Jiho menghela nafasnya panjang. Di depannya, Mingyu sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Jangankan berbicara, melirik pun sama sekali tidak. Pemuda itu hanya fokus membuang wajahnya ke arah puluhan orang yang tak ada habisnya berlalu lalang diantara keduanya.
Jiho pasrah.
Yasudahla kalau Mingyu masih gak mau ngomong apa-pun, dia juga sudah lelah jadi pihak yang aktif untuk mengajak Mingyu berbicara duluan yang hasilnya— tidak membuahkan hasil apa-pun.
Dentingan nada di susul suara pengumuman yang menggema ke seluruh sisi ruangan membuat Jiho mengalih tatap melihat jam yang melingkar di tangannya. Jam tangan yang sama seperti yang Mingyu pakai di tangannya. Jam tangan kembar yang baru saja Mingyu berikan untuk hadiah ulang tahun mereka, tiga bulan yang lalu.
Helaan nafas berat yang kesekian kali harus Jiho keluarkan, dia menatap Mingyu lagi, kali ini dengan satu garis senyum yang terbit di bibirnya begitu menangkap basah Mingyu baru saja meliriknya, walau udahnya kembali membuang muka.
"Teteh minta maaf kalau keputusan yang teteh ambil ngecewain lo. Gue gak ada pilihan—
"Ada! Lo masih bisa milih buat batalin!" sambung Mingyu, pada akhirnya mulai menatap Jiho dengan tajam.
Jiho menggeleng, tatapan cerahnya kini berubah sendu.
"Bisa... Iya pasti bisa tentu aja. Tapi, gue gak mau nyia-nyiain lagi kesempatan yang kesekian kalinya mampir ke gue A'a. Bisa aja habis ini gue gak pernah dapat tawaran lagi, dan gue nyesal gak pernah ambil. Jadi kali ini izinin gue ambil beasiwa ini, pertama dan terakhir kalinya buat gue nyobain ini..."
".... I'm promise. Jerman, negara yang dari dulu pengen banget gue samperin. Kali ini gue dapat tawaran jalan-jalan ke sana, dengan bonus pendidikan gue di tanggung jawabkan sama pihak universitas."
Mingyu lagi-lagi membuang muka dengan tangan yang ia lipat di depan dada.
Jiho bingung sekarang, kenapa juga di menit-menit terakhir seperti ini, yang harusnya dia sudah mulai harus melangkahkan kakinya masuk ke dalam pesawat, Mingyu baru mau berbicara kepadanya, setelah dua bulan lamanya tak mau menyapa sama sekali, walau sesekali ada menanggapi, walau cuma satu kalimat pendek dengan nada datar, terkesan tak perduli.
Jerman dan beasiswa.
Tawaran yang menggiurkan, walau Jiho harus dilema berbulan-bulan untuk mengambil keputusan yang menurutnya berat ini.
Tawaran beasiswa ke Singapur tiga bulan yang lalu memang ia tolak, itu mengapa sebenarnya Jiho menghindar dari anak-anak gang kemaren. Itu kenapa Jiho stres beberapa bulan yang lalu.
Waktu kemarin Jiho bilang dia ke Singapur buat jalan-jalan berdua sama Junkyu, sebenarnya di saat itulah Jiho mencuri waktu kurang lebih seminggu untuk survey langsung ke Jerman buat cek langsung asrama juga universitas barunya.
"Gue bisa aja nolak beasiswa ke Jerman dan gue dapat kartu merah. Karena dalam setahun ini gue udah nolak dua kali beasiswa ke luar negri, dan kalau kali ini gue nolak lagi, finalnya beasiswa yang sekarang bakal di cabut, dan gue harus biayain kuliah gue sendiri. Tapi ya gapapa juga sih, dulu juga hidup kita gak ada yang namanya beasiswa-beasiswa'an kan ya a'a?" Ujar Jiho diakhi tertawa sendiri.
Jiho mengemas kemejanya yang semula ia buka, meraih tas selempang beserta ponselnya. Setelahnya berdiri, dengan menggapai kopernya.
Oke, keputusan sudah Jiho ambil. Dia harus melepas beasiswa impiannya, lagi. Gapapa, asal hubungannya dengan saudara kandungnya baik-baik aja.
"Yaudah kalau lo memang gak izinin gue berangkat hari ini, gue balik langsung ke kampus lagi. Masalah biaya, tar gue omongin sama mamah papah deh. Gaji hasil gue magang kemaren juga lumayan buat bantu-bantu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Gang II - Beranjak Dewasa || 97Line
Fiksi PenggemarSeries II ✨ Kisah Klasik penghuni gang berlanjut di cerita baru mereka dalam menjalani kisah-kasih mereka yang Beranjak Dewasa... ________________________ Star: Mei '21/12 Finish: Juni '21/25 ©ImChae 2021 Highest Rank ✨ #1 jiho - dari 1,27k cerita #...