14. Kesepakatan Awal

873 203 10
                                    

"Tumben rapi, kemana lu mas ?"Pertanyaan Hiski sontak membuat Bunda yang sedang menonton di depan tv melihat Sergio yang baru saja turun dari anak tangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tumben rapi, kemana lu mas ?"

Pertanyaan Hiski sontak membuat Bunda yang sedang menonton di depan tv melihat Sergio yang baru saja turun dari anak tangga. Tengah menggulung lengan jasnya, Ia menghentikan langkah.

"Kemana yo ?" giliran Bunda yang bertanya. Sergio menghela nafas pelan lalu berjalan mendekati wanita paruh baya itu.

"Aku mau ke undangan bun"

"Sama siapa ?"

Sergio berdecak kecil, sangat kecil bahkan mungkin Bunda tidak mendengarnya. Menjawab pertanyaan mau kemana saja susah baginya, ini malah ditanya lagi sama siapa pergi kondangan.

Gara-gara Hiski nih, kan Bunda jadi kepo.

"Sama Jessi" jawab Sergio. Bunda tampak terdiam sejenak setelah mendengar jawaban yang keluar dari mulut Sergio. Ada rasa senang karena Sergio mau mendengar sarannya untuk mencoba berhubungan dengan perempuan, tapi ada ketakutan kecil dalam diri wanita itu. Ia takut Sergio akan kembali berulah seperti dulu lagi.

"Engga usah aneh-aneh sama perempuan ya bang" sambil tersenyum wanita paruh baya itu mengelus lengan anak keduanya, memberi pesan pada Sergio.

Sergio tampak mengangguk pelan. "Gio pergi dulu ya bun" pamitnya. Giliran Bunda mengangguk, Sergio pun langsung bangkit dari posisi duduknya. Segera pergi keluar rumah dengan tujuan awalnya, pergi kondangan.

Sementara Hiski sedari tadi hanya diam sambil sesekali memperhatikan Bunda dan Sergio. Dalam hati dia ingin tertawa melihat Sergio di kotbah oleh Bunda, wajahnya seolah berkata, 'mampus lu! Makanya engga usah nakal'.

"Hiski"

"Iya bun" Hiski menyahut tanpa menoleh, masih asik dengan beberapa kertas didepannya.

"Mas mu udah bawa cewek tuh, kamu kapan ?"

Hiski menghela nafas pelan. Sudah dia duga, satu kena, kena semua. Baru saja tadi dia menertawakan Sergio. Ia meletakkan pensil yang tadi Ia pegang, kemudian menghadap pada Bunda yang duduk di sofa.

"Aku nunggu mas Gibran sama mas Gio dulu" katanya beralasan sambil tersenyum, senyuman penuh paksaan.

Hera, wanita itu kemudian turun dari sofa lalu duduk disamping anak bungsunya. Ia tersenyum tipis sambil meraih tangan Hiski. "Maaf ya, bunda selalu maksa kalian bertiga buat nikah"

Hiski mengulum bibir, sebenarnya dia cukup paham kenapa Bunda selalu meminta mereka buat menikah. Ayah sudah tidak ada, secara tidak langsung itu membuat Bunda pasti ada saja merasa kesepian. Apalagi Hiski tahu, teman-teman Bunda kebanyakan sudah memiliki menantu bahkan cucu.

"Hiski paham kok bun"

"Maaf ya"

Anak bungsu keluarga Bagaskara itu tersenyum tipis, "Bunda engga salah, itu wajar" ucapnya lalu meletakkan kepala dibahu sang Bunda. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, matanya kembali fokus pada sinetron yang Ia tonton.

Itu, sinetron yang pemeran utamanya Nana sama Dewa, tahu kan ?

Sebenarnya Hiski jadi kepikiran ketika Bunda membahas perihal hal ini padanya. Beberapa hari lalu Ia memimpikan almarhum Ayah, kentara membuatnya semakin memikirkan hal itu karena dalam mimpi terlihat sang Ayah yang hadir di acara pernikahannya, hadir sebagai orang tua mempelai seperti yang dulu sering Ayah bahas, bukan sebagai tamu.

Lelaki itu tersenyum tipis, andai saja Ayah masih bersama mereka hingga saat ini, mungkin mimpi tentang melihat ketiga anaknya menikah akan terealisasikan.

◻◻◻

Sergio hanya bisa menghela nafas kasar sebelum memencet bel rumah, sesuai janjinya pada Jessi, Ia sudah berada didepan rumah gadis itu untuk menjemputnya menghadiri undangan pernikahan Chris.

