Sudah dua minggu.
Hidupku tentram karena Nagam yang tidak mengusikku lagi. Tapi ada satu hal yang mengganjal, mengapa setiap nama lelaki itu terlintas di kepalaku pasti ada perasaan aneh yang selalu berusaha untuk diingat oleh tubuh ini.
Penulis sialan itu pasti senang melihat aku yang kebingungan. Berkali kali aku memakinya baik di dalam hati atau bahkan sampai berteriak tapi dia tidak pernah muncul lagi selain saat peristiwa yang melibatkanku dan juga Silsa.
Ayah dari Keyna sepertinya tidak memedulikan anaknya. Ia hanya melihatku sekali dan tidak kembali lagi dengan alasan pergi keluar kota untuk bisnis. Dan lebih sial lagi aku belum sempat menanyakan status asli Silsa pada ayah Keyna.
Rumah sebesar ini dan hanya aku serta beberapa pelayan yang menempati rasanya sangat hampa, dan juga membosankan.
"Frey, ayo dong ke rumah gue."
"Gue ngga bisa, Key. Lo tau kan gue lagi di rumah nenek gue."
Aku merengek lagi, "Gue bisa minta supir buat jemput lo kok."
"Gue ngga mau, ini udah malem, Key. Lagi pun bentar lagi gue balik."
"Lo ngomong bentar udah dari tiga hari yang lalu, Freya." Ah sudahlah, capek aku membujuknya tapi tidak dituruti.
"Lo kan tau gue ngapain disini."
"Tinggal terima aja ngapa sih. Orang dia juga ganteng kok. Bibit, bebet, sama bobotnya udah terjamin seratus persen."
"Tapi gue ngga cinta, Key. Mau dipaksa juga ngga bisa kalau udah berurusan sama hati."
Huh, ribet sekali urusan percintaan sahabatku satu satunya ini. Nenek kolotnya itu bertekad menjodohkan Freya dengan cucu dari teman lamanya. Dan Freya pun sangat bertekad menolak itu semua, sampai sampai ia bolos kuliah hanya untuk meyakinkan neneknya bahwa ia belum mau menikah.
"Ya udah deh. Semoga berhasil. Kalau emang gagal gue cuma bisa doain semoga lo cepet cepet nikah ya, Frey."
"Doa lo jelek banget. Gue juga doain semoga lo cepet cepet nikah sama Kak Na--"
Jangan sebut nama itu. Aku sudah berusaha melupakannya sejak dua jam yang lalu dan kenapa harus diingatkan lagi. Maafkan aku Frey harus mematikan panggilan, aku tidak mau mendengar doamu lebih jauh lagi.
Karena itu benar-benar benar berdampak buruk untuk perasaanku.
"Lo terlalu banyak memikirkan hal yang seharusnya ngga perlu lo pikirin, Key."
Tubuhku menegang. Suara ini datang lagi dan entah kenapa langsung membuatku kesal, "Kemana aja lo bangsat?!"
"Ngga sopan banget lo sama orang yang udah ngabulin permintaan lo."
"Orang?" Aku tertawa, "Mana ada orang yang ngga punya bentuk kayak lo. Lagian lo serius amat soal permintaan gue," ucapku kesal.
"Makanya, Keyna. Kalau berdoa itu mikir-mikir dulu, sekali dikabulin malah ngga terima."
Ingin sekali aku memukul mulut 'orang' ini. Jika tahu akibat permintaan sialan ini aku harus menyeberangi dunia antah berantah yang aku tak tahu terletak di bagian mana, tentunya aku tak akan sudi mengucapkannya walau dalam hati.
"Ya kan lo bisa kabulin dengan buat Silsa sama Nagam hidup lagi, dan ngga perlu ngelibatin gue sialan!"
"Ngegas mulu lo, Key. Lebih baik terima aja nasib lo, mau lo marah marah juga lo ngga akan bisa balik ke dunia asal lo."
"Maksud lo?"
"Gue ngirim lo kesini bukan tanpa sebab. Lo harus menyelesaikan apa yang udah lo mulai."
"Gue mulai apaan?"
"Karena lo yang masuk tiba tiba ke dalam cerita ini, alur ceritanya mulai berubah."
"Kan itu juga gara gara lo, Setan."
Dia tertawa. Membuat emosiku melunjak, jujur saja jika dia di hadapanku sekarang maka sudah kuhadiahi tendangan karena membuat keadaan menjadi rumit seperti ini.
"Hobi banget lo ngatain gue, Key. Daripada ngga ada kerjaan mending lo cari tahu lebih jauh tentang kehidupan lo disini."
"Gimana caranya?" Tanyaku. Ingatan yang orang ini kunci membuatku tidak tahu apa apa dan itu menyiksaku.
"Dari buku catatan lo yang ada di laci meja, mungkin. Gue pergi dulu ya, baik baik lo sama Nagam anak gue."
"Lo mau kemana?"
Tidak ada sahutan. "Eh bangsat lo gue panggilin susah susah malah ngilang lagi."
Ah sudahlah. Lebih baik aku mencari buku catatan itu. Aku beringsut ke samping, malas melangkahkan kaki aku memilih berguling hingga membuat kepalaku terhantuk kepala ranjang.
"Sakitnya. Untung kepala gue keras, kalau lembek udah pecah ini." Aku mengelus dahiku, sepertinya akan benjol. Oh iya, tenang saja untuk pahaku sudah sembuh tinggal dilepas saja benangnya besok.
Nagam cukup ahli juga ternyata.
Kan mikirin dia lagi, memang kalau dari sananya otak menyukai lelaki tampan jadi apapun yang ia lakukan walaupun membuatku kesal tapi tetap saja masih bisa termaafkan karena wajahnya itu.
Memang benar sih, kalau kau terlahir tampan atau cantik maka lima puluh persen hidupmu sudah terjamin.
Cukup cukup. Jangan memikirkan lelaki itu dulu, sekarang yang harus ku lakukan adalah membaca buku yang ada di tanganku sekarang.
"Dia?"
Buku catatan atau biasa disebut diary ini bersampul coklat tua seperti warna batang pohon, juga ukiran yang membentuk kata Dia.
"Lo kok puitis banget sih, Key. Tapi kenapa rasanya sedih banget pas baca tulisan lo." Tidak sadar mataku memanas, aku seperti sedang membuka luka lama yang matian matian di sembunyikan gadis ini.
"Lo kayak terluka banget, Key."
Air mataku menetes tanpa isakan. Mataku terus saja membaca tulisan indah ini. Ada beberapa kertas yang kusut seperti habis terkena air, dan aku tahu penyebabnya.
"Seberapa berharganya dia buat lo, Key? Sampai sampai tulisan lo pun bisa buat gue nangis kayak gini."
Siapa sebenarnya dia itu?
.-.-.
Jangan lupa
Tekan🌟
Chapter selanjutnya itu full tulisan dari catatan harian Keyna ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYGAM (bahagia atau luka) [Hiatus]
Fantasy"Pokoknya lo harus bikin dia bahagia. Gue rela gantiin posisi Silsa buat bahagiain Nagam, sekalian tuh lo manfaatin nama gue yang lo tulis disitu." Dan petaka-lah yang menimpaku setelah melontarkan kalimat sialan itu.