49. Pertama dan Terakhir

604 150 18
                                    

Satu hal yang sempat menjadi buah pikir Gibran sebelum pertunangan ini terlaksana adalah Ghea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu hal yang sempat menjadi buah pikir Gibran sebelum pertunangan ini terlaksana adalah Ghea. Lelaki itu tahu betul, ini kedua kalinya Ghea dilamar, kedua kalinya Ghea duduk dihadapan banyak orang dan melangkah lebih serius dalam sebuah hubungan.

Sempat Gibran memberi tawaran untuk tidak melaksanakan pertunangan ini dengan acara yang cukup besar seperti sekarang. Namun Ghea menolak keras. Gadis itu tahu maksud Gibran baik, mungkin takut dirinya malu karena harus melaksanakan pertunangan hingga dua kali.

Tapi Ghea sendiri tidak pernah mempermasalahkan itu. Menurutnya lebih baik gagal dalam pertunangan daripada gagal dalam pernikahan kelak.

Apalagi kali ini, yang melamarnya adalah orang sangat Ia cintai. Tentu Ghea tidak mau sampai momen sakral ini tidak diketahui oleh orang terdekat mereka.

Gibran, lelaki itu tersenyum samar. Ia menoleh ke sebelah kiri, menatap kursi yang nanti akan diisi oleh om Candra. Kursi itu, seharusnya tempat Ayah.

Tiba-tiba Ia merasakan tenggorokan tercekat, hatinya sedikit nyeri. Meski Ia akui hari ini dia bahagia, namun rupanya ada saja tempat yang kosong. Gibran ingat betul, ayah sangat ingin menyaksikan ketiga anaknya menikah. Meski takdir tidak merestui hal itu.

Kini, pembawa acara memberi kesempatan pada keluarga calon mempelai laki-laki untuk mengutarakan maksud dan tujuan dari acara malam ini. Candra, Papanya Raka sekaligus adik dari Bunda menggantikan perah Ayah malam ini. Pria paruh baya itu kini berdiri sebagai perwakilan dari keluarga Bagaskara.

"Selamat malam para tamu yang hadir sekalian" Candra membuka singkat, "Saya rasa saya tidak perlu basa-basi. Semua tamu mungkin tahu tujuan dan maksud terlaksananya acara malam hari ini"

"Anak sulung kami, Gibran Putra Bagaskara. Pada malam hari ini ingin mengungkapkan tujuannya, melamar secara resmi dihadapan Tuhan perempuan yang dia sayangi, dia cintai selama mungkin hampir sepuluh tahun"

"Anjir Papa tahu aja kisah mereka" celetuk Raka yang duduk dibelakang Hiski. Sontak Sergio dan Hiski yang mendengar celetukan itu menoleh ke belakang, keduanya terkekeh pelan.

"Gue curiga om Candra suka nguntit mereka dulu"

"Korelasinya apa njir?"

"Ya buktinya beliau tahu"

Raka menggaruk kepalanya, dibuat heran dengan keluarga besarnya yang kalau dipikir random semua. Dia saja tidak tahu bagaimana kisah cinta Gibran dimasalalu. Ini papanya malah lebih tahu.

Tapi ya tidak ada untungnya juga sih dia tahu atau tidak.

Raka terlalu asik berpikir hal random, sampai kini Ia bahkan hampir tidak sadar kalau telah tiba saatnya Gibran dan Ghea bertukar cincin.

Kedua sejoli yang malam ini akan mengikat janji dalam hubungan yang lebih serius itu saling melempar senyum. Menatap satu sama lain dengan penuh harapan dalam hati mereka. Tatapan keduanya lembut dan tenang. Itu tanda, mereka menikmati hari bahagia ini.

Calon Mantu [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang