SYAKIRASepertinya Dirga terkejut dengan pertanyaanku. Dia terdiam agak lama sebelum akhirnya menggangguk perlahan.
Wajar saja dia terkejut. Jangankan dia, aku saja terkejut dengan ucapanku sendiri.
Kalau Dirga mengajakku, biasanya akan ada drama panjang, seperti mau ke mana, aku bisa sendiri, dan penolakan lainnya dariku sebelum aku berakhir dengan duduk diboncengannya. Tapi kali ini, malah aku yang mengajaknya.
Aku berhasil naik ke boncengan Dirga dengan bantuan bahunya sebagai tumpuan tanganku.
Boleh tidak aku merasa sombong sekarang? Aku merasa berada di atas awan. Karena cewek-cewek tadi bukan hanya memperhatikan Dirga sekarang. Tetapi lebih memperhatikan aku, yang berhasil duduk diboncengan Dirga.
Dirga mengklakson pelan sebagai bentuk pamit pada yang lain, sebelum kami melaju untuk keluar dari area SMK Bakti Murni, dan berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya.
"Ra," panggil Dirga dengan membuka kaca helm dan sedikit menoleh agar aku mendengarnya.
"Kenapa?" kataku dengan mencondongkan kepala.
Lalu Dirga menggeleng dan berujar, "Gak jadi, Ra," dan kembali menutup kaca helmnya.
"Dir," kali ini aku yang memanggil Dirga seraya menepuk pelan pundaknya.
Dirga kembali membuka kaca helmnya dan menoleh sebentar padaku dengan berujar, "Hm, kenapa?"
Aku pengen bilang, 'baju basket dipake di lapangan basket aja, jangan buat ke mana-mana.'
Terus kalau dia tanya, 'kenapa memangnya?'
Aku jawab, 'karena kamu terlalu keren,'
Mungkin Dirga akan menurunkanku di sini kalau aku berkata demikian, karena jijik (?).
"Gak jadi, deh," putusku akhirnya.
"Kok lo mendadak mau pulang bareng gue?" tanya Dirga.
"Gak boleh, ya?"
"Bukan, gak biasa aja,"
"Yaudah, dibiasain," eh aku ngomong apa barusan?
"Mau memangnya?"
"Kalo gue bilang iya?"
"Gue bilang enggak," ujar Dirga lalu tertawa.
"Gue boleh nonton lo main basket?" tanyaku tiba-tiba, membuat tawa Dirga terhenti.
"Mendadak banget?"
"Kalo enggak ju-"
"Belum ada pertandingan dalam waktu dekat,"
Nonton lo latihan juga gak apa-apa, Dir. "Oh," aku mengangguk. Tidak berani mengutarakan kata-kata yang ingin kuucapkan sebenarnya.
"Ke situ bentar, ya, Ra," ujar Dirga dengan menunjuk minimarket.
"Iya,"
**
Aku dan Dirga melangkah menuju motor Dirga yang terparkir, dengan Dirga yang menenteng kantung berisi pesanan Mamanya. Jangan tanya aku apa isinya, karena aku juga tidak tau.
Tadi setelah mengambil es krim dan membayar ke kasir, aku lebih dulu keluar memilih duduk di kursi yang disediakan di depan minimarket tersebut.
"Mau ada acara?"
"Iya, Ra. Gue minta tolong bawain," ujar Dirga sebelum menarik gas dan keluar dari area minimarket.
"Kenapa gak mau cokelat?" tanya Dirga disela-sela perjalanan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Own Fault of Feeling || [END]
Ficção AdolescenteDirga memasuki kehidupan Syakira tanpa ijin. Syakira perlahan menerima kehadiran Dirga yang membuat hari-harinya lebih berwarna. Hingga satu hari, Syakira tau perlakuan Dirga selama ini bukan atas kemauan Dirga. Lalu haruskah Syakira menyalahkan D...