Eren menunggu di suatu malam yang suntuk. Maksudnya, semua orang sudah tidur, tentu saja. Bahkan Mikasa yang awas tidak menyadari ketika ia menyelinap keluar rumah, berjalan sampai gerbang dalam Shiganshina.
Dia bertemu Yelena di sana. Didampingi Floch yang bersenjata.
"Eren Yeager!" serunya berbisik dengan wajah sumringah. "Kau benar-benar datang!"
Eren langsung meletakkan jari telunjuk di mulut, lalu menunjuk ke atas. "Ada ruang rahasia di atas. Kita bicara di sana." Yelena mengangguk dan mengikuti Eren di depan.
Ruangan tempat Reiner pernah sembunyi. Sudah dua tahun sejak kehilangan besar itu. Sudah dua tahun sejak Eren melihat segalanya.
Mereka naik dengan katrol yang terpasang. Eren tahu ada teknologi yang lebih mudah di luar dinding—berdasarkan ingatan ayahnya—tetapi Paradise tentu saja belum mampu mengembangkannya.
Ketika mereka tiba, ada beberapa prajurit yang setengah mabuk.
"Berdiri!"
Namun mereka masih bisa mengenali suara Eren—yah, dia terkenal sebagai titan pulau—dan langsung bangkit sempoyongan.
"Keluar, dan jangan biarkan siapapun masuk. Sekarang!" bentak Eren dan mereka langsung enyah dari sana sesuai perintah.
Mata Yelena mengikuti hingga mereka keluar di balik dinding, lalu ia menyingkap seprai yang ia gunakan untuk menutupi dirinya.
"Eren Yeager," ia berseru sekali lagi, "akhirnya aku bisa bicara berdua denganmu," katanya seakan Floch di lorong sama sekali tidak ada.
"Aku menerima surat darimu." Surat yang diam-diam sampai padanya beberapa hari lalu. Bahkan Mikasa tidak tahu. "Katakan, apa maumu."
"Aku, ingin menyampaikan pesan Zeke." Yelena berkata dengan enteng. "Ini bukan rencana Zeke Yeager yang sebenarnya. Rencana asli kami disebut rencana euthanasia."
Euthanasia. Mereka akan memusnahkan subjek Ymir. Pelan-pelan, membuat mereka tidak bisa beranak lagi sehingga kekuatan titan juga ikut hilang.
"Apa kau mau mengikuti rencana saudaramu, Eren?"
Tidak, jangan harap!
"Ya," jawabnya dusta. "Aku sudah melihat dosa-dosa pendahulu Eldia, aku tidak ingin membiarkan kekuatan titan merusak dunia ini lagi. Kami memang lebih baik menghilang."
Yelena tersenyum, merasa kata-katanya telah berhasil membujuk sang iblis.
Tidak tahu yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya. Siapa sih yang bisa menjinakkan iblis. Naif sekali dirimu yang berpikir demikian.
"Kita akan mengikuti rencana Yelena dan Zeke?"
Eren menahan jawabannya di tenggorokan untuk sedetik. "Tidak. Untuk sekarang, kita harus berpura-pura bodoh dan mengikuti mau mereka. Aku harus mendapatkan... Zeke dan kekuatan Pendiri."
Floch melihat ke Eren dengan ragu. "Jadi begini cara kita melakukannya? Dengan berpura-pura?"
"Kau kira kita punya pilihan lain?"
Floch tidak menjawab. Manik hijau Eren mengiringi saat Floch dan Yelena pergi. Dia menghembuskan napas panjang, menciptakan uap di udara malam yang dingin.
"Aku.. sebaiknya pulang." Entah sudah berapa lama ia menghabiskan waktu untuk diskusi sia-sia ini.
Dengan kedua tangan di dalam sakunya, ia turun dari ruangan rahasia itu. Melewati beberapa penjaga yang tertidur—sekilas mengingatkannya pada Hannes.
Eren sampai di rumahnya. Dia berniat langsung kembali ke kamarnya dan berpura-pura tidur untuk menghindari kecurigaan Mikasa, tapi akhirnya malah lebih dulu mengintip kamar gadis itu.
Dia hilang.
Pupil Eren melebar. "Mikasa!?" Dia membanting pintu sampai terbuka lebar. Untung saja engselnya masih utuh.
Gadis itu benar-benar tidak ada di kamarnya.
Eren memeriksa dapur dan kamar mandi, bahkan kamarnya sendiri namun hasilnya tetap nihil. Dia akhirnya keluar rumah dan berteriak, "MIKASA!"
Bocah itu membeku ketika mendengar suara terkesiap seorang wanita. Eren menoleh, menaiki tangga teras samping rumahnya.
Gadis itu ada di sana. Duduk menekuk lutut dan terbungkus selimut, rambutnya tergerai di sisi kepalanya.
Detak jantung Eren berangsur jinak.
"Eren, itukah kau?" Mikasa mendongak sambil mengucek matanya.
"Mikasa, kenapa kau ada di sini?" Dia memegangi bahu gadis itu.
"Kau dari mana?" Gadis itu balik bertanya dengan suara serak. "Aku keluar karena kau tidak ada." Dia mengucek mata lagi.
"Aku hanya mencari udara segar," dusta Eren. "Ayo masuk, di sini dingin."
Mikasa menguap dan mengangguk mengiyakan. Eren menopang tubuhnya karena gadis itu terlihat akan limbung kapan saja.
"Oh, tunggu." Mikasa tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia menunjuk ke arah langit. "Lihat itu, bintangnya banyak sekali."
Gadis itu masih bermata abu malas, tetapi berbinar-binar. Ada senyum di wajah kantuknya dan dia tertawa kecil.
Eren tidak repot-repot melihat bintang di langit. Bintang itu ada di depannya, di dalam mata Mikasa.
"Indah sekali," puji Eren.
"Memang." Gadis itu menyetujui tanpa tahu siapa yang sebenarnya disanjung.
Eren tersenyum kecut. Dia memaksa Mikasa kembali berjalan masuk. Sudah terlalu dingin di luar dan Eren tidak mau Mikasa sakit atau sampai menggoyahkan tekadnya yang sekarang.
»◇◆◇«
Scintillate (v.): to twinkle, as the stars
Judul putus asa lagi dari saya 😀🙌🏼
Omong-omong, sekalian menyampaikan sebentar lagi saya ada ujian. Mungkin saya tidak akan bisa update selama beberapa bulan, dan saya minta doanya untuk kelancaran ujian saya.
Yang sebentar lagi juga menghadapi ujian saya doakan semoga berhasil, ya. Salam hangat dari saya.
See you later🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafuné
Hayran KurguAn EreMika fanfiction by me to celebrate #eremikaday Cafuné (n.): Running your fingers through the hair of someone you love. You are free to read. Tetapi bagi anime only, ini (mungkin) berisi spoiler. . . . All characters belong to Isayama Hajime