(11) Kenyataan Pahit

1.9K 193 54
                                    

Setelah kejadian malam itu, Taufan terus memikirkan si psikopat itu. Netra merah rubi dan sentuhan lembutnya benar-benar tidak asing bagi Taufan, seolah dia pernah bertemu dengan orang bertopeng itu setiap hari.

Angin yang melihat kakaknya itu melamun, menaikkan sebelah alisnya. Dengan cepat dia menelan sarapannya yang dia kunyah sebelum, "Woii!!" jeritnya sembari menggerebek meja tepat di samping Taufan.

"Wuaarghh!!" Apa yang dilakukan Angin sukses membuat Taufan terkejut bahkan sampai terjatuh dari kursi makannya. "Angin kamvret!!" kutuknya.

"Bwahahaha!!" tawa Angin memenuhi seisi ruang makan. "Makanya jangan melamun. Mikirin apa sih? Kakak yang matanya merah itu yaa,~" godanya.

"Heh! Sembarangan!" seru Taufan yang sudah berdiri dengan penuh kasih sayang dia menggeplak kepala angin hingga terjatuh dari kursinya.

"Aduuh...." Angin meringis memegangi kepalanya sambil berdiri. "Mukulnya gak ngotak anying! Kalau sampai geger otak entar pacarku My sweet sweetie bisa nangis tau!"

"Hidih.... Malahan dia bakal bersyukur kalau kau geger otak. Berasa kena azab dia kalau punya pacar kayak Lo!" seru Taufan tidak mau kalah.

Beliung yang sedari tadi diam memperhatikan kedua anaknya sudah benar-benar berada di ambang batas sabarnya. "KALIAN BERDUA INI GAK SEKOLAH HAH?! LIAT JAM BERAPA SEKARANG?! SARAPAN GAK ABIS! MALAH BERANTEM! CEPAT BERANGKAT SEKOLAH SEKARANG!"

Tautan maupun Angin yang mendengar ibu mereka ngamuk langsung kicep.

"Oiya! Hari ini kan camping! Aku berangkat sekarang ya Ma entar ketinggalan Bis!" seru Taufan langsung kabur sebelum Ibunya itu tambah ngamuk.

"A-ahahahaha Angin juga berangkat sekarang deh.... Dah Mama!~" ucap Angin yang langsung kabur menyusul Taufan.

~~~~~~

Taufan menghela nafas lega sembari tersandar di sandaran kursi Bus. "Hah~.... Untung engga terlalu telat dan masih sempat masuk ke Bus."

Terdengar kekehan yang berasal dari Thorn. Sahabatnya yang bernetra hijau zamrud itu berada di kursi yang bersebelahan dengan Tuafan sendiri. "Lain kali jangan sampai telat lagi," ucap Thorn sembari mengusap-ngusap lembut rambut kepala Taufan.

"Iya!!" jawab Taufan penuh semangat sembari tersenyum cerah. "Terimakasih ya Thorny udah cariin kursi terus jagain lagi!"

Thorn kembali terkekeh. "Iya, Sama sama,~" ucapnya sembari mencubit gemas salah satu pipi Tuafan tanpa tau kalau salah satu orang yang berada di belakang mereka sedang mengepalkan tangannya dengan erat di dalam saku celana.

Taufan tersipu malu dengan wajah yang memerah, hatinya terasa berbunga-bunga. Namun hal itu lenyap dalam sekejap mata tepat saat Thorn menoleh ke belakang kepada Solar yang berada di belakang mereka juga. Di depan mata Taufan sendiri dia kembali melihat kemesraan mereka berdua.

"Sunshine, kamu ngantuk?" tanya Thorn saat menoleh ke Solar.

"Sedikit sih Thorny," jawab Solar sembari mengambil handphone dan earphone miliknya dari dalam tas.

Thorn mengambil sesuatu dari dalam tasnya sebelum berdiri daru kursinya dan berjalan dengan hati-hati ke tempat Solar. "Tidurlah, aku jagain, sekalian pakai ini biat tidurnya nyaman," ucapnya sembari memasangkan penutup mata ke dahi Solar. "Kalau udah mau sampai nanti aku bangunin."

"Terimakasih Thorny,~" ucap Solar sembari tersenyum. Dia menyetel sebuah lagu di handphone nya dan membiarkan Thorn memsangkan earphone ke telinganya. "Kamu juga kalau udah cape, tidur aja," lanjutnya sebelum memasang penutup mata itu dengan benar dan menyamankan posisinya.

 Pyscopath (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang