Didepan mataku sudah terlihat rumah megah dan mewah, terlihat sepi karena sepertinya tidak ada penghuninya sama sekali. Bisa di lihat dari keadaan lingkungan di sekitar rumah tersebut, banyak dedaunan yang berhamburan di halaman.
Jadi kemana perginya Aiden? Bukan hanya pindah sekolah, pindah rumah juga ternyata.
"Permisi bu . . . ." aku memberhentikan seorang wanita paruh baya yang kebetulan lewat di hadapanku.
Ia tersenyum ramah ke arahku, "Kenapa neng?"
"Rumah ini udah lama kosong ya?" tanyaku menunjuk ke arah rumah megah di kanan jalan.
"Sekitar satu bulanan, neng. Rumah ini udah kosong,"
Satu bulan? Lebih tepatnya setelah hari terakhir kami bertemu di malam ketika kami menonton konser bersama dan lebih tepatnya lagi, saat Aiden mengatakan sesuatu yang sulit aku percaya. Dan berbarengan waktu itu juga Aiden tidak pergi sekolah.
"Makasih ya bu," ucapku yang kemudian wanita paruh baya itu meninggalkan aku yang masih berdiri di hadapan rumah Aiden.
Baiklah, seharusnya aku tidak perlu seperti ini. Tidak perlu mencari keberadaan anak setan cap piranha itu, toh aku harusnya senang karena kepergiannya sehingga aku bisa bebas dari sosoknya yang seperti menganggap aku babu.
Anggap saja aku sudah berhasil keluar dari penyanderaan Aiden, tidak perlu seperti ini. Fokus saja sama pak Yohan dan Attar, mereka berdua lebih mempesona.
°°°°°
Tidak terasa waktu seperti cepat berlalu bagiku, tidak ada kehadiran Aiden membuat aku menikmati hidup. Kelas sepuluh ku yang sepertinya suram karena adanya Aiden, dan kelas sebelas ku yang sedikit berwarna karena adanya ... Attar.
Dan sekarang di kelas duabelas lebih tepatnya aku sudah tidak lagi di ganggu oleh kehadiran Aiden, lebih tepatnya dua tahun sudah berlalu.
Dua tahun yang tidak mudah bagiku, banyak berbagai cerita yang aku lewati dan aku kenang. Aku sudah menjadi siswi normal seperti yang lain, tidak ada pem-bully dan pengganggu. Hidupku di sekolah terasa sangat indah untuk dua tahun ini, dan aku bertahan di SMA Buana ini. Hingga sekarang, sampai aku menjadi siswi akhir di tahun ini.
"Attar," panggilku pelan dengan langkah mendekati kursi Attar, Attar menengok kearahku dan segera menutup laptopnya cepat seperti aku tidak boleh melihat aktivitas nya.
Matanya mengikutiku sampai aku duduk di hadapannya, jujur aku tidak sanggup melihat dia tersenyum ke arahku dan itu membuat aku ingin mencolok lesung pipinya itu.
"Boleh tanya sesuatu gak?" tanyaku menatap matanya serius.
Tubuhnya berdiri, sehingga membuatku mendongak untuk melihatnya yang jangkung itu. Tangannya meraih laptopnya, yang masih terletak di meja. Melihatnya beranjak membuatku seketika ikut berdiri mengikutinya.
"Jangan disini ngobrolnya," tangannya bergerak meraih pergelangan tangan kananku dan menggandengnya keluar perpustakaan.
Langkahku mengikuti kaki panjangnya, Attar memiliki tinggi jauh tinggi dariku. Bahkan langkahnya sangat lebar, namun ia tidak pernah meninggalkan langkah kecilku. Perbuatan kecilnya yang sangat nyaman bagiku.
"Pulang bareng?" tawarnya yang sekarang sedang memasuki kelas yang sudah sepi, pasalnya semua siswa-siswi sudah pulang karena guru sedang rapat.
Aku menganggukkan kepala sambil menggendong tas berwarna putih gading, langkah kami keluar kelas bersamaan.
"Mampir ke kafe yuk?"
"Ngapain?" tanyaku dengan langkah kami yang masih terus beriringan.
"Katanya mau ngobrol?" seketika senyumku terbit kala mendengar perkataan Attar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty stress
Teen FictionNamaku Camell gak ada lia nya, udah camell aja gak ada kepanjangannya. Orang-orang menjuluki aku dengan si Beauty stress, karena mereka mendeskripsikan kalau aku itu perempuan yang mempunyai kecantikan tetapi memiliki sifat berlipat ganda. Cara ber...