Sebenarnya Ia sudah biasa datang kerumah ini dulu, tapi itu karena urusannya dengan Darwin. Dan entah kenapa kali ini rasanya berbeda, mungkin karena Jessi yang Ia cari, bukan Darwin.

Ting tong!

Ia memberanikan diri memencet bel rumah, kalau dulu waktu SMA sih dia langsung masuk, tanpa perlu memikirkan harga dirinya. Namun semua perlahan berbubah, terkadang semakin tua seseorang lebih memikirkan caranya untuk lebih sopan.

Langkah kaki perlahan terdengar, Sergio langsung menegakkan tubuhnya. Pintu pun terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya.

"Halo tante, apa kabar ?" Sergio lantas menyalami Sofia --Mamanya Darwin dan Jessi, wanita paruh baya itu tampak kaget ketika melihat kedatangan Sergio lagi kerumahnya setelah sekian lama tidak bertamu.

"Ya ampun Sergioooo, Tante baik, apa kabar kamu nak ?" tanya Sofia.

Sergio melempar senyum manisnya pada Sofia, "Baik tante"

"Bunda baik ?"

"Baik juga" jawab Sergio lagi. Sofia pun lantas membawa Sergio masuk, sampai membuat lelaki itu lupa menghubungi Jessi kalau dia sudah sampai.

"Eh kamu cari Darwin kan ? Darwin nya lagi pergi" ucap Sofia yang sejenak membuat Sergio sedikit kaget. Ia kembali tersenyum kemudian menggeleng. Kedua alis Sofia bertemu, sorot matanya seolah meminta penjelasan lebih.

"Aku cari Jessi" tiga kata sukses membuat Sofia kembali menatap Sergio tidak percaya, sementara Sergio masih tersenyum, mencoba membuat wanita itu yakin.

"Jessi ?" Sergio mengangguk. Sofia tampak masih mencoba berpikir keras, namun tak lama senyum terbit dari wajahnya dan membuat keriput kecil diarea matanya. "Ya udah, tante panggilin dulu ya. Kamu duduk aja"

Tanpa beban Sergio langsung duduk di sofa begitu Sofia pergi dari hadapannya. Dia cukup terbiasa dirumah ini dulu, jadi tidak terlalu canggung baginya. Tak berselang lama, langkah kaki terdengar dari lantai atas, setelahnya terlihat Jessi bersama Sofia menuruni anak tangga.

Sergio kembali mengulas senyum ketika melihat gadis yang Ia tunggu akhirnya turun. Ia pun lantas berdiri, mendekati Jessi yang juga kebetulan akan mendekat pada dirinya.

"Ma, aku pergi dulu sama Gio ya" pamit Jessi sambil merangkul lengan Sergio, sukses membuat sang pemilik nama melirik, kaget sebentar lalu tersenyum lagi.

"Iya, Gio jaga Jessi ya"

Masih, Sergio masih tersenyum, "Pasti tante" jawabnya lalu menyalami tangan Sofia. Keduanya lantas keluar rumah begitu pamit, Sergio berjalan lebih cepat hendak membukakan pintu untuk Jessi, namun dengan gerakan yang cukup cepat pula Jessi menahan lengan Sergio.

"Gue bisa buka sendiri" ucap Jessi, tangannya masih menahan lengan Sergio dan menatap lelaki itu cukup dalam.

Sergio menghela nafas pelan, begitu Ia melepaskan genggamannya pada gagang pintu mobil, Jessi pun melonggarkan genggamannya pada lengan Sergio dan perlahan melepasnya. Lelaki itu langsung putar balik, berjalan menuju kemudi dan saat bersamaan keduanya sama-sama masuk.

Tanpa basa-basi lagi Sergio langsung menjalankan mobilnya menuju tempat resepsi sesuai dengan undangan yang Ia dapat. Sesekali keduanya mengobrol, sesekali juga terdiam karena kehabisan topik dan tidak tahu harus berbicara apa.

Tidak sampai dua puluh menit, begitu sampai Sergio langsung memarkirkan mobil. Keduanya berjalan beriringan masuk ke tempat resepsi. Sergio sempat berdecak kagum dengan dekorasi resepsi pernikahan Chris, sementara disebelahnya Jessi tersenyum puas karena melihat Sergio yang kentara sekali kagum.

"Lo boleh pake EO gue kalau nikah nanti" ucap Jessi berbisik ketika Sergio baru saja selesai mengisi buku tamu. Lelaki itu menegakkan tubuhnya lalu menatap Jessi sambil terkekeh.

"Harga temen gak ?"

"Ada gitu harga temen ?" tanya Jessi balik.

"Ada dong"

Jessi tertawa, "Memangnya lo mau di hargai berapa ha ?"

