Halilintar terdiam, pandangannya tidak lepas dari sosok seseorang yg identik dengan warna biru langit didepannya. Yah Halilintar tau semua orang kadang tampa sengaja memiliki nama yg sama bahkan marga yg sama.
Tapi ada sesuatu yg membuat Halilintar yakin orang yg didepannya ini adalah Taufan Rafael Cyclone yg dia cari selama ini. Terlihat dari netra biru sapphire dan senyum cerah nan ceria yg orang itu miliki. Persis sama dengan lelaki yg menolongnya tiga tahun lalu.
Hanya saja make up tebal yg kini menempel di wajah orang itu, sukses membuat Halilintar sedikit kesulitan untuk mengenalinya lebih lanjut.
Taufan dibuat bingung dengan pemuda yg baru dia kenal ini, pasalnya pemuda itu menatap dirinya hampir tiada berkedip. Tak hanya Taufan, para sahabatnya yg lain juga turut bingung dengan sikap Halilintar. Bahkan Ice yg selaku sepupunya ikutan bingung.
"Emm.. Kau baik baik saja?" tanya Taufan yg mulai merasa tidak nyaman.
Pertanyaan Taufan sekaligus sikutan dari Ice menyadarkan Halilintar dari dunianya. Dia mengerjap beberapa kali sebelum berdeham."Ekhem... Ya aku tidak papa." jawab Halilintar dengan coolnya.
"Ookeey." ucap Taufan tidak begitu yakin tapi dia memilih acuh saja. Tanpa sengaja netranya bertemu dengan netra ruby milih Halilintar. Pandangan netra merah itu seperti sedang mengisyaratkan sesuatu, tapi apa itu? Dia tidak tau, lebih tepatnya tidak mengerti.
Sikutan yg Taufan rasakan tepat di bagian pinggang, spontan membuatnya tersentak kaget. "Hey-" ucapannya terpotong ketika tiba tiba saja Blaze berbisik kearah telinganya.
"Hey, sepertinya lelaki bernetra ruby itu menyukaimu hmm~" bisik Blaze dengan nada menggoda tepat di telinga Taufan. Hal itu sontak membuat si empu telinga merona.
Taufan menggeleng cepat sebelum membalas bisikan Blaze dengan ketusnya. "Itu tidak mungkin, kami baru saja kenal. Kau gak usah mengada ngada deh Gunung Bromo!"
Blaze masih dengan bisikan mengodanya."Siapa taukan cinta pandangan pertama~"
Wajah Taufan semakin merona. Memang tidak begitu jelas, kerena ditutupi oleh make up tebal itu, tapi dengan berubah warnanya kedua telinga Taufan, sudah cukup menjadi bukti.
Segera Taufan mendorong tubuh Blaze menjauh. Kelakuan mereka tidak lepas dari perhatian para sahabatnya yg lain, begitu juga dengan Halilintar, dia tersenyum geli khas miliinya yg tentunya hanya dikenal oleh Ice di sana.
"Kalian berdua kalau mau berbisik volumenya dikecilin kali." ucap Gempa dengan wajah datar kepada Taufan dan Blaze.
Taufan yg mendengar itu langsung melotot tajam kearah Blaze, dengan penuh rasa dendam dia menginjak kaki sahabat jahilnya yg satu itu.
Bisa bisanya dia berbisik sampai yg lain denger, kalau sudah begini mukaku mau diletak dimana. Pikir Taufan, dia tidak sadar atau lebih tepatnya tidak akan mengaku, kalau dirinya juga berbisik dengan volume yg kurang lebih kerasnya dengan volume Blaze.
Semua yg ada di sana tertawa, menertawakan Puting Beliung dan Gunung Bromo, kecuali Ice dan Halilintar yg hanya tertawa kecil. Menjaga image agar tetap stay cool.
Hal yg mereka lakukan tentu saja membuat wajah Taufan kembali merona, campuran antara kesal dan malu.
Blaze? Jangan ditanya, dia kini malah loncat loncat gak jelas sembari memegangi kakinya yg diinjak maut oleh Taufan.
"Aduh.. Aduh! Siith.. Ice tolong." ucap Blaze diantara gerakanya sekarang yg agak pincang.
Ice dengan sigap menangkap tubuh Blaze yg mulai tidak seimbang itu. "Beginilah kalau suka cari gara gara."ucapnya dengan malas. Dia berjongkok untuk memijit pelan kaki Blaze, mengabaikan wajah Ukenya yg saat ini cemberut lengkap dengan pipi yg menggembung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pyscopath (End)
FanficSakit?? Hmm ya sakit itu yg di rasakan oleh pemuda yg memiliki netra merah ketika dia mencintai seseorang akan tetapi orang itu malah mencintai orang lain. Kerena itulah membuatnya gelap mata akan mencari mangsa untuk di bunuh atau disiksa sebagai p...