26. Pelukku Untuk Pelikmu

831 175 21
                                    

Kalau saja rumah sakit memiliki fasilitas seperti taman bermain atau paling tidak fun station dan amazon, mungkin Jessi tidak akan merasa suntuk seperti saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau saja rumah sakit memiliki fasilitas seperti taman bermain atau paling tidak fun station dan amazon, mungkin Jessi tidak akan merasa suntuk seperti saat ini. Rasanya dia ingin cepat-cepat hari berganti menjadi besok hari agar Ia bisa kembali ke rumahnya dan tidak terjebak lagi di rumah sakit ini.

Apalagi ketika hanya sendirian seperti siang ini, Darwin yang biasa menjaganya belum datang. Sejenak membuat Ia memiliki niat untuk keluar dari kamarnya.

Menghela nafas pelan, Ia mencoba memantapkan dirinya untuk kabur dari kamar.

Namun, baru saja Ia duduk di atas kasurnya, pintu kamar tampak terbuka. Awalnya Ia bepikir itu Darwin atau mungkin Bianca, namun alangkah kagetnya Jessi ketika di ambang pintu malah menampakkan Ghea dan Elin.

"Lho, kalian berdua?"

Ghea dan Elin terkekeh pelan, "Jangan bilang lo punya niat kabur?" tebak Ghea. Jessi menghela nafas tipis ketika Ghea berhasil menebak rencana jahatnya itu.

"Memang" sahut Jessi enteng, "Tapi ga jadi deh, udah ada lo berdua soalnya"

"Gue tadi lagi istirahat, terus ketemu Elin di kantin rumah sakit, terus kebetulan lewat ruangan lo, jadi kita reflek aja kesini" jelas Ghea yang lantas membuat Jessi tertawa kecil.

"Kalau gue udah ada firasat lo bakal kabur sih mba" canda Elin yang sontak membuat ketiganya tertawa. Awalnya Jessi memang benar-benar ingin kabur, namun kedatangan Ghea dan Elin justru membuatnya mengurungkan niat.

"Gimana Jes, udah mendingan?" Jessi melirik Ghea kemudian mengangguk pelan.

"Udah, cuma ya gitu, gue masih harus pengobatan" ucap gadis itu lalu tersenyum kecut lalu memainkan jemarinya.

Ghea dan Elin sejenak ikut iba mendengar ucapan Jessi yang melemah di akhir. Elin cukup tahu kalau itu menyakitkan. Kalau kembali ke hari-hari yang sudah lalu, Elin pernah diposisi yang tidak jauh dari situ. Ketika Mamanya di nyatakan menderita Leukemia, dunia serasa hancur.

Perlahan namun pasti, Elin yakin Mamanya bisa sembuh. Hingga hari itu tiba, Mama benar-benar sembuh. Namun kebahagiannya atas kesembuhan itu tidak berlangsung lama, apalagi ketika gugatan cerai dilayangkan Mama pada Papanya.

"Tetap optimis ya mba, lo pasti bisa sembuh" ucap Elin menyemangati. "Kita engga bisa bantu banyak, Cuma bisa nyemangatin lo dan doain lo" lanjutnya.

Ghea mengangguk setuju, begitupun Jessi. "Makasih yaa"

Ada sedikit rasa haru yang Jessi rasakan, Ia baru mengenal Ghea dan Elin, bahkan belum sampai seminggu. Namun keduanya mampu memberinya energi, membuatnya kembali benar berpikir bahwa Ia bisa sembuh.

Ketiga dara itu perlahan larut dalam obrolan, topik ghibah mereka tentu tidak jauh-jauh dari Gibran, Sergio dan Hiski.

"Btw, mba Ghea mantannya mas Gibran ya?" tanya Elin tiba-tiba. Jessi sejenak lantas fokus pada Elin, namun perlahan berpindah haluan pada Ghea.

Calon Mantu [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang