✏Lima

97 75 23
                                    

Sebelumnya vote nya coba dipencet, udh? Nah terus play Videonya, biar asik gituh. Udah? Gasken.

Happy Reading 📖
🍓
🎵 Without you track

••••

'Prangg.. '

Kepalaku menengok ke arah pintu kamar yang masih tertutup rapat, memastikan tidak ada orang yang merasa keganggu dengan suara yang aku ciptakan.

Tanganku bergerak memunguti beberapa lipatan uang kertas dan beberapa koin yang tersisa berserakan di lantai putih itu. Namun setelah kuhitung-hitung, jumlah uangnya tidak sesuai target yang aku inginkan. Tanganku bergerak memijat pelipisku yang mendadak nyeri, gara-gara kejadian kemarin malam ketika aku pulang diantar oleh seorang cowok membuat ibu marah dan membanting handphone yang aku pegang kala itu.

Sepertinya aku harus mengurungkan niat akan membeli handphone, karena bajet yang aku punya jauh dari kata cukup.

"Mau kemana kamu anak sialan?" tanya seorang wanita dengan arah pandang fokus ke layar tv di hadapannya.

Kalimat yang sangat terdengar nyelekit di telinga, sontak saja langsung membuat kakiku berhenti di tempat. Dapat aku lihat ka Kirana menatap keberadaan terpaku tubuhku di ujung akhir anak tangga, matanya menatap penampilanku yang sudah rapih di malam ini.

"Ibu," Ka Kira menegur omongan ibu yang sayangnya sudah keluar dari mulut seorang wanita itu.

"Pulangnya jangan terlalu malam ya," ucap Ka Kira seolah paham dengan tujuanku.

Aku hanya menyunggingkan senyum ke arah ka Kirana, entah apa yang ibu pikiran dalam otaknya. Mungkin ia mengira kalau aku akan menemui seorang cowok yang tempo malam itu mengantarku pulang, wanita ibu selalu berpikir negatif apabila sudah menyangkut urusanku.

Di usiaku yang baru menginjak 16 tahun, ditambah belum mengerti arti benci yang sesungguhnya. Namun, diusiaku kali ini aku mengetahui semua arti tatapan membenci itu. Apakah wajar seorang ibu membenci anaknya segitu besar?

Kakiku melangkah memasuki pintu masuk pintu salah satu toko bertulisan 'store shadow'. Senyumku terbit terlempar ke arah seorang lelaki sekitar usia 24 tahun. Aran, sejauh ini aku mengenal namanya sebagai Aran. Lelaki itu adalah mahasiswa akhir yang kebanyakan mengulang kelas, sehingga membuatnya terlihat tua sebagai mahasiswa.

Sebelumya toko ini hanya sebuah toko buku biasa, aku masih ingat dulu usianya masih sangat muda. Sepertinya masih duduk di bangku SMA kala itu, menurutnya ia tidak ingin memanfaatkan Privilege nya. Ka Aran ingin menjadi dirinya sendiri, dengan membuka toko buku dan sekarang berubah menjadi lebih besar. Lengkap dengan poster-poster di dalamannya.

"Ka Aran," panggilku pelan membuatnya langsung mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah ia baca.

Alis kanannya terangkat menunggu aku melanjutkan bicara, "Poster yang Aku pesan udah ada?" tanyaku yang pada dasarnya aku sudah memesannya satu hari yang lalu.

Ka Aran menganggukkan kepalanya, kemudian tangannya bergerak mengambil sesuatu di bawah sana. Meletakkannya di atas meja dan segera aku meraihnya, membukanya perlahan seolah tidak ingin ada kecacatan di sana.

"Yang D.o kyungsoo mana?" tanyaku karena pesananku tidak lengkap.

Ka Aran berdiri dari duduknya, kemudian menunjukkan salah satu foto di poster lain. Hal itu membuat aku berdecak kesal, "Maksud aku, yang besar kayak gini,"

"Lupa, lagian sama aja. Itu ada di foto all members," jawabnya tidak mau kalah.

Segera kuraih tiga poster di atas meja, kemudian berjalan meninggalkan tempat ka Aran. Membuat kesal saja. Lelaki itu padahal sudah dewasa, namun kelakuannya masih saja sama sedari dulu, tidak pernah berubah. Masih saja seperti anak kecil, seharusnya dia tidak seperti ini di usianya yang seharusnya sudah memiliki anak TK itu.

Beauty stress Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang