Aku menatap senang motor beat yang ada di hadapanku sekarang. Berbekal keberanian seujung kuku, aku meminta motor ini dari 'papa' yang tanpa bertanya lagi langsung menyetujui permintaanku, anak gadis satu satunya.
"Non yakin ke kampus bawa motor." Aku menoleh ketika lagi lagi mendengar suara dengan nada khawatir dari Bik Na. Beliau melanjutkan, "Nanti kalau Non tiba tiba pingsan di jalan, gimana?"
Ketakutan Bik Na sudah berlebihan, aku memberinya senyum selebar mungkin. "Bik, Key kuat kok. Masalah pingsan tenang aja, kalau sampai pingsan kan tinggal jatuh, nanti dibawa kok sama orang ke rumah sakit. Jadi pasti ngga apa apa, Bik."
Sepertinya kalimatku salah, Bik Na langsung mempelototiku, "Kalau begitu Non tidak boleh pakai motor. Biar diantar Pak Adi saja."
Aku menggeleng, memakai helmku cepat kemudian langsung menstarter motorku. Bik Na yang melihatku mulai melajukan motor hanya bisa berteriak mengatakan, "Hati hati di jalan, Non."
Dan aku menjawabnya dengan mengacungkan jempol. Bik Na tidak tahu saja jika diriku yang asli sudah biasa membawa motor dengan knalpot memekakkan telinga, yang pasti karena itu bunda menjual motor kesayanganku hingga membuatku merajuk satu minggu karena uang hasil penjualan bunda belikan sepeda untuk aku gunakan saat SMA dulu.
Bunda masih mengganggap aku bocah sepertinya.
Aku bersenandung ria, menyanyikan lagu, hal yang biasa aku lakukan ketika mengendarai motor. Lampu kuning berganti merah yang membuatku mengerem mendadak. Untung saja tidak di tabrak kendaraan di belakangku. Namun suara seseorang membuatku menoleh ke kiri.
"Mundur dikit, Mbak. Itu batasnya lo lewatin."
Mbak, katanya?
Aku sedikit memajukan badanku dan melongokkan kepalaku ke bawah, seketika aku sedikit memundurkan motorku, banku melindas garis pembatas. Sepertinya aku harus berterimakasih karena setelahnya polisi menegur pengendara di sebelahku karena melewati batas.
"Makas--" Sebelum kalimatku lengkap, orang itu lebih dulu pergi membuatku mendesis kesal. Aku langsung saja melajukan motor ketika mendengar bunyi klakson di belakangku.
Tidak sabaran sekali.
🔫🔫🔫
Satu hal lagi yang membuat hatiku kesal, tempat parkir sudah penuh di kampus seluas ini, kawan kawan. Pada akhirnya aku memilih memakirkan motorku ini di bawah pohon yang sedikit jauh dari kampus.
Memulai hari dengan emosi memang berakhir mengesalkan hati dan semua yang dilakukan ujung ujungnya tidak ada yang bagus. Tapi ya, bagi seorang Keyna semuanya bisa dikembalikan dengan satu hal.
Makanan.
Huh, membayangkannya saja sudah membuat perutku keroncongan. Sekedar informasi, baru satu minggu disini berat badanku sudah naik empat kg, dan ketika tahu itu bukannya diet aku malah makin semangat memburu makanan yang ada di kantin sekarang.
Duduk sendirian di kantin adalah hal yang biasa bagiku, namun ditemani orang lain juga tidak membuat diriku risih.
Namun masalahnya, orang yang duduk di hadapanku sekarang adalah orang yang menegurku di restaurant saat itu dan di jalan tadi. Aku memicingkan mataku kesal ke arahnya, namun manusia di depanku sepertinya memang orang yang tidak peka, dan satu lagi tidak sopan.
Dia dengan seenak jidatnya mencomot roti yang kubeli dan tanpa rasa bersalah memakannya hingga habis.
"Apa?" Ia menaikkan satu alis tebalnya itu, aku terpana sesaat. Suaranya yang serak serah basah membuatku merinding setengah mampus. Tidak lupa dengan bibirnya yang baru ia bersihkan dengan lidahnya sendiri membuat pikiranku meliar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEYGAM (bahagia atau luka) [Hiatus]
Fantasy"Pokoknya lo harus bikin dia bahagia. Gue rela gantiin posisi Silsa buat bahagiain Nagam, sekalian tuh lo manfaatin nama gue yang lo tulis disitu." Dan petaka-lah yang menimpaku setelah melontarkan kalimat sialan itu.