(21) Ghostfake 2

1.7K 101 32
                                        

"Halilintar...," lirih Taufan.

Keduanya terdiam cukup lama sambil menatap netra satu sama lain. Taufan dengan tatapan tidak menyangka dan kecewanya sedangkan Halilintar dengan tatapan takut dan gugupnya.

"Jadi selama ini...Ghostfake itu kamu? Kamu yang membunuh anak sekolah kita, Hali?" tanya Taufan, lirih.

"U-Ufan...b-bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Halilintar terbata. Tidak sedikitpun berani menjawab pertanyaan Taufan.

Dia sangat yakin tidak ada yang pernah tau soal lokasi rumah ini termasuk Ice. Sepupunya itu hanya tau tentang perbuatan bejatnya selama ini.

Taufan terkekeh lirih. Air matanya sudah tidak terbendung lagi, mengalir bagai anak sungai. Lantas dia mendongak menatap Halilintar dengan tatapan penuh emosi.

"Aku memang sudah curiga dari saat kencan pertama kita Hali. Kamu sering izin dan pergi secara terburu-buru saat kita berdelapan ngumpul bareng ataupun saat hanya ada aku dan kamu. Awalnya aku tidak begitu peduli dan menganggap kamu memang ada keperluan mendesak. Namun lama-kelamaan tingkah-mu itu membuatku kepikiran karena beberapa kali aku menyusul-mu ke tempat yang kamu maksud, kamu tidak ada di sana. Apalagi kadang setelah kamu kembali, gak lama setelahnya pasti terdengar kabar ada yang mati."

Taufan masih menatap Halilintar dengan tatapan penuh emosi saat melanjutkan ucapannya. "Hingga akhirnya aku semakin overthingking and negatif thinking saat melihatmu mencuci pisau berlumuran darah di toilet tadi dan tidak lama setelah itu ada pengumuman seorang siswa baru, mati di sana. Sungguh, aku masih mencium bau anyir saat tanganmu menyentuh pipiku."

"Dan tahukah kamu siapa yang kamu bunuh Hali? Jangan mengira aku sudah tidak mengingatnya hanya karena kencan pertama kita sudah cukup lama. Dia...adalah orang yang tidak sengaja menabrak-ku saat di mall itu kan?"

"Oooh..." Tiba-tiba saja Taufan menunduk seraya terkekeh kecil dan terdengar lirih. "Aku mengerti sekarang...kalau saja saat itu ku tidak menyusul-mu ke toilet, mungkin kamu sudah membunuhnya saat itu juga."

Dia mendongak lagi menatap Halilintar dengan air mata yang lagi-lagi mengalir deras. "Aku kira kamu hanya akan menegur dan sedikit memberi peringatan padanya. Ternyata aku salah...apa yang ada dipikiran-mu lebih dari itu."

"Aku benar-benar tidak menyangka Hali...ternyata yang selama ini menculik banyak orang dan membunuh mereka...itu kamu. Kenapa? Kenapa kamu lakukan itu Hali?! Kenapa?! Kenapa kamu diam saja?! Ayo Katakan!!" bentaknya.

"AKU BEGITU KARENA KAMU!!"

Taufan terhenyak mendengar jawaban dengan nada tinggi serta frustasi dari Halilintar. Ditatapnya sang kekasih sekarang mengusap kasar wajah sendiri, jelas terlihat dia sedang gusar, gelisah serta takut.

Halilintar takut. Jelas dia takut karena Taufan sudah mengetahui hal yang sangat ingin dia rahasia dari Kekasihnya itu. Sekarang sudah seperti ini, tidak akan menutup kemungkinan Taufan akan pergi meninggalkannya.

Keduanya terdiam di posisi yang sama hingga akhirnya Halilintar sadar kalau dia sudah berbicara keras pada Taufan.

"U-Ufan aku tidak bermaksud meninggikan suaraku," sesalnya.

Taufan mundur beberapa langkah saat Halilintar mendekat hendak memeluknya. Dia terdiam bukan karena bentakan Halilintar, melainkan karena jawaban dari Kekasihnya ini.

"Karena...aku? Kamu membunuh...karena aku?" tanya Taufan tidak percaya. Dia tidak pernah meminta Halilintar menyakiti siapapun apalagi sampai membunuh.

"Ughh..." Halilintar mengusap kasar wajahnya lagi. Kesulitan mencari kata dan merangkai kalimat untuk menjelaskan. Entah kenapa otaknya buntu mendadak.

 Pyscopath (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang