Mobil itu sudah bergerak. Pandanganku tak akan teralihkan oleh yang lain selain mobil hitam klasik. Ku ikuti dari jauh kemana mobil itu pergi. Ia keluar dari jalan besar kedua dan menuju ke jalan utama kota Seoul. Kemudian mobil itu masuk ke gang dimana rumah-rumah elit dibangun. Aku berhenti agak jauh ketika mobil itu masuk ke salah satu rumah megah dengan pagar tinggi, ku lihat ada penjaganya juga.
Tak lama, aku dengar suara ribut dari dalam sana. Seperti orang yang membentak dan mengancam. Pagar terbuka lagi, dua orang dengan wajah penuh lebam di dorong keluar oleh dua laki-laki bertubuh kekar. Orang yang diusir paksa tadi jalan sempoyongan ke arah sebaliknya.
Ini tidak bagus. Sepertinya laki-laki tua itu adalah ketua geng atau semacamnya. Aku tidak mau lama-lama disini. Ketika aku hendak menyalakan mesin, dari belakang motor sport yang familiar di mataku jalan dengan kencang. Tanpa mengenakan helm, aku bisa melihat dia dengan jelas.
"Jaemin?!"
Batinku.Dia masuk ke rumah yang sama dengan lelaki tua bertopi fedora tadi. Ini makin tidak bagus, aku tidak boleh lama-lama disini. Aku nyalakan mesin lebih dulu.
"HEY!"
Dua pria memegangi lenganku. Aku berusaha mengelak tapi tangguh sekali orang-orang ini. Kemudian diseret ke dalam rumah dan di dorong sampai jatuh.
"Tuan, saya rasa dia mengawasi rumah ini dari tadi."
Waduh, mampus aku. Sudah pasti dihajar aku. Aku beranikan diri mengangkat kaca helm. Halaman rumah yang luas membuatku melongo karena, wow, seperti lapangan di SMA ku dulu. Kemudian seseorang berdiri tepat di depanku. Aku mendongakkan kepala, ternyata laki-laki yang biasanya ke rumah Paman Kang. Ia menatap kebawah dengan sepuntung rokok bertengger di bibirnya. Ia diam dan memandangiku saja. Tatapannya tajam, seakan haus darah dengan hawa membunuh yang tinggi. Aku teringat dua laki-laki yang dilempar keluar dari pagar. Mati aku.
"Apa kami bawa dia ke tempat interogasi, Tuan?"
Saran pria yang memegangi tangan kananku tadi."H-hey! Ini salah paham saja! Ampuni saya!"
Aku memohon dengan payah."Diam!"
Pria bertopi fedora kemudian mengangkat rendah tangan kanannya. Otomatis pria-pria tadi menurut.
"Kalian berdua kembali ke posisi, biar aku yang urus."
Ujarnya dengan kalem. Dua pria berbadan kekar meninggalkan kami.
"Bangun, anak muda."
Perintahnya. Aku pun bangun lalu membersihkan baju."Kemari, ikut aku."
Ia menaruh tangan kiri di pundakku, aku digiring keluar pagar putih yang menjulang. Dibuang rokok itu, lalu mengajakku bicara sambil jalan keluar.
"Maaf, mereka memang galak. Kamu terluka?"
"Tidak apa-apa, T-tuan."
"Heh,"
Ia tertawa kecil."Tuan?"
"Mereka memanggil anda begitu."
"Hahaha, benar, benar."
Aku diam. Bingung dan tegang jadi satu. Kenapa aku dibawa keluar olehnya? Apa aku akan dihabisi olehnya di luar?
"Kamu bawa motor 'kan? Dimana motormu?"
"Di luar, Tuan."
Ya, motorku ada diluar. Tergeletak tak berdaya di samping jalan. Ku rasa motor tuaku itu juga kedinginan. Tak ku sangka, ia mengantarku sampai ke motor.
"Pulanglah, hati-hati di jalan."
Ini aneh sekali. Laki-laki ini baik sekali padaku. Padahal aku mendengar suara kencang penuh amarah sebelum dua laki-laki diusir keluar tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hangyul, The Dream Catcher [Book 2] ✓
Fantasi[TAMAT - continued in Book 3] Seri kedua dari pentalogi "The Dreamers", yaitu "Hangyul, Sang Penangkap Mimpi". Fantasy "The Dreamer" universe by Silver Vermouth Lee Hangyul, remaja laki-laki yang hidup sebatang kara. Kini dia bekerja di toko bunga m...