8. Fever Phase: Mahligai Castle

10 3 0
                                    

Aku, Pak Sangyeon yang berwajah muda, dan Putri Dewi sedang berdiri di pinggir aliran air yang melingkari pohon Namukum. Sebelumnya, aku telah menyelesaikan dua fever phase. Sekarang tinggal menuju ke Mahligai saja. Aku diskusi dengan Pak Sangyeon dan Putri Dewi mengenai pergi ke Mahligai.

"Jadi, di Mahligai Pak Sangyeon tinggal memberikan kekuatan saja?"

"Ya, kurang lebih begitu. Intinya nanti aku memberimu kekuatan dan nanti Sang Dewi Kelinci yang melegalkanmu."
Jelas Pak Sangyeon lagi.

"Lebih baik kita segera pergi kesana agar Hangyul tahu."
Ujar Putri Dewi.

"Benar itu, apakah caranya sama seperti di Surearium tadi, Putri Dewi?"

Putri Dewi hanya mengangguk. Agh, tidak ada cara lain untuk mengeluarkan darahku selain melukai diri. Mana sakitnya terasa nyata. Pak Sangyeon menunjukkan ada sebuah akar tajam di area luar lingkar aliran air. Aku pergi kesana dan dengan berat hati menggoreskan telapak tanganku kesitu agar darah keluar. Sumpah, sakitnya terasa nyata sekali meski di dunia mimpi.

Aku kembali dan mencelupkan tanganku yang berdarah ke aliran air tersebut.

"Mahligai."
Ucapku simpel.

Perlahan tubuhku seperti mengeluarkan sinar putih. Sensasinya berbeda dengan tadi ketika aku tidak sengaja pindah kemari. Aku menoleh ke Pak Sangyeon dan hendak bertanya, tetapi dua orang ini memegangi pundakku.

KATS!

Badanku seperti terlempar. Aku merasa sedikit melayang, kemudian mendarat di tempat yang empuk. Aku berdiri di awan besar, di depanku ada banyak anak tangga yang menghubungkan tempatku dengan gerbang kastil warna putih-emas.

Di tengah lamunan karena terkesima, Putri Dewi melewatiku dan mengangkat tangan kanannya. Aku melihat ada seperti pasir-pasir yang membentuk sebuah benda di tangannya. Awalnya benda itu tak jelas karena belum semua pasir terkumpul, kini semuanya berubah jadi sebuah kapak perak.

"Selamat datang di Mahligai, Sangyeon dan Hangyul. Disinilah tempat Sang Pendiri Mimpi tinggal."
Ujar Putri Dewi dengan menaruh ujung kapak peraknya kebawah.

"Terima kasih banyak, Putri Dewi."

Pak Sangyeon merubah pandangannya padaku.

"Disini adalah ujian terakhirmu, nak."

"Apa ujian terakhirnya, Pak Sangyeon?"

Pak Sangyeon tersenyum, kemudian menepuk pundakku.

"Kau akan segera tahu nanti. Ayo."

Pak Sangyeon yang berwajah muda mendorong punggungku pelan, disusul Putri Dewi di depan kami.

Aku, Pak Sangyeon, dan Putri Dewi naik ke ratusan tangga putih yang menghubungkan tempat kami tadi ke gerbang berlapis emas. Beberapa anak tangga lagi kami sampai, tiba-tiba pintu besar itu terbuka ke kanan dan ke kiri. Putri Dewi masuk lebih dahulu, disusul aku dan Pak Sangyeon.

"Woah."

Seruku bingung dan tertegun. Karena tempat yang kami masuki hanya ruangan berbentuk persegi dengan dinding putih. Tapi, tengah-tengah ruangan itu ada dua lingkaran. Satu lingkaran besar yang tepiannya berlapis emas tanpa ada isi, dan tengahnya ada lingkaran dengan isi warna emas.

"Nak,"
Panggil Pak Sangyeon.

"Kemari, ikuti aku."

Pak Sangyeon melangkah ke lingkaran emas yang tengah. Aku menurut saja. Ia juga menyuruhku untuk berdiri menghadapnya. Pak Sangyeon menarik napas lalu membuangnya, ekspresi Pak Sangyeon berubah serius. Selain itu, aku melihat Putri Dewi meletakkan kapak perak ke depannya.

Hangyul, The Dream Catcher [Book 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang