SYAKIRA
“Gue mau jemput lo, asal entar malem mau ikut gue keluar.”
Begitu persyaratan yang diajukan Ryan sebelum menjemputku di rumah Disa sore tadi. Mau gak mau aku mengiyakannya. Lagi pula ini malam minggu, apa salahnya aku keluar.
“Ra, udah?” Ryan membuka pintu kamarku.
“Kebiasaan, ketuk dulu,” balasku ketus.
“Dipeluk Dirga tadi lo ketus gini juga gak?”
Kaus kaki yang baru saja ku ambil dan ingin kupakai langsung ku lemparkan ke wajah Ryan namun dia berhasil mengelak. “Ngomong apa lo?”
“Gue gak tau Dirga yang mana orangnya. Tapi mendingan Axel gak sih, ketua OSIS lho, Ra.”
“Keluar!” usirku.
“Iya, iya. Galak banget. Gue tunggu di bawah, buruan. Gausah sok kecantikan. Bukan mau kencan lo,” ujar Ryan lalu menutup kembali pintu kamarku.
Gausah sok kecantikan katanya. Siapa? Aku? Siapa juga yang sok kecantikan. Aku hanya mengenakan kaus berlengan pendek warna lilac dan celana putih sebatas betis, berpadu dengan sepatu kets berwarna putih.
Aku keluar kamar dan menuruni anak tangga. Mendapati Mama dan Papa yang tengah menonton televisi di ruang tengah. Ryan juga di sana, tetapi sibuk dengan ponselnya.
“Ayo, Ry,” ajakku.
“Pergi dulu Ma, Pa,” ujarku lalu beralih menyalim Papa dan Mama. Ryan bangkit dari duduknya dan melakukan gerakan yang sama denganku.
“Tumben banget lo ngajakin gue keluar?” tanyaku saat berjalan berdampingan dengan Ryan menuju garasi.
“Gak bakal gue ajakin kalo gak karena disuruh Mama,” jelasnya. “Gue boleh keluar asalkan lo ikut,”
“Lo mau nongkrong sama teman lo kan? Gue ngapain dong kalo gitu. Lo bayangin, aneh gak sih,”
“Siapa yang mau nongkrong sih, Ra?” tanyanya heran. “Ini,” dia menyodorkan helm untuk ku.
“Lalu?”
“Mau nonton band,”
***
DIRGA
Gue gak akan keluar rumah malam ini kalau bukan karena ulah Jery dan Kevin yang mendadak datang untuk menjemput gue. Gue udah nolak tapi percuma, hak menolak gue dijajah sama mereka.
Dengan setengah hati gue pergi, tanpa persiapan hanya dengan bermodal hoodie, itu juga karena Jery yang membuka lemari gue lalu melemparkannya.
“Gak ada ya orang nonton band rock diam kayak patung,” ujar Jery saat kami berjalan keluar dari parkiran.
Gue menyampirkan hoodie ke badan bagian belakang gue dan mengalungkan tangannya ke depan.
“Heii, dengar gue gak lo?”
“Berisik.”
“Lah, emosi bray?” tanya Kevin yang malah ketawa. Sama sekali gak menunjukkan rasa penyesalan sudah menyeret gue ke sini.
“Cuci mata, Dir, sekali-kali,” ujar Jery.
“Dirga lo suruh cuci mata? Yang bener aja lo kalo ngomong. Tiap hari disuguhin Vania sama Syakira juga. Kurang bersih apalagi itu mata.
“Bener juga, tapikan beda,”
“Beda apanya? Sama aja kali,”
Tatapan gue teralih pada seseorang yang sepertinya gue kenal. Tidak mendengarkan lagi perbincangan, itupun kalau bisa disebut perbincangan, bukan perdebatan antara Jery dan Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Own Fault of Feeling || [END]
Teen FictionDirga memasuki kehidupan Syakira tanpa ijin. Syakira perlahan menerima kehadiran Dirga yang membuat hari-harinya lebih berwarna. Hingga satu hari, Syakira tau perlakuan Dirga selama ini bukan atas kemauan Dirga. Lalu haruskah Syakira menyalahkan D...