Holaaaa🙌🙌
Silahkan baca dan vote serta beri komentar membangun ya:)
Happy reading
Jadi mahasiswa teknik?
Jelas bukan mauku. Aku yang menyukai sastra dan tiba tiba terpental jauh hingga mendarat di fakultas teknik membuat bundaku geleng geleng kepala.
Beliau sampai berpesan padaku 'kalau sampai mengeluh karena tugas kuliahmu itu, terdengar sekali saja di kuping bunda, bakal bunda nikahin kamu sama anak juragan lele, Key.'
Oleh karena itu, mau sampai kepalaku berasap sekalipun aku tak akan mau mengadu pada bunda.
Aku masih sayang pada status single yang kusandang sampai sekarang.
Suara deru kendaraan menambah mumet kepalaku. Hari sedang panas panasnya, dan ibukota yang seringkali di landa macet membuat jiwa primitifku bangkit.
Aku butuh istirahat jika tidak mau meledak.
"Neng geulis teh mau beli buku ndak?
Aku menoleh ke samping. Wajah yang awalnya ku tekuk langsung saja menampilkan senyum saat wanita paruh baya menawarkanku novel dengan sampul coklat tua.
Sepertinya Tuhan tahu hari ini aku akan pergi ke gramedia untuk membeli novel sebagai salah satu caraku menyembuhkan diri setelah di hajar habis habisan oleh fisika dan tetek bengeknya.
"Kok ngga ada judulnya, Buk?" Aku bertanya setelah membolak balikkan buku yang masih tersampul plastik itu.
"Ini buku anak saya, Neng. Belum sempat di terbitin tapi sayang kalau di buang, jadi saya jual saja," terang si ibu. Aku hanya mengangguk sebagai balasan atas ucapannya.
"Harganya berapa, Buk?" Aku adalah tipe orang jika sudah menyukai buku tak akan masalah dengan harga. Kalau mahal aku memaklumi, karena menulis novel yang tebal juga membutuhkan banyak ide dan tentu lumayan sulit.
Bukankah itu seharusnya sepadan?
"Terserah Neng mau ngasih harga berapa. Saya mah manut saja."
Aku merogoh sakuku. Aku menyerahkan satu lembar uang berwarna merah pada ibu itu. Setelah berterimakasih, ibu itu pergi meninggalkanku.
Aku memegang erat novel yang baru kubeli. Aku berjalan menuju kos, "Semoga ceritanya bagus. Biar gue juga ngga rugi beli bukunya."
🔪🔪🔪
"Woah." aku menutup mulutku takjub, "Ini seriusan pake pulpen nulisnya, bukan diketik. Apa ngga patah itu tangan?"
Aku membuka helai demi helai pelan. Seolah olah yang kupegang sekarang adalah kaca yang sewaktu waktu bisa pecah.
"Ditya Nagam Prahaja." Aku menggumamkan nama si pemeran utama yang tertulis setelah sketsa wajahnya.
"Ganteng banget ya Tuhan." Alis, hidung, bibir, hingga rambutnya adalah definisi wajah tampan yang sesuai dengan keinginanku. Demi apapun ini--
"Ganteng banget." Sekali lagi aku memujinya.
Di sketsa kedua ada wajah cantik yang tergambar. Tapi tunggu, "Kenapa wajahnya mirip banget sama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYGAM (bahagia atau luka) [Hiatus]
Fantasy"Pokoknya lo harus bikin dia bahagia. Gue rela gantiin posisi Silsa buat bahagiain Nagam, sekalian tuh lo manfaatin nama gue yang lo tulis disitu." Dan petaka-lah yang menimpaku setelah melontarkan kalimat sialan itu.