SYAKIRA
Beberapa kali aku memerhatikan penampilanku melalui cermin di dalam kamar. Baru kali ini rasanya aku sangat gugup untuk bertemu dengan Dirga. Setelah dia mengungkapkan perasaannya padaku kemarin, walaupun dia belum menembakku—Eh, sebentar! Aku berharap ditembak oleh Dirga? Ya...tentu saja, tapi—Lupakan!
Intinya, setelah Dirga mengungkapkan perasaannya padaku kemarin, aku merasa pagi ini sangat gugup untuk bertemu dengannya. Dirga bilang akan menjemputku agar kami berangkat bersama ke sekolah.
Tanganku meraih ponsel di atas meja dan membaca pesan dari Dirga yang mengatakan sudah di depan rumah. Satu tanganku meraih tas dan dengan buru-buru memakainya, langkahku terayun mendekati pintu dengan satu tangan membenarkan rok, merapikan rambut, merapikan baju, lalu membuka pintu dan—Ah! Aku meringis saat jemari kakiku menghantam ujung pintu.
Rusuh sekali pagiku ini karena Dirga.
Aku mendapati Ryan yang tengah duduk dengan TV menyala di hadapannya, tetapi matanya tertutup.
"Lo ngapain, sih? Tidur atau nonton?" sewotku meraih remot TV dan mematikannya,
Ryan bergumam, "Berpikir."
"Ry?" aku tertawa seraya duduk di sebelahnya untuk memakai sepatu. "Punya otak aja enggak, sok-sok mikir. Pakai apa? Dengkul?"
"ALLAHUAKBAR, RA! JAHANAM BANGET MULUT LO SAMA ADEK SENDIRI."
"Gak sekolah lagi lo? Senang banget memang cari ribut sama Mami."
"Gue lagi usaha ini namanya."
"Usaha apa?"
"Usaha membuat Olivia merindukan gue."
Aku meringis dan tanganku terangkat untuk menepuk pelan pipi Ryan. "Masih tidur ya lo? Mimpi, iya? Bangun, bangun!" Ada-ada aja adikku ini.
"Ish, Ra!" Ryan menjauhkan wajahnya dan kini duduk dengan menegakkan badan. "Pakai parfum sebotol lo?" hidung Ryan mengendus dan mata menyipit.
"Gimana?" aku masih mencoba mencerna kalimat Ryan.
"Wangi banget, busett!"
Aku gak menggubris perkataan Ryan dengan melangkah mendekati pintu. Seingatku aku hanya memakai parfum satu kali semprot di ketiak kanan, di ketiak kiri, bagian dada, perut, punggung, dan—ternyata banyak, haha!
Saat membuka pintu utama, senyum tersemat di bibirku. Sudah berkali-kali kuperintahkan untuk tidak tersenyum, tetapi gagal. Dan jantungku, jangan lupakan jantungku yang berdetak gak karuan.
"Hai," sapaku saat mendapati Dirga.
"Lama banget," balasan ketus dari Dirga membuat senyumku seketika hilang.
Apa cuma aku yang antusias untuk bertemu dia pagi ini?
***
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, Dirga tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Aku berencana langsung pergi meninggalkannya di parkiran begitu menyerahkan helm. Berjalan lebih dulu menuju koridor sekolah.
Langkahku baru saja akan terayun, namun tangan Dirga menahanku.
"Buru-buru banget," ujarnya santai seolah gak menangkap raut marah dariku.
"Lo kenapa, sih?" semburku.
"Kenapa?" heran Dirga bertanya balik. "Kenapa gimana?"
Aku melepaskan tangan Dirga dan berbalik ingin melanjutkan langkah. Menjadi perhatian banyak orang di parkiran sekolah bukan hal yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Own Fault of Feeling || [END]
Novela JuvenilDirga memasuki kehidupan Syakira tanpa ijin. Syakira perlahan menerima kehadiran Dirga yang membuat hari-harinya lebih berwarna. Hingga satu hari, Syakira tau perlakuan Dirga selama ini bukan atas kemauan Dirga. Lalu haruskah Syakira menyalahkan D...