Sergio baru saja hendak menjawab, namun sebuah suara yang cukup menyebalkan lebih dulu masuk kedalam telinganya, seketika membuatnya tak jadi berbicara.

"Aduhh, kayaknya ada yang lebih mesra daripada yang nikah ya" posisi Sergio dan Jessi memang cukup ambigu, bahkan mungkin bisa membuat siapapun berpikir keduanya lebih dari teman kondangan. Jessi terlihat menggandeng erat lengan Sergio, ditambah lagi keduanya cukup sering membuat kontak mata dengan jarak dekat.

Keduanya kompak menoleh, mendapati Gino dan Jacob tengah tersenyum penuh arti pada mereka. "Mesra benerr" lagi, Gino dan Jacob belum berhenti.

Sergio menatap kedua sahabatnya jengah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bacot bener"

"Ikut lempar bunga ntar gih, siapa tahu salah satu dari lo berdua yang dapet" ucap Jacob, berencana membuat Sergio semakin kesal.

"Lo berdua ajalah, siapa tahu pas rebutan masa nyenggol cewek kan" sergah Jessi yang langsung mendapat anggukan dari Sergio. Lelaki itu tidak menyangka juga kalau Jessi akan bersuara.

"Udah ah, mending kita nyelametin si Chris" Sergio menengahi. Mereka berempat pun lantas berjalan menuju pelaminan, tempat Chris dan Istrinya.

Lelaki yang tengah berbahagia itu tampak mengulas senyum lebar melihat keempat temannya datang, senyumannya berubah menjadi senyuman mengejek ketika melihat Sergio Jessi.

"Selamat ya bro" Sergio memberi selamat, kemudian memeluk Chris dan menepuk-nepuk punggung lelaki itu.

"Makasih yo --btw lo mau jadi adek iparnya Darwin ya ?" tanya Chris seraya menaikturunkan alisnya.

Sergio tertawa pelan, "Lihat aja jalan ceritanya nanti" kata Sergio lalu beralih menyalami Istri Chris yang setahu dia namanya Salsha. Sergio terdiam sejenak, rasanya dia pernah lihat Salsha bersama mantannya Gibran, Ghea.

"Di nikmati ya bro, makanannya!" teriak Chris ketika Sergio dan Jessi hendak turun, keduanya mengacungkan jempol lalu lanjut berjalan, menuju salah satu meja yang kosong, yang bangkunya hanya ada dua. Tidak lupa mereka mengambil makanan terlebih dulu.

Sambil menyantap makan malam yang ditemani musik, keduanya sesekali mengobrol, mulai dari pekerjaan hingga Jessi yang sadar bahwa Gino dan Jacob sudah tidak membututi mereka lagi.

Sebenarnya sedari tadi ada hal yang mau Sergio bicarakan, namun dia terlanjur bingung bagaimana membicarakan hal itu pada Jessi. Bagaimana kalau Jessi tidak mau ?

Ya, seorang Sergio bisa juga takut berbicara dengan perempuan rupanya

"Jessi ?" Jessi yang awalnya tengah asik menikmati musik pun menoleh, menyentakkan dagu dan mengubah ekpresinya, tanda Ia meminta Sergio berbicara lagi. "Lo minggu depan kosong engga ?"

"Minggu depan ?" Sergio mengangguk, "Memangnya kenapa ?"

"Bunda ulang tahun, lo bisa dateng ?" tanya lelaki itu cukup hati-hati. Jessi mengulum bibirnya sejenak, Ia takut tidak bisa hadir minggu depan.

"Engga janji, tapi gue bakal usahain buat dateng"

"Kalau lo engga bisa gapa --"

"Gue bisa!" sela Jessi cepat yang membuat dahi Sergio berkerut, perasaan tadi gadis itu bilang tidak bisa. Jessi, gadis itu menghela nafas pelan sebelum akhirnya mengatakan,

"Malu sama bunda kalau lo bawa cewek yang beda lagi, lagi pula ini memang kesepakatan kita dari awal kan ?"

Tbc

Adohhh gioooo wkwk
Haiiii! Apa kabar ? Semoga tetap baik yaa semuanya meskipun beberapa hal soal tbz kurang baik. It's okay, mereka udah berusaha, mereka udah ngasi yang terbaik, asal mereka bahagia tentu kebahagian juga buat kita.
Juga kabar soal Younghoon udah pada tahu kan ? Yuk semangatin terus younghoon nya, biar cepet sembuh. Amin

 Amin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cepat sembuh bbang❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cepat sembuh bbang


Nah bonus🤣🤣

Oya lupa, kalian harus lihat ini miskah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oya lupa, kalian harus lihat ini miskah

Calon Mantu [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang