Bab 15 - Ikat Rambut

40 15 6
                                    

SYAKIRA

"Ra,"

Ryan memanggilku. Kami berada di depan rumah. Aku duduk di kursi yang ada di teras, sementara Ryan berdiri memegang helm. Motornya sudah di keluarkan dari garasi dan sekarang terparkir di depan sana, dekat gerbang.

"Hm," balasku malas.

"Lo beneran gak suka Bang Dirga?"

Aku memilih diam, mengabaikan pertanyaan Ryan. Pertanyaan yang dari semalam terus-menerus dia ajukan padaku.

Awalnya aku mengatakan aku gak suka pada Dirga. Tapi semakin Ryan bertanya, semakin bingung pula aku menjawabnya.

Apalagi mengingat tindakan Dirga semalam yang tiba-tiba mengusap kepalaku. Refleks aku ingin menjauh, namun urung. Membuat tangan Dirga tetap mengusap kepalaku yang mendadak membuat suasana menjadi canggung. Aku merasa deg-degan, deg-degan yang menyenangkan.

"Ra," panggil Ryan.

"Apasih, Ry. Berisik banget," masih pagi juga. Tapi Ryan memang tidak kenal waktu, sih. Dari buka mata di pagi hari sampai tutup mata di malam hari, kurasa dia yang paling boros dalam berbicara.

"Gue gak tau kalau Olivia adiknya Bang Dirga," Ryan menjeda ucapannya karena suara motor terdengar mendekat.

Dirga!

Aku langsung berdiri.

"Ra, dengerin gue dulu bisa gak, sih,"

"Nanti aja, Ry. Udah sana pergi,"

Aku mendengar Ryan berdecak sebelum akhirnya mendekat ke arah motor dan melesat pergi.

Aku memang duduk ingin menunggu kedatangan Dirga, seperti katanya semalam yang ingin menjemputku. Dan Ryan, aku sengaja menahannya untuk tidak pergi duluan, takut kalau saja Dirga lupa menjemputku. Tidak ada komunikasi yang kami lakukan begitu dia pulang semalam, sampai pagi ini.

Aku beranjak menghampiri Dirga dengam memegang helm.

"Bawa sendiri?" tanyanya.

Aku mengangguk. Lalu beralih mengambil helm yang ingin diberikan Dirga padaku. "Titipin di sini aja dulu, ya,"

"Ra, gak bisa modus gue,"

Ucapan Dirga kuhadiahi tatapan tajam.

Aku melepas ikat rambut yang tadi mengikat asal rambutku akibat ulah Dirga yang ngebut.

"Berantakan gini," protesku lalu meraih kaca spion menghadapku.

Ikat rambut kecil dan manis kusampirkan dipergelangan tangan, lalu menyisir rambut dengan jari.

"Kalo gak ngebut kita telat, Ra,"

"Salah siapa lama banget,"

Aku bisa melihat Dirga mengangguk dari pantulan kaca, "Iya, gue,"

"Gue belum punya SIM A,"

Eh?!

"Nanti gue urus, biar rambut lo gak berantakan. Risih juga gue liat lo naik turun motor pake rok gitu,"

Kalo gini ceritanya, bukan hanya rambutku yang berantakan. Hatiku juga ikut berantakan karena mendengar perkataan Dirga.

"Gak apa-apa naik motor juga," ujarku akhirnya.

Dirga menarik bahuku, memutarnya sehingga aku menghadap Dirga. Tangan Dirga terangkat merapikan rambutku. Aku menatap mata teduh miliknya yang fokus merapikan rambutku.

Tanpa sadar aku mengeluarkan senyuman kecil di bibir karena menilik wajah tampan Dirga. Aku memperhatikan Dirga mulai dari alis, mata, hidung, dan bibirnya.

Own Fault of Feeling || [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang