Kebahagian hanya berjalan satu tahun, selepas itu semua suram. Bintang yang semulanya terang menderang, yang sebelumnya adalah renjana baginya. Berubah menjadi gelap, raib dimakan ribuan planet besar disekitarnya.
Mata tak pernah berbohong, mungkin seorang lidah bisa berkata dusta walau terkadang kelu. Namun, kedua cahaya milik perempuan cantik itu tau apa isi hati suaminya.
Dia tau persis tabiat Jaehyun, bagaimana pria itu tersenyum, bagaimana pria itu mengambil sebuah keputusan. Raina tau, hingga sudut terdalam, ruang tersuram, atau kamar rahasia. Perempuan itu punya kuncinya.
Tepat setelah ulang tahun pernikahan mereka yang ke satu tahun, Jaehyun berubah. Tidak ada lagi kue red velvet di acara bulanan mereka, tidak ada secangkir kopi untuk menemani percakapan rutinas mereka, atau sekedar bakar-bakaran di halaman rumah seperti ulang tahun pernikahan di bulan ke lima.
Jaehyun meninggalkan semuanya, bukan hanya Raina. Dia meninggalkan kewajibannya yang lain, mengenyampingkan fakta bahwa dia sekarang adalah seorang muslim.
Dulu, saat perempuan itu berteriak memarahinya karena terlalu larut dengan ponsel hingga melupa waktu ibadah. Jaehyun akan berkata, "Maafkan Mas, Dek. Enggak lagi deh besok." Sembari memeluk pinggang ramping itu dengan cekikikan khasnya.
Entahlah apa yang terjadi. Semua bergerak terlalu cepat, membuat Raina terjatuh berkali-kali saat mengejarnya. Sungguh, perempuan itu merindukan pria manja kesayangannya, dia ingin kembali memeluk Jaehyun tanpa ditepis, dia berharap gombalan manis suaminya akan kembali mewarnai pagi dan malamnya.
Tapi Raina hanya Raina, dia manusia yang tidak bisa mengubah apa pun. Dia hanya mampu berdiri tegak, menonton dan mengawasi Jaehyun dari jarak yang dibuat oleh pria itu sendiri. Malam demi malam, pagi menyentuh petang, tiba saat dimana Raina lelah dan mencurahkan isi hatinya.
Meja bar minimalis depan dapur, saksi bisu kenangan-kenangan mereka sekarang dipenuhi oleh banyak makanan. Raina memasak steak dengan saus jamur, dia juga membuat kue red velvet walau seharusnya Jaehyun yang membuatnya.
Pria itu terdiam kaku, bahunya tegap, matanya sama sekali tidak berkenan melihat wajah istrinya sendiri. Raina menarik napas dalam-dalam, menyembunyikan mata yang berlinang dengan hembusan berat dan senyuman.
"Selamat ulang tahun pernikahan yang ke delapan belas, " ucap Raina sembari bertepuk tangan, memecahkan keheningan karena tidak ada balasan dari sosok di sebrangnya.
"Mau makan kue dulu?" Perempuan itu menahan tangis, dia menutup mulutnya dengan telapak tangan sembari memotong kue dan menaruh potongan itu di piring Jaehyun.
Raina kembali duduk, bahu bergerak naik-turun. Dia tak percaya dengan semua perubahan suaminya. Seharusnya sekarang pria itu berlari memeluknya, mengusap surai rambutnya dan memberi hadiah kecupan di seluruh wajah.
Namun itu dulu, sekarang Jaehyun enggan menatapnya, dia lebih memilih memasukkan sesendok penuh kue red velvet ke mulutnya.
"Aku salah apa, Mas?" Pria itu menoleh. "Aku salah apa?" Jaehyun tetap diam, melanjutkan acara makan dengan wajah datar. Tidak ada rasa disana, tidak ada kehangatan seperti pertama kali pria itu memeluknya.
"Jawab, Mas!" teriak Raina frustasi, urat-urat di lehernya menonjol.
"Cukup, " ujar Jaehyun pelan, dia mengusap sudut bibir dengan tisu. "Sudah selesai marahnya?"
Kening perempuan itu mengenyit. Apa yang Jaehyun ucapkan tadi, apa dia tidak salah dengar. "Marah?" Raina mencondongkan badannya kedepan. "Kamu berubah dan apa alasan itu tak cukup untuk membuat aku marah malam ini?"
Diamnya Jaehyun membuat hati Raina semakin sesak, dia mencoba bersuara walau tenggorokannya tercekat.
"Apa satu tahun terlalu lama, Mas? Apa satu tahun cukup hingga kamu berhenti mencintaiku?" Raina menarik napasnya. "Tujuh bulan, tujuh bulan kamu menghindari aku. Aku diam, tidak protes."
"Aku kerja, Raina. Perusahaan lagi down banget, aku terpaksa lembur." Jaehyun melihat wajah sang istri, pria itu meringis melihat pipi gembil Raina berubah menjadi tirus. Sudah lama dia tidak melihat wajah Raina dengan seksama, mungkin bulan lalu, atau tiga bulan yang lalu.
"Lembur?" Perempuan itu masih sempat tersenyum manis.
"Kamu meninggalkan aku dirumah sendirian selama hampir tiga bulan, susah-susah aku berbohong pada Ayah saat dia bertanya 'Kemana Jaehyun?' Dan saat aku jawab dengan alasan yang persis seperti kamu katakan."
Raina menggeleng kepala, air mata membanjiri wajahnya. "Jawaban Ayah membuat tanganku gemetar." Lagi-lagi perempuan itu tersenyum pahit.
"Kamu berbohong. Sejak kapan perusahaan down, bahkan Ayah bilang kalau kamu meraup keuntungan besar."
"Aku lelah, Raina."
"Maksud kamu, Mas?"
"Aku lelah menjadi seseorang yang kamu inginkan."
Pernahkah Jaehyun bilang, bahwa senyum Raina adalah batu bara untuk kebahagiaannya. Dia berkata jika tak bisa hidup tanpa perempuan itu. Tetapi lambat laun Jaehyun sadar, bahwa dia memeluk agama Islam hanya karena senyum Raina, bukan dari hati.
Usaha dia selama ini hanya untuk bahagia Raina. Setahun yang lalu Jaehyun mendengar percapakapan Raina dengan sahabat karib sang Istri, dia melihat sorot kecemburuan dan keinginan di mata perempuan itu.
"Alhamdulillah, udah masuk enam bulan. Suamiku, Mas Bayu, selalu mengelus perutku sambil membaca Al-Qur'an. Dia juga selalu memasak makanan favoritku."
Mulai dari situ Jaehyun mempelajari Al-Qur'an untuk memenuhi impian Raina, dia juga mencoba memasak hingga jemarinya terluka dan membuatnya sulit mengetik. Itu semua untuk senyuman istrinya, untuk batu baranya yang tersayang.
Niat awal saja sudah salah, hasilnya pun tidak akan baik. Jaehyun sadar jika tidak ada kedamaian di hatinya, tidak ada kebahagian yang dulu dia dapatkan. Ini berbeda, dia senang karena Raina senang. Tapi selebihnya, semua hanya pura-pura.
Jaehyun memang masuk Islam, bukan Islam yang memasuki hatinya. Karena hati pria itu penuh dengan Raina, penuh dengan keserakahannya untuk memiliki Raina. Kenyataan pahit itu harus diterima, bahwasannya Jaehyun sama sekali tidak mencintai Tuhan dari perempuan yang dia nikahi.
"Haruskah?" tanya perempuan yang kini menatapnya kosong, renjana telah padam, kekecewaan merasuki tubuh hingga mencopotkan tulang Raina satu-persatu.
"Biarkan satu bulan ini menjadi waktu untuk kita berpikir. Kamu tanya Tuhanmu, dan aku akan diskusikan ini dengan Tuhanku. Tuhan yang memang sedari dulu sampai sekarang memeluk hatiku."
Tangis Raina pecah, dia menarik taplak meja hingga semua makanan tumpah. Gelas dan piring pecah, serpihan kaca memenuhi sekitaran dapur.
Kaki perempuan itu menghentak-hentak, dia memukul kepala dengan kepalan karena tak sanggup menerima pernyataan Jaehyun.
"Cukup, Raina!" teriak Jaehyun sembari berlari. Dia menarik tubuh lemah itu kedalam rengkuhan, mengusap surai Raina walau sang istri memukul dadanya.
"Jangan buat aku semakin merasa bersalah. Demi Tuhan aku mencintaimu. Laut rela ku belah hanya untuk gadis yang selalu tersenyum kecut kepadaku saat aku memberikannya kejutan semasa kuliah, aku rela, " rintihnya seraya menangis.
Isak beradu isak, Jaehyun tak sanggup melihat istrinya seperti ini. "Tetapi, sebesar apapun aku mencintaimu. Kamu tidak mampu bersaing dengan Tuhanku, Raina."
Saya ingin bertanya
Apakah ini nge-feel?
Apakah hati kalian sesak membaca?
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Beda Iman | Jaehyun ✓
Fanfiction"Dimana Abi sekarang, Umi?" "Abi bersama keluarga barunya." "Kenapa tidak bersama kita?" "Karena Abi menang, dia lebih memilih Tuhannya ketimbang memilih Umi." Pernikahan beda iman itu berat, dan Jaehyun memilih melepas beban itu dari punggungnya.