkanmu lewat tatapan matanya. Tapi bukan berarti pertanyaan di otakmu hilang.

Bagaimana dia bisa sampai ke sini?

Pasukan elite di sekitar kalian sedang memasang kuda-kuda kembali siap menyerang. Tapi dia tak merasa perlu menjelaskan bahkan meskipun kau menatapnya penuh tanya. Padahal kau yakin 100% dia mengerti apa yang mengganjal dipikiranmu

"Kawan, apa kau bersedia jadi teman-ku sampai akhir hidup?" tanyanya tak mempedulikan wajah penuh tanyamu. Sambil tangannya bergerak indah menangkis serangan dari dua arah, bahkan kini tangannya dengan cepat mengambil alih pedang dari lawannya. Dia memegang dua pedang sekarang.

Kau semakin memasang wajah penuh tanya, sambil pedangmu terayun ke arah pasukan elite di belakang sobat-mu itu.

Pikiranmu ruwet membuatmu lambat memproses pertanyaannya.

"Teman?
Aku kan memang temannya?" Kau membatin kebingungan.

Sampai kesadaran itu datang.

Matamu terbelalak kaget. Tapi tubuhmu tetap saja terus menangkis serangan pedang lawan walau sesekali lengah dan tanganmu jadi korbannya.

Wajahmu terasa menghangat. Ufufu~ tapi dengan segera kau kembali mengambil alih, wajahmu kembali normal.

Di antara pertempuran sengit itu, ketika kau salto menghindari serangan lawan, ketika kau melayang di udara, mata kalian bertemu, saat itu kau memberikan jawaban.

"Kalau melamar lain kali yang romantis, Bodoh!"

"Aku hanya akan menikah satu kali!"

Tang, sret!

"Aku bilang melamar bukan menikah!"

Tang tang tang!

"Yakali ngelamarnya dua kali? Gimana cerita?!"

"Ngelamarnya diulang!"

Kalian sibuk memainkan pedang masing-masing, selama beberapa saat, menjaga satu sama lain.

"Awas, atas!"

Tang tang!

Bunyi decitan gesekan logam..

Buagh bug!

Juga pukulan dan tendangan..

"Kananmu, Kawan!"

"Yasudah diurus nanti! Ntar kuulang lamarannya!"

"Aku bercanda, Bodoh! Tapi terserah! Itu kan bisa nanti! Bisa-bisanya kau ini! Awas belakangmu!"

"Awasi arah jam 2! Ya bisain dong! Kalau enggak ntar kamu dah terlanjur direbut orang kit ati akunya! Dan yang bodoh kayaknya kau dah..."

Tang! Sret! Bak, duk!

"...di saat bertarung bisa-bisanya bercanda!"

Srat... Tebasan pedangmu membuat luka panjang di punggung lawan.

Bruk.. Orang terakhir tumbang.

Semua tumbang, beberapa tak lagi bernafas, lainnya luka-luka, termasuk Alton dan Ellen yang tampak mengalami pendarahan cukup parah.

Menyisakan satu orang, Ketua Besar, Filan.

"Maaf, Filan, tapi dialah Teman-ku," ucapmu menunjuk orang yang tadi bertarung bersamamu, kemudian merangkul orang itu melenggang pergi meninggalkan Filan.

"Kau sudah kalah. Cepat-cepat move on, Bro," orang di sebelahmu nyengir menepuk pundak Filan.

"My Direwolf.."

Filan meremas pisau di tangannya. Jika kau mengira dia menggenggam bagian gagang, maka salah besar. Karena yang dia genggam adalah mata pisaunya, tak peduli tangannya berdarah-darah.

Syut..

Srat..

Krak.

Pisau itu melayang, terbang di udara, merobek daun telingamu, kemudian tertancap di tembok samping pintu. Tertanam hingga gagang.

Kau menelan saliva, matamu terbelalak tapi kau berusaha tenang. Tanganmu tergenggam erat menahan gemetar.

"Kau pikir aku bisa menggantikan ayahku secara sembarangan heh? Jika saja kau bukan objek 001.. bukan objek favoritku sejak kecil.. sudah sejak lama aku membunuhmu."

Suara dingin itu menghampiri indra pendengaranmu, membuat bulu kudukmu merinding.

"Tak sulit untuk melakukan itu. Jika saja aku tidak berbaik hati, pisau itu sudah menancap di kepalamu bukan di tembok, My Direwolf.."

Suara Filan terdengar dalam, mengintimidasi.

Kau menelan salivamu susah payah lagi, memberanikan diri dan..

"Yeah, kau bisa membunuhku. Tapi tidak mendapatkanku. Sorry deh ya.. Oh soal Lab-mu.. kapan-kapan aku akan menghancurkannya..," ucapmu tanpa menoleh. Kaki kananmu yang terdapat luka panjang masih kau angkat. Kau berjalan dengan dipapah teman-mu.

"Tidak semudah itu, My Direwolf~" Filan terkekeh panjang.

"Tapi yah..."

"Nikmati waktu kalian! Aku tunggu saat itu, My Direwolf, saat kau kembali ke sini entah apapun yang mau kau lakukan~" teriaknya diikuti kekehannya ketika kalian sudah sampai di pintu.

Mendengar itu kau dan sobat-mu mengacungkan jari tengah masing-masing.

"Terima kasih, jangan lupa menyambut kami! Tchau*!" teriak sobat-mu sebelum kembali memapahmu.

*selamat tinggal dalam bahasa portugis

Kalian berjalan melewati lorong yang dipenuhi pasukan yang bergelimpangan pingsan. Kau melirik sobat-mu.

Yang dilirik nyengir lebar, "Yeah, aku yang melakukannya. Mereka menyebalkan tak membiarkanku masuk baik-baik."

- To be continued

Ujung Dunia [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang