Kau mengernyit ketika matahari menerabas jendela kamarmu yang tertutup tirai semi transparan.
"BANGUN KAU WAHAI HOOMAN. INI SUDAH SIANG," ucap Matahari ngegas padamu.
Tak mendapat respon darimu, angin ikut membantu Sang Surya, berhembus memasuki kamarmu melalui jendela kamar yang tak kau tutup semalam, membuat tirai jendelamu itu terbuka dan membuat sinar matahari langsung menyorot ke mukamu yang masih terpengaruh gravitasi kasur.
"Bangun dan mulai harimu Wahai Hooman. Jangan hanya diam di kasurmu itu," Matahari kembali mencoba dan..
Berhasil! Kau menggeliat merasa silau dan akhirnya membuka mata perlahan sambil menutup matamu dengan tangan, menghalangi cahaya matahari masuk langsung ke dalam matamu.
Dengan enggan kau beranjak duduk dan melirik malas ke arah jam di atas nakasmu.
09.21
"Cih.. baiklah.. waktunya memulai hari," kau akhirnya bangkit dan segera menyambar handukmu dan pergi mandi, dengan malas.
...
...Bagaimanapun, hari ini juga, kau harus pergi.
Kamera-kamera super kecil yang kau temukan kemarin, kau tahu, itu hanya sebagian kecil dari sekian banyak kamera pengintai yang mengikutimu.
Jadi, inilah kau, di depan rumahmu, sudah siap dengan segala barangmu yang sederhana, satu ransel besar berisi barang-barangmu dan satu tas salempang kecil tempat kau menaruh dompetmu dan hal-hal penting lainnya. Ponsel? Tidak, jika kau punya ponsel, maka mereka dengan mudah akan menemukanmu. Lebih cepat dari kamera pengintai yang mereka pakai sekarang. Dan yah, tentu itu akan merepotkanmu.
Kali ini kau tidak pergi diam-diam. Kali ini kau memilih untuk menghadapi ketakutanmu, melihat senyum sobatmu layu dari bibirnya.
Kau menarik nafas panjang, kau belum siap untuk kehilangan senyum itu lagi. Tapi mau bagaimana? Tetap tinggal adalah pilihan terburuk. Kau hanya akan membuat kawan-mu terluka dan dalam bahaya.
Kau menghembuskan nafas kuat-kuat sebelum akhirnya ke rumah sebelah untuk berpamitan dengannya.
"Hei," dia tersenyum membuka pintu, tapi itu bukan senyum yang sama, "yak, kau membuatku harus membersihkan 2 rumah lagi hm?"
Kau menatapnya, sorot mata itu, menyiratkan jutaan tanda tanya dan kesedihan memancar jelas dari sana, membuat nafasmu tercekat. Kata-kata yang sudah kau siapkan sejak semalam, tersangkut di tenggorokanmu, tak mampu keluar, hanya berputar di otakmu bersamaan dengan segala memorimu.
Kau menunduk, tanganmu bergerak, mengambil tangannya, menyerahkan kunci rumahmu padanya.
Tanganmu kembali bergerak, menepuk kedua bahunya, seakan mengucapkan kata-kata selamat tinggal yang tak dapat keluar dari mulutmu.
"Um, j-jaga dirimu, Kawan," ucapmu menahan tangis, sebelum memaksa mendongak dan tersenyum, yang lantas disambut dengan senyum penuh luka miliknya.
- To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Dunia [Lengkap]
Fantasía"Akan kucari bahkan jika harus sampai ujung dunia," ucapnya tegas menatapmu dalam. Ucapannya penuh kesungguhan. Dia tak ingin kehilanganmu. Tidak, tidak untuk kedua kalinya. Kemarin aku melihat keluar jendela kaca Ada banyak bunga yang layu I love y...