3. Reality of Dream

16 5 0
                                    

Tak terasa malam sudah tiba. Siang setelah pulang dari rumah Pak Sangyeon aku membantu bersih-bersih di toko bunga. Sorenya, Paman dan Tante Kang mengajakku ke rumahnya untuk makan bersama. Tentu saja yang memasak Hyewon. Entah kebetulan hari ini masakannya sedap sekali. Usai itu, aku bantu membereskan meja makan dan aku kembali ke rumahku sendiri.

Sunyi menyelimuti ruang tidurku, tapi tak masalah bagiku. Sudah 7 tahun aku merasakan hal ini. Kadang aku tidak tidur hingga pukul 3 pagi. Tapi, kali ini aku harus tidur awal karena janjiku dengan Pak Sangyeon untuk bertemu di mimpi. Aku ambil helai pendek rambut putih Pak Sangyeon diantara KTP dan SIM di dompet, lalu ku taruh rambut itu di kepalaku. Aku nyenyakkan diri agar tidur cepat.

SWIIIIIIISH!

Hembusan angin yang keras ini adalah tanda aku masuk ke sebuah mimpi. Aku perlahan membuka kedua mataku. Aku berdiri di hamparan ilalang yang sangat luas. Ku toleh kanan dan kiri, di belakangku ada rerumputan dan seseorang diam mematung di tengahnya. Aku lari menghampirinya.

Mungkin karena suara kakiku menapak dengan keras, orang berambut tebal itu menoleh.

Mungkin karena suara kakiku menapak dengan keras, orang berambut tebal itu menoleh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, hai, Hangyul."
Sapanya.

"Uh, Pak Sangyeon?"
Tanyaku sedikit bingung, karena Pak Sangyeon disini terlihat muda sepertiku.

"Kamu kira siapa lagi?"

"Haha, saya kira orang lain."

Ada sesuatu yang menarik perhatianku di depannya. Dua buah batu nisan berjajar di depan Pak Sangyeon. Aku berdiri di sampingnya, lalu Pak Sangyeon jongkok.

"Ini adalah nisan yang ku persembahan untuk istri dan anakku. Mereka meninggal karena kecelakaan beruntun 7 tahun lalu di jembatan Yeongdong. Disana, hanya aku yang selamat dari kecelakaan."

Aku diam mendengar cerita singkat Pak Sangyeon. Jadi, Pak Sangyeon juga mengalami kecelakaan 7 tahun lalu? Kecelakaan yang mana membuat kedua orang tuaku meninggal. Aku masih tak bisa melupakan itu, walau aku tidak berada di lokasi, tapi itu kecelakaan terburuk sepanjang masa di Korea Selatan.

Pak Sangyeon kemudian duduk bersila.

"Duduklah, Hangyul."

Aku menurutinya. Pak Sangyeon sedikit memutar tubuhnya dan condong kepadaku.

"Nah, Hangyul. Apakah kamu percaya dunia mimpi?"

"Sulit bagi saya untuk mempercayai itu. Tapi, faktanya saya bisa berkomunikasi dengan anda disini setelah saya tidur, mungkin itu bisa merubah kepercayaan saya."

Hangyul, The Dream Catcher [Book 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang