Hari pertama dalam program pembangunan rel kereta mereka gunakan untuk membangun tenda. Titan di pulau sudah lenyap dan sekarang aman-aman saja untuk bermalam di manapun, mengabaikan anjing-anjing liar bertampang serigala yang jumlahnya juga tidak seberapa banyak. Lokasi yang mereka pilih berada di dekat pantai dengan sedikit rerumputan. Itu bekas tenda sebelumnya, ketika mereka menangkap para penyusup yang dikirim Marley.
Mereka melupakan satu fakta bahwa hari itu musim dingin sudah dimulai. Malam tiba bersama udara yang membekukan, semua orang tidur dengan gigi bergemeletuk dan tubuh menggigil. Mereka tidur meringkuk menjaga panas tubuh masing-masing.
Satu-satunya orang yang tidak bisa tidur adalah Mikasa. Gadis itu benci dingin, apapun bentuknya entah itu hujan atau salju. Segala sesuatu tentang dingin selalu mengingatkan pada saat-saat paling tragis dan memilukan dalam hidupnya. Mikasa bangun dan meninggalkan Sasha keluar tenda. Salah satu tangannya memegang erat selimut yang ia sampirkan di bahu agar tidak jatuh.
Mikasa memandang ke tengah-tengah kemah. Api unggunnya mati. Pantas saja dinginnya kelewatan. Gadis itu mencoba menyalakan kembali api. Ia meninggalkan selimut hangatnya dan menarik seikat kayu bakar dengan satu tangan. Kali ini Mikasa memaki kenapa tidak ada yang menyalakan obor. Mentang-mentang sudah ada lentera kulit titan dan cara lama lagi merepotkan seperti ditinggalkan begitu saja.
Tidak ada yang salah, Mikasa tidak menyalahkan siapa atau apapun. Hanya sedikit memaki dalam hati karena saking kesalnya.
Masuk kembali ke tenda, Mikasa mengambil korek api yang ia simpan di ranselnya. Ia juga mengambil satu jirigen minyak tanah. Membawa semua itu ke dekat kayu yang sudah disusunnya, lalu gadis itu lebih dulu duduk dan menguap lebar. Udara dingin walau menyiksa tidak dipungkiri lagi juga membuatnya lebih mengantuk. Tapi Mikasa tidak mau tidur dalam keadaan sedingin sekarang, jadi dia mulai menyirami sebatang kayu bakar dengan kain terikat di ujungnya. Saat hendak dinyalakan, gadis itu merasakan merinding menjalari belakangnya. Dia refleks menoleh.
Seseorang baru saja lewat.
Apa ada orang lain yang bangun? Lalu kenapa dia tidak langsung menghampiri Mikasa?
Curiga, gadis itu meletakkan kayu dan korek api di tangannya. Tidak akan sempat memeriksa tenda satu per satu. Jadi dia langsung berkeliling kemah dengan was-was.
Apa ada penyusup? Jika benar, maka mereka sudah sangat ceroboh. Harusnya mereka sadar bahwa selain titan atau binatang buas, ancaman juga bisa berasal dari manusia itu sendiri. Mungkin musuh mengirimkan penyusup lagi.
Mikasa tidak menemukan apapun. Kecuali bayangan yang berdiri di atas batu karang di pesisir. Rambut sedagu yang tertiup angin dan tubuh menghadap ke arah laut. Memandangi bulan yang cahayanya meninggalkan jejak di permukaan air.
"Eren?" panggil Mikasa ragu.
Siluetnya menoleh, memperlihatkan setengah wajahnya dan mata hijau berkilat.
Mikasa berjalan mendekat. "Kau tidak tidur?"
"Hati-hati." Eren memegangi kedua tangan Mikasa, membantunya tetap seimbang melewati bebatuan-tanpa alas kaki pula.
"Kau tidak tidur?" ulang Mikasa.
"Kau sendiri?"
"Aku kedinginan," ucap gadis itu, "jadi aku menyalakan api."
Eren menengok ke arah perkemahan. Tidak ada cahaya api dari sana. "Sungguh?"
Mikasa mengerutkan alisnya, tapi sedetik kemudian ia paham. "Ah, tadi ada yang lewat. Aku kira penyusup." Dan ternyata dirimu.
Pemuda di depannya mengedip dan mengangguk paham. Selanjutnya hanya keheningan yang mengisi mereka. Tangan keduanya tetap bertaut dan Mikasa masih memandangi Eren sementara dia memalingkan wajah.
Melirik, Eren menemukan Mikasa masih berfokus padanya. Satu tangannya kemudian lepas dan meraih kepala gadis itu. Ah, Mikasa tidak mengikat rambutnya. Rambutnya tergerai dan Eren dengan lembut menyisirnya menggunakan jari-jarinya yang kasar. Kegiatan itu berlangsung beberapa menit, keduanya mengabaikan hawa dingin yang menusuk. Kehangatan, panas tubuh yang mereka bagi sudah cukup menepis segalanya. Mikasa menikmati sentuhan itu dengan menunduk malu-malu, sampai akhirnya Eren berhenti. Dia mendongak dan bertanya, "Ada yang salah, Eren?"
Dia tidak membalas. Matanya menggelap dan pupilnya melebar, ada sesuatu di kedalaman itu yang ia coba sembunyikan. Tidak ingin Mikasa menyadarinya, dengan satu tangan yang masih terhubung Eren menarik Mikasa mendekat dan tangan yang lain memastikan kepala Mikasa jatuh di dadanya.
Mikasa bingung, tetapi tidak keberatan. Ia juga mengulurkan tangannya, memeluk Eren di belakang. Dalam momen sunyi itu, tidak ada yang tahu siapa yang tidur lebih dulu.
»◇◆◇«
Gumusservi (n.): Moonlight shining on water.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafuné
FanfictionAn EreMika fanfiction by me to celebrate #eremikaday Cafuné (n.): Running your fingers through the hair of someone you love. You are free to read. Tetapi bagi anime only, ini (mungkin) berisi spoiler. . . . All characters belong to Isayama Hajime