7

1.4K 119 2
                                    

"Gila, ini serius paha gue mesti di jahit?" Aku menggeleng sambil menarik ujung kemeja Silsa. Aku tak mau tubuhku dijahit jahit seperti baju robek.

"Dikasih obat aja, jangan dijahit. Gue takut," rengekku pada Silsa. Melihatku yang terus saja memohon seperti itu membuat Silsa tak tega.

"Kalau lo emang ngga mau dijahit sama dokter. Gue bisa gantiin, Keyna." Bulu kudukku meremang kala Nagam membisikkan kalimat setan itu. Ia menegakkan kembali tubuhnya dan tak sengaja aku melihat senyum seram itu lagi.

Bisa tidak ya sehari saja Nagam lenyap dari dunia ini?

"Gila lo," aku bersuara pelan dengan tatapan terus mengarah pada Nagam. Matanya yang juga menatap ke arahku membuat gelanyar aneh terasa di hatiku. Apa ini karena efek tidak pernah ditatap sama orang ganteng ya?

"Siapa yang gila, Key?" Atensiku kini beralih pada Gerald yang menatapku penuh tanya.

"Gue yang gila," aku menyahut malas. Nagam yang tiba tiba menekan lukaku membuatku menjerit kencang.

"Sakit, Anjing."

Ups!

Aku menundukkan kepala, seketika langsung teringat satu hal.

"Nagam bener-bener benci Anjing karena pernah gigit kakinya sampai ninggalin bekas luka. Dan lo dengan gobloknya ngomong kayak begitu, Key?"

"Oke gue mau dijahit, tapi sama dokter bukan sama lo." Aku mencoba untuk mengalihkan perhatian lelaki gila ini, "Cepet kalian keluar sebelum gue berubah pikiran."

Gerald yang mendengar itu langsung menarik Silsa dan Nagam untuk keluar dari ruangan. Tapi perkataan Nagam membuat Gerald hanya membawa Silsa saja.

"Gue mau disini. Kalian yang keluar."

Aku sontak menggeleng cepat. Tapi terlambat, pintu sudah tertutup dan tinggallah aku bersama Nagam dan juga dokter yang mau menjahitku ini.

"Biar saya saja yang menjahitnya. Kau boleh pergi sekarang."

"Ngga! Lo gila, Gam. Gue manusia bukan bahan percobaan lo, kalau mau jahit jahitan pakai badan lo sendiri, jangan badan gue!" aku menutupi lukaku dengan bantal. Enak saja dia ingin menjadikan pahaku sebagai ajang uji coba.

"Tapi tuan--"

"Apa kau lupa dulu aku pernah berkuliah jurusan kedokteran, Arga?"

Heh?

Hah?

Dia ngomong apa tadi?

Aku tidak salah dengar, kan?

"Maafkan atas kelancangan saya, tuan."

Aku menatap kepergian dokter Arga dengan heran. Lah kenapa Nagam begitu mudah mengendalikan dokter itu? Siapa sebenarnya manusia di hadapannya ini?

"Gue ngga mau di jahit sama lo! Ngerti bahasa manusia ngga sih?!"

Aku berulang kali membentak Nagam untuk menghentikan lelaki itu. Nanti kalau infeksi gimana?

Emang orang gila ini mau tanggung jawab?

"Buka celana lo."

"Ogah."

"Buka."

"Ngga mau!"

Srettt!

"Anjing bangsat lo apain celana gue kampret!"

Rasanya pita suaraku seperti akan putus karena terlalu kencang berteriak. Dengan tampang datarnya lelaki itu menunjukkan potongan celana jeansku yang ia robek dengan pisau bedah.

KEYGAM (bahagia atau luka) [